Loading...
OPINI
Penulis: Trisno S Sutanto 00:00 WIB | Selasa, 21 Februari 2017

Pilgub-rasa-Pilpres

Agaknya Pilgub DKI yang baru berlangsung tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks yang lebih luas: persiapan bagi pertarungan Pilpres 2019. Siapa saja pemainnya?

SATUHARAPAN.COM – Saya pernah menulis sebelumnya, bahwa pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI kali ini kerap mengingatkan orang pada pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Tidak heran jika banyak orang menjulukinya sebagai “Pilgub-rasa-Pilpres”. Mari kita melihatnya lebih rinci.

Pertama-tama, tentu saja, kesan itu muncul dari kehadiran ketiga pasangan calon (paslon) yang bertanding. Sang petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah dikenal dekat dengan, dan bahkan sempat menjadi wakil, Joko Widodo saat menjadi Gubernur DKI. Keduanya merupakan “bintang” dalam jagat perpolitikan Indonesia sekarang, karena mampu menjadi “magnet” yang menarik perhatian massa.

Paslon no. 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang kini menjadi penantang paslon Ahok-Djarot di putaran kedua Pilgub, mendapat sokongan dari Prabowo Subianto, sang penantang Jokowi dalam Pilpres 2014, dan potensi menjadi penantangnya lagi dalam Pilpres 2019. Ini jelas kentara dalam salah satu kampanye Anies-Sandi di Gelora Senayan (05/01). Prabowo sendiri hadir dalam kampanye itu, dan menyerukan, “Jika ingin Prabowo menjadi Presiden 2019, kalian harus kerja keras!” Tentu, maksudnya kerja keras memenangkan paslon Anies-Sandi. Sebuah langkah investasi politik sudah dibangun.

Paslon no. 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murti sudah tentu segera mengingatkan orang pada mantan Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono. SBY memang tidak bertanding saat Pilpres 2014. Itu adalah tahun terakhir kepemimpinannya selama 10 tahun. Tapi tak seorang pun menyangkal, posisi abstain yang diambil Partai Demokrat saat Pilpres 2014 punya peran penting: sebagai kekuatan “netral” yang bermain di antara dua kekuatan besar (Jokowi vs. Prabowo) yang sedang bertarung.

Sebaliknya dalam Pilgub DKI, SBY justru mengambil peran sangat aktif. Dan langkah-langkah yang diambil sang mantan Presiden itu kerap membuat orang bingung. Pencalonan AHY di saat terakhir pendaftaran paslon ke KPU, misalnya, telah mengubah konstelasi pertarungan Pilgub, sehingga mengurangi kemungkinan satu putaran. Sementara itu, lewat akun Twitter dan konferensi pers, SBY ikut mewarnai pertarungan Pilgub sembari kerap memosisikan diri sebagai victim, walau sekaligus mendesak agar kasus Ahok diadili.

Kita tahu, AHY harus terpental dalam putaran pertama. Tetapi banyak orang ragu, benarkah itu berarti strategi SBY gagal?

 

Investasi Politik

Jika melihat para petarung, seperti dituturkan di atas, maka tampaknya jelas bahwa Pilgub DKI merupakan investasi politik bagi pertarungan yang lebih luas: Pilpres 2019.

Mungkin ini salah satu alasan mengapa proses Pilgub DKI yang baru lalu berlangsung sangat sengit, keras, dan banal. Juga menjadi pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang paling menyita perhatian dari 101 Pilkada serentak tahun ini. Pihak mana yang dapat merebut “kursi panas” DKI-1 menjadi semacam penanda penting yang akan menentukan siapa yang akan menduduki “kursi lebih panas” RI-1 kelak.

Tidak heran jika segala cara halal dipakai, mulai dari membakar sentimen keagamaan lewat tuduhan “penistaan”, pemakaian cyber army – para buzzers bayaran – yang giat menyebar berita-berita HOAX lewat media sosial, sampai praktik-praktik kecurangan yang sungguh keterlaluan. Bahkan, dalam catatan Bawaslu, Pilgub DKI mencetak rekor buruk: dari 101 Pilkada serentak yang digelar, Pilgub DKI menempati ranking pertama dalam praktik kecurangan!

Pertaruhannya memang sangat menentukan. Bagi Prabowo, mantan komandan Kopasus yang pernah menjadi the rising star semasa Orde Baru, Pilpres 2019 merupakan kesempatan terakhir untuk merebut jabatan RI-1. Sebuah situasi now or never. Pilpres 2014 lalu sebenarnya merupakan kesempatan emas. Tetapi Prabowo gagal meraihnya sebagai akibat manuver Megawati Soekarnoputri yang “menarik paksa” Jokowi, Gubernur DKI saat itu, untuk dicalonkan sebagai calon Presiden dari PDIP. Padahal, ironisnya, Prabowolah yang bermanuver untuk membawa Jokowi ke Jakarta dan mempertemukannya dengan Ahok guna maju ke Pilgub DKI 2012.

Lalu bagaimana dengan SBY? Tentu saja SBY sadar bahwa ia tidak mungkin maju lagi dalam kancah Pilpres 2019. Tetapi ia tidak ingin legacy-nya terhapus begitu saja. Demi kepentingan itulah AHY diajukan pada saat-saat terakhir sebelum pendaftaran ke KPU untuk maju sebagai salah satu kontestan Pilgub DKI – sebuah langkah cerdik yang mengubah konstelasi pertarungan. Walau, untuk itu, AHY harus “mengorbankan” karier militernya yang cemerlang.

 

Putaran Kedua

Memang benar, AHY terpental dalam putaran pertama. Sekilas orang bisa menilai AHY telah gagal. Tetapi jika dilihat bahwa AHY adalah “pendatang baru” dalam jagat politik, prestasinya merebut sekitar 17 persen suara dalam Pilgub DKI patut diacungi jempol.

Juga langkah cerdik AHY sehingga mampu merebut simpati masyarakat luas: dengan rendah hati dan sikap ksatria ia mengucapkan pidato kekalahannya (dapat didengar di sini), dan sekaligus memberi selamat kepada para pesaingnya. Banyak kalangan terperangah dan mengapresiasi pidato yang menarik perhatian itu, termasuk lawan-lawan politiknya. Lewat langkah yang cerdik dan diperhitungkan masak-masak, AHY mampu mengubah situasi kekalahannya menjadi investasi politik sangat penting di masa depan.

Apalagi di tangan AHY ada sekitar 17 persen suara yang telah memilihnya – jumlah yang akan sangat menentukan hasil akhir Pilgub DKI di putaran kedua, mengingat persaingan sengit perolehan suara Ahok-Djarot dengan Anies-Sandi. Kedua kandidat itu, mau tak mau, suka ataupun tidak, harus mampu merebut simpati massa pemilih AHY kalau mau memenangkan pertarungan.

Jadi, dengan kata lain, SBY kembali memegang posisi sama seperti Pilpres 2014 lalu: ia akan ikut menentukan konfigurasi pertarungan menjelang Pilpres 2019 lewat 17 persen suara yang diraup AHY. Malah, bukannya mustahil, ikut dalam pertarungan Pilpres itu melalui putranya, tergantung ke mana ia akan menggulirkan bola permainan.

Perebutan itulah yang akan menambah asyik putaran kedua Pilgub DKI April mendatang!

 

Editor : Trisno S Sutanto


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home