Loading...
ANALISIS
Penulis: Esther GN Telaumbanua 21:55 WIB | Kamis, 24 Juli 2014

Pilpres dan Angin Perubahan di Kepulauan Nias

Seorang pemuda menampilkan atraksi "Lompat Batu" di Desa Bawomatuluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumut, Jumat (4/11/11). Atraksi Lompat Batu merupakan salah satu tradisi yang dilakukan para pemuda di kawasan tersebut, dan menjadi salah satu objek wisata di Pulau Nias. (Foto: Antara)

SATUHARAPAN.COM – Berbeda dengan hasil Pileg yang mengecewakan, hasil Pilpres di Kepulauan Nias memang menakjubkan. Semula diprediksi bahwa Sumatera Utara adalah lumbung suara Prabowo, tetapi berbeda faktanya Jokowi menang telak. Hasil rekapitulasi total KPUD kabupaten-kota di kepulauan Nias, 55.248 suara (14%) untuk Prabowo-Hatta dan 351.517 suara (86%) untuk Jokowi-JK.

Angka yang sangat mencolok perbedaannya. Bisa jadi ini merupakan tingkat persentase tertinggi di antara kabupaten-kota se Indonesia. Lebih terperinci raihan suara di Kepulauan Nias adalah sebagai berikut. Di Kabupaten Nias, Jokowi-JK 89.23%. Di Kabupaten Nias Barat, Jokowi-JK 84.62%. Di Kabupaten Nias Utara, Jokowi-JK 86.18%. Di Kota Gunung Sitoli, Jokowi-JK 83.44%. Sementara di Kabupaten Nias Selatan, Jokowi-JK 86.81%.

Tingkat partisipasi pemilih juga meningkat. Dari data ini dapat dilihat pemilih Jokowi merata di kelima wilayah dengan jumlah relatif sama tinggi. Artinya, mayoritas masyarakat Nias satu suara untuk Jokowi-JK.

Mengingat sejarah perpolitikan di kepulauan Nias, ini mengagetkan. Dari pemilu ke pemilu, Nias selalu jadi sorotan. Pemilu di sana selalu diwarnai ricuh dengan kecurangan dan berbagai masalah. Perkembangan politik berupa pemekaran wilayah di wilayah ini sangat cepat tidak selaras dengan tingkat kesadaran politik, pendidikan, dan kesejahteraan yang rendah.

Pergulatan kehidupan yang keras menyebabkan mereka mudah terjebak praktik pragmatisme dan transaksional serta rentan ricuh. Sudahlah terbagi wilayahnya, masyarakat Nias pun tercerai berai dalam sekat-sekat politik dan kepentingan.

Masyarakat terpolarisasi dan gampang dimobilisasi oleh pemangku kekuasaan untuk kepentingan sepihak. Perpedaan pilihan kerap membuahkan perseteruan dengan komunitas, keluarga dan menafikan kepentingan bersama, nilai-nilai moral dan budaya yang dikenalnya. Posisi geografis Nias jauh dari pusat pemerintahan dan pengawasan, namun ia merupakan lumbung suara yang strategis dalam pertarungan pemilu. Jumlah angka pemilih cukup besar, namun faktanya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu untuk meraih kemenangan.

Kondisi ini menyebabkan Nias minim wakil di tingkat nasional, memiliki posisi tawar yang rendah untuk lobi politik bagi kepentingan wilayah ini. Partisipasi tanpa mobilisasi

Apa sesungguhnya yang menggerakkan kesadaran pada Pilpres ini? Bagaimana secara tiba-tiba mereka bisa bersatu-padu dalam pilihan? Bila melihat jadwal kampanye Pilpres yang relatif singkat, sudah pasti tidak akan maksimal bagi timses mengorganisir. Beberapa hal di bawah ini mungkin bisa menjelaskan.

Sekitar dua bulan lalu diberitakan sekelompok ibu-ibu Nias di Gunung Sitoli melakukan demonstrasi ke kantor PLN memprotes kondisi hidup mati listrik yang bertahun-tahun mengusik kenyamanan dan makin menyulitkan hidup mereka. Kondisi dengan tanpa perubahan ini melahirkan keberanian untuk menggugat nasib. Para ibu Nias melakukan terobosan baru menembus batas tradisi selama ini dengan turun ke jalan melakukan protes. Kondisi ketertinggalan yang ada di kepulauan ini memang merata dan relatif sama. Kesamaan rasa dan senasib itulah mungkin yang melahirkan gerak yang sama untuk menggapai perubahan.

Walaupun belum menjejak kaki di Nias, melalui pemberitaan media Jokowi dengan ciri ‘blusukan’ sebenarnya sudah dikenal dan mencuri hati sebagian masyarakat Nias. Kerinduan masyarakat Nias akan tokoh pemimpin yang mengayomi dan peduli pada nasib mereka, yang selama ini terhilang dari kehidupan Nias, seakan tersambung dengan proses pilpres.

Pola kampanye media dengan perangkat komunikasi yang makin canggih strategis memberikan informasi lengkap dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Pilpres dan sosok Capres. Masyarakat Nias tekun menyimak debat-debat Capres yang disiarkan secara live. Pengetahuan ini menguatkan kepercayaan diri untuk menentukan pilihan sendiri. Dari dua capres yang ada, mayoritas masyarakat Nias menaruh kepercayaan pada sosok Jokowi untuk memimpin bangsa dan mengupayakan perubahan nyata yang diidam-idamkan selama ini.

Mereka tampaknya sudah bosan dengan wacana-wacana. Visi pembangunan Jokowi dengan kebijakan pembangunan dari desa, maritim dan ekonomi kreatif menarik karena kontekstual dengan keberadaan Nias yang berbasis kepulauan, kehidupan tani, dan potensi kepariwisataan yang dimilikinya. Jokowi dengan kesederhanaannya dinilai lebih mampu mendengar suara hati dan memahami kondisi Nias. Pola partisipatif yang dipraktikkan Jokowi untuk menggalang dukungan sangat mengena pada masyarakat Nias yang memiliki prinsip kehidupan yang sama.

Arahan atau tawaran janji-janji berbagai pihak tidak mampu mengurangi semangat ini, apalagi mengubah pilihan. Untuk pertama kali pada Pilpres ini muncul gerakan perempuan Nias relawan Jokowi dan mereka melakukan aksi dukungan terbuka dan pengumpulan donasi.

Di samping itu, peran para diaspora Nias dari berbagai daerah, tokoh pendidik dan masyarakat seperti para pimpinan gereja dan kaum ulama memberikan pencerahan dan dorongan terus menerus cukup signifikan membangkitkan kesadaran masyarakat. Tanpa dimobilisasi, masyarakat Nias proaktif berpartisipasi dalam proses pilpres dengan tertib. Secara sukarela mereka mengawal pilihan mereka.

Nias seakan kembali kepada peradaban gotong-royong yang sesungguhnya merupakan kearifan budayanya. Kesukarelaan yang mati suri selama ini bagai terhidupkan kembali dan memberikan optimisme baru bagi kemajuan Nias. Angin perubahan ini sungguh sangat menyejukkan hati.

Ibarat tangan yang terulur, realitas ini harus disambut dan disikapi secara bijak oleh semua pihak. Ada harapan dan kemauan baik di situ. Sebaiknya dengan sigap selagi semarak, jangan sampai meredup menjadi sia-sia. Dengan pendekatan yang tepat, semangat kebersamaan dan persatuan ini dapat ditransformasi menjadi potensi kekuatan sosial dan human capital yang efektif menggerakkan masyarakat menuju fase baru kehidupan Nias yang maju dan sejahtera, terutama dalam menghadapi arus dan tantangan globalisasi. Paling tidak, untuk tiga kerja jangka pendek yang sedang bergulir. Kerja jangka pendek

Setidaknya ada tiga kegiatan yang sedang berproses dalam kehidupan Nias. Yang pertama adalah pembentukan Provinsi Kepulauan Nias. Proses ini sudah berlangsung sejak tahun 2008 saat awal deklarasi. Semangat otonomi daerah bergerak cepat sejak 2002 di mana pemekaran wilayah bergerak tak henti menjadi 5 kabupaten/kota pada tahun 2008. Kehancuran akibat bencana alam membawa wilayah ini pada proses pembangunan yang pesat diiringi keinginan luhur mengentaskannya dari berbagai ketertinggalan melalui pembentukan provinsi yang mandiri terpisah dari Prop. Sumatera Utara. Walau cita-cita ini luhur, dalam prosesnya bagai melalui jalan panjang berliku, melelahkan dan menguras energi.

Syukurlah, kini cita-cita ini sudah tiba di pintu gerbang, sedikit langkah lagi akan terealiasi. Semangat yang ada saat sekarang ini dapat dikelola mempercepat kesiapan SDM dan memperkuat fondasi kemandirian Nias sebagai provinsi baru. Menjadikannya sebagai cita-cita bersama, akan mereduksi banyak kendala dan melancarkan proses.

Kedua, sejak dua tahun lalu Nias telah ditetapkan menjadi tuan rumah pelaksanaan Sidang Raya PGI ke-XVI pada bulan November tahun ini. Masyarakat Nias yang kental religiusitasnya merupakan modal yang kuat memaksimalkan kegiatan ini. Walaupun ini merupakan perhelatan keagamaan, namun sifatnya nasional dan memberikan multi manfaat. Apalagi, perhelatan ini akan dihadiri para pimpinan gereja dan negara, dan dibuka resmi oleh Presiden. Semoga saja oleh Presiden RI pilihan mayoritas masyarakat Nias, Jokowi.

Kegotong-royongan dan kesukarelaan masyarakat digerakkan untuk mengatasi berbagai keterbatasan yang ada dan bahu-membahu memaksimalkan layanan hospitality yang mengesankan bagi ribuan peserta.

Sejalan dengan itu, pada pertengahan Juni yang lalu lahir kesepakatan kelima wilayah di Kepulauan Nias untuk menempatkan kepariwisataan sebagai salah satu sektor ekonomi unggulan. Sebagai leading sector pembangunan kepariwisataan Nias digerakkan secara bersama-sama oleh kelima wilayah. Membangkitkan kepariwisataan Nias dan menempatkan sebagai destinasi tujuan wisata nasional menuntut kerja sama dari berbagai pihak. Sama seperti pilpres, kepariwisataan itu sifatnya border-less. Pelibatan peran dan partisipasi seluruh masyarakat Nias akan efektif menggerakkan roda kebangkitan itu.

Saya ingin mengutip bagian pidato perdana Jokowi sebagai Presiden terpilih, sang nakhoda baru kapal besar NKRI, pilihan masyarakat Nias. Kita kuat karena bersatu, karena bersatu kita kuat. Masyarakat Nias tentu tidak melupakan, bahwa spirit persatuan, kegotong-royongan dan kerja sama yang senada sesungguhnya telah diwariskan leluhur dan tertanam dalam sanubari yang tersimbol dalam pesan ini. “Aoha noro nilului wahea, aoha noro nilului waoso. Alisi tafadaya-daya, hulu tafaewolo-wolo. He awöni he eho, aoha nilului zato. He ha tugala silimo, abua sibai na ha yao ...”. Ya’ahowu!


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home