Loading...
HAM
Penulis: Saut Martua Amperamen 12:23 WIB | Senin, 10 April 2017

Polisi Tampar Aktivis Buruh Perempuan Mendapat Kecaman

Dalam klip video yang telah menyebar luas, polisi berpakaian preman berdebat dengan aktivis buruh perempuan yang diwarnai penamparan oleh polisi. Polisi telah meminta maaf atas kejadian ini. (Foto: Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Salah seorang pengurus Gabungan Buruh Seluruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti, ditampar oleh seorang aparat polisi saat berdebat tentang aksi unjuk rasa yang akan ia laksanakan.

Peristiwa penamparan itu terjadi pada Minggu, 9 April 2017, saat Emelia bersama buruh melakukan aksi di Tugu Adipura, Tangerang, Banten.

Klip video yang merekam adegan penamparan itu menunjukkan aparat kepolisian yang kemudian dikenal sebagai Kasat Intel Polres Tangerang, AKBP Danu W Subroto, tengah berdebat dengan Emelia tentang izin unjuk rasa.

Di tengah perdebatan yang memanas, tiba-tiba aparat kepolisian itu menampar wajah Emelia.

Kelompok Kerja (Pokja) Buruh Perempuan, dalam siaran persnya yang diterima oleh satuharapan.com dari Serikat Jurnalistik untuk Keberagaman (SEJUK), menyatakan penamparan terhadap Emelia Yanti yang tengah memperjuangkan nasib para buruh perempuan PT. Panarub Dwi Karya (PT. PDK) merupakan bukti bahwa aparat polisi tidak memberikan ruang bagi kebebasan berekspresi dan menutup dialog dengan para buruh perempuan.

"Penamparan juga menunjukkan wajah kekerasan polisi terhadap perempuan Indonesia. Buruh perempuan yang sedang melakukan aksi protes, tiba-tiba dihentikan dan mendapatkan kekerasan," lanjut pernyataan itu.

Pokja Buruh Perempuan mengatakan aksi yang dilakukan oleh GSBI bersama buruh-buruh perempuan PT. PDK merupakan aksi untuk menuntut hak yang selama 5 tahun telah disuarakan.

Sebanyak 1.300 buruh PT. Panarub Dwi karya yang 99% nya adalah perempuan di-PHK secara massal pada 17 September 2012. Perusahaan ini memproduksi sepatu seperti merk Adidas dan Spech.

Para buruh di-PHK setelah memprotes larangan berorganisasi dan mempertanyakan kondisi kerja yang tidak nyaman yaitu sulit mendapatkan cuti dan minim waktu untuk istirahat ketika bekerja.

Disebutkan, sampai sekarang belum ada penyelesaian hak-hak buruh seperti upah dan pesangon terhadap 346 buruh yg masih bertahan. Sedangkan sebanyak 954 buruh lainnya hanya menerima uang tali asih dengan besaran antara Rp. 700 ribu sampai dengan Rp. 2 juta.

Pokja Buruh Perempuan dalam pernyataan sikapnya menyatakan akan melawan segala bentuk kekerasan terhadap buruh perempuan yang dilakukan polisi dalam hal ini Kasat Intel Polres Tangerang AKBP Danu W Subroto.

Selanjutnya, mereka mendesak Kapolri untuk segera mengusut tuntas kekerasan ini dan meminta Kapolri segera memecat Kasat Intel Polres Tangerang yang telah melakukan kekerasan terhadap perempuan.

Mereka juga menuntut PT. Panarub Dwi Karya untuk menyelesaikan kasus terhadap buruh di perusahaanya yang tak juga selesai hingga kini.

Pokja Buruh Perempuan   terdiri dari berbagai elemen kelompok madani, di antaranya, SERBUK Indonesia, FBLP, JALA PRT, FPBI,FGSBM, FSUI, PEREMPUAN MAHARDHIKA, FBTPI, LIPS, AJI JAKARTA, SPSI RTMM, SPSI PPMI, PPI (PELAUT) dan BARISAN PEREMPUAN KPBI.

Minta Maaf

Sementara itu Kepala Kepolsian Resor Tangerang Kota Komisaris Besar Harry Kurniawan meminta maaf kepada masyarakat atas insiden penamparan yang diduga dilakukan anak . "Kami menyesalkan kejadian tersebut dan memohon maaf atas ketidaknyamanan terhadap peristiwa tersebut," kata Harry, dikutip dari Tempo.

"Propam Polres sedang melakukan pemeriksaan terkait hal tersebut untuk mengambil langkah-langkah sesuai aturan yang berlaku," kata Harry.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home