Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:28 WIB | Selasa, 28 Mei 2019

Polri: Ada Kelompok Ingin Bunuh Empat Pejabat Negara

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal (tengah) dalam jumpa pers di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan di Jakarta, Senin (28/5) (Foto: Voaindonesia.com/Fathiyah).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam jumpa pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin (27/5), Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal menjelaskan, ada tiga pihak yang menunggangi demonstrasi 21-22 Mei yang berakhir dengan kerusuhan, yakni kelompok teroris, kelompok penyelundup senjata dari Aceh kepada mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko, dan satu kelompok lagi yang ditugaskan membunuh empat pejabat negara.

Kelompok yang merencanakan pembunuhan empat pejabat negara tersebut dipimpin oleh tersangka berinisial HK, bertempat tinggal di Perumahan Cisar, Cibinong, Kabupaten Bogor.

“HK ini perannya adalah pemimpin, mencari senjata api, mencari eksekutor, tapi juga sekaligus menjadi eksekutor; serta memimpin tim turun pada aksi 21 Mei 2019," kata Iqbal.

Iqbal mengatakan, HK juga memimpin timnya turun ke lapangan dalam unjuk rasa pada 21 Mei lalu di depan gedung Bawaslu, sembari membawa sepucuk senjata revolver Taurus Colt 38. HK menerima uang Rp 150 juta dan ditangkap pada 21 Mei pukul 13:00 di lobi Hotel Megaria, Cikini, Jakarta Pusat.

Tersangka kedua adalah AZ, beralamat di Kelurahan Sarua, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Dia berperan mencari dan sekaligus menjadi eksekutor. Dia ditangkap pada 21 Mei sekitar pukul 13:30 di Terminal 1 Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang.

Kemudian IR, beralamat di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Perannya sebagai eksekutor dan sudah menerima uang sebesar Rp 5 juta. Dia ditangkap pada 21 Mei sekitar pukul 20:00 di Pos Peruri, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Tersangka keempat berinisial TJ, alamat di Cibinong, Bogor. Dia berperan sebagai esekutor dan menguasai senjata api rakitan laras pendek Colt 22 dan senjata api rakitan laras panjang Colt 22. Dia telah menerima uang Rp 55 juta. Dia ditangkap pada Jumat, 24 Mei, sekitar pukul 08:00 di parkiran Indomaret, Sentul, Citeureup, Bogor.

Lalu AD, bertempat tinggal di Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Dia merupakan penjual tiga senjata api rakitan jenis Meyer laras panjang dan laras pendek kepada tersangka berinisial HK. AD menerima hasil penjualan senjata api itu senilai Rp 26,5 juta. Dia ditangkap pada 24 Mei sekitar pukul 08:00 di daerah Swasembada, Jakarta Utara.

Tersangka keenam berinisial AF, beralamat di Kelurahan Rajawali, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Perempuan ini merupakan pemilik dan penjual senjata api ilegal Taurus kepada tersangka HK. Dia menerima uang hasil penjualan senjata api sebesar Rp 50 juta. Dia ditangkap pada 24 Mei di kantor Bank Republik Indonesia (BRI) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Polisi Jelaskan Kronologi Pembelian Senjata Api, Tapi Tolak Perinci Target Pembunuhan

Kronologinya, tambah Iqbal, pada 1 Oktober 2018, tersangka HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senjata api laras pendek dan dua pucuk laras panjang di Kalibata, Jakarta Selatan. Pada 13 Otober 2018, HK membeli sepucuk revolver Colt 38 seharga Rp 50 juta dari AF.

Pada 5 Maret 2019, tersangka HK berhasil mendapatkan senjata api dengan cara membeli dari tersangka AD, yaitu sepucuk Meyer Colt 22 seharga Rp 5,5 juta yang kemudian diserahkan kepada tersangka AZ,  dan dua pucuk senjata api laras panjang Colt 22 seharga Rp 15 juta dan laras pendek Colt 22 seharga Rp 6 juta yang kemudian diserahkan kepada tersangka TJ.

Pada 14 Maret 2019, tersangka HK menerima uang Rp 150 juta dan TJ mendapat bagian Rp 25 juta dari seseorang yang sudah dikantongi identitasnya oleh polisi.

"Tersangka TJ diminta untuk membunuh dua orang tokoh nasional. TNI dan Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut. Pada 12 April 2019, tersangka HK mendapat perintah kembali untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya. Jadi empat target kelompok ini menghabisi nyawa tokoh nasional," kata Iqbal.

Namun, Iqbal belum mau mengumumkan siapa keempat tokoh nasional yang bakal dihabisi oleh kelompok yang dipimpin HK tersebut.

Selain Empat Tokoh Nasional, Satu Kepala Lembaga Survei Juga Jadi Target

Pada bulan April itu selain merencanakan membunuh empat tokoh nasional, tersangka AZ juga disuruh membunuh pemimpin sebuah lembaga survei. Pada 21 Mei 2019, tersangka HK dengan membawa senjata api revolver Taurus Colt 38 turun bersama tim ke tengah massa pengunjuk rasa di depan gedung Bawaslu.

Iqbal mengakui, ada dua jenis massa yang beraksi di depan gedung Bawaslu pada 21 dan 22 Mei lalu. Peserta aksi pertama berlangsung secara damai hingga berbuka puasa dan salat tarawih, lalu bubar dengan aman dan damai. Sehabis itu, katanya, muncul massa perusuh yang langsung menyerang polisi menggunakan batu, bom molotov, parang, dan panah.

Iqbal mengatakan, para perusuh itu memiliki kaitan dengan para penumpang gelap dalam demonstrasi pada 21-22 Mei lalu. Menurutnya, polisi sedang mendalami hal tersebut. Dia menyebutkan kerusuhan itu memang sudah direncanakan oleh kelompok yang ingin menunggangi aksi damai.

Dari keenam tersangka tersebut, polisi menyita barang bukti berupa sepucuk pistol jenis Taurus kaliber 38, dua kotak berisi 93 butir peluru kaliber 38, sepucuk pistol jenis Meyer kaliber 52, sebuah magazin, lima butir peluru, sebuah senjata api laras panjang rakitan kaliber 22, sebuah senjata api laras pendek rakitan kaliber 22, rompi antipeluru bertuliskan polisi.

Kontras Desak Polisi Umumkan Dalang Kerusuhan

Koordinator Kontras Yati Andriani, mempertanyakan siapa dalang kerusuhan yang dimaksud oleh pemerintah, seperti yang sudah disampaikan oleh Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Tito Karnavian.

“Jangan sampai hanya menyebutkan dalang, ada pihak ketiga, ada penunggang, tetapi pemerintah gagal menjelaskan siapa sebetulnya yang dimaksud dalang itu. Ini penting, selain soal akuntabilitas juga untuk meminimalisir potensi-potensi kerusuhan ke depan dan juga ini untuk memudahkan upaya-upaya penegakan hukum yang ada. Jadi jangan sampai banyak informasi yang dipublikasi tapi sebetulnya informasi itu sendiri tidak jelas sampai sekarang," kata Yati.

Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan, kerusuhan tersebut menewaskan delapan orang dan melukai 737 orang lainnya, termasuk 79 orang cedera berat. Korban yang berusia 20-29 tahun berjumlah 294 orang, sementara 170 orang lainnya berumur di bawah 19 tahun. (Voaindonesia.com)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home