Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 19:35 WIB | Selasa, 22 April 2014

Presdir BCA: Saya Siap Diperiksa KPK

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja pada waktu konferensi pers terkait kasus pajak yang menyeret mantan Ketua BPK, Hadi Poernomo ditetapkan tersangka oleh KPK, Selasa (22/4). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja menyatakan siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus penyalahgunaan wewenang oleh mantan Direktur Jenderal Pajak 2002-2004 Hadi Poernomo yang Senin (21/4) ditetapkan sebagai tersangka.

“Ya itu kan wewenang dari KPK, ya saya sih harus siap kalo emang mau diperiksa terkait dengan permasalahan itu,” ujar Jahja saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (22/4).

Jahja menilai, sebagai wajib pajak telah memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya melalui prosedur dan tata cara perpajakan yang benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ia merasa pihaknya tidak melanggar undang-undang maupun peraturan perpajakan.

Jahja juga meyakini kasus tersebut tidak akan mencoreng nama baik Bank BCA yang selama ini dikenal sebagai salah satu Bank swasta terbesar di Indonesia.

Enggaklah, kita kan merasa sudah melakukannya sesuai ketentuan perpajakan,” ujar Jahja.

Sebelumnya, Jahja menjelaskan kronologi perpajakan BCA untuk tahun fiskal 1999 tersebut. Ia menyebutkan, pada 1998 BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun akibat dari krisis ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan UU yang berlaku, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan (tax loss carry forward) mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai lima tahun. Selanjutnya, sejak 1999 BCA sudah mulai membukukan laba fiskal di 1999 yang tercatat sebesar Rp 174 miliar.

Menurut Jahja, berdasarkan pemeriksaan pajak pada 2002, Ditjen Pajak telah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 tersebut menjadi sebesar Rp 6,78 triliun.

Di dalam nilai tersebut, terdapat koreksi yang terkait pengalihan aset termasuk jaminan sebesar Rp 5,77 triliun yang dilakukan dengan proses jual beli dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang tertuang dalam Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang.

“Hal tersebut dilaksanakan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 26 Maret 1999,” kata Jahja.

Lebih lanjut Jahja menyatakan, transaksi pengalihan aset tersebut merupakan jual beli piutang, namun Ditjen Pajak menilai bahwa transaksi itu sebagai penghapusan piutang macet.

Terkait dengan hal-hal tersebut, maka pada 17 Juni 2003 BCA mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan. Keberatan yang disampaikan oleh BCA diterima Ditjen Pajak dan dinyatakan dalam SK No.KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18 Juni 2004.

Bagian Kroni Soeharto

Pada saat kasus tersebut terjadi, Presiden Direkturnya adalah Djohan Emir Setijoso, 72 tahun. Pada laman BCA, Djohan menjabat sebagai Presiden Komisaris BCA sejak 25 Agustus 2011. Sebelumnya memangku jabatan sebagai Presiden Direktur BCA pada 1999-2011, dengan tanggung jawab terakhir atas Koordinasi Umum, Divisi Internal Audit, Perencanaan & Pengendalian Keuangan dan Sekretariat Perusahaan.

Sebelum bergabung dengan BCA, Djohan bekerja di Bank Rakyat Indonesia dari 1965 hingga 1998 dengan jabatan terakhir sebagai Direktur; dan menjadi Komisaris Utama pada Inter Pacific Bank dari 1993 hingga 1998.

Di samping sebagai Presiden Komisaris BCA, saat ini aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, di antaranya menjadi Dewan Pengurus Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Dewan Kehormatan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) sejak tahun 2011, serta sebagai Dewan Penasihat Perbanas sejak tahun 2009. Menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor.

Bank Central Asia (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah merupakan bagian penting dari Grup Salim.  Kini, mayoritas saham BCA dimilliki keluarga Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono melalui      FarIndo Investments (Mauritius) Ltd qualitate qua (qq) Farallon Capital Management LLC sebesar 47,15%.

Keluarga Hartono diketahui memiliki core business di bidang industri rokok. Mereka pemilik PT Djarum. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home