Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:41 WIB | Senin, 31 Agustus 2015

Presiden Terima Utusan Khusus Bidang Iklim

Menteri LHK Siti Nurbaya, Rachmat Witoelar dan Sarwono K, serta Seskab Pramono Anung, dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (31/8). (Foto: setkab.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi), menerima Utusan Khusus Bidang Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, yang datang bersama mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumatmadja dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (31/8) siang.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung yang mendampingi Presiden Jokowi dalam kesempatan itu mengatakan, kedatangan Rachmat Witoelar dan Sarwono Kusumaatmadja itu dimaksudkan untuk melaporkan kesiapan mereka menghadiri konferensi perubahan iklim dunia, yang akan diselenggarakan di Paris, (30/11-11/12) mendatang.

“Presiden menginginkan, Indonesia sebagai negara kepulauan itu memiliki karakter, kekhasan. Karena itu, pesan apa yang akan disampaikan di dalam forum itu supaya kita tidak hanya sekedar mengikuti apa yang menjadi kemauan dunia,” kata Pramono kepada wartawan seusai pertemuan.

Fokus Pangan, Energi, dan Air

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, delegasi Indonesia akan menyampaikan Intended Nationally Determined Contribution (INDC) atau komitmen nasional untuk berkontribusi dalam perubahan iklim. Dalam forum dunia itu yang sudah disiapkan oleh tim pengarah yang dipimpin oleh Sarwono Kusumaatmadja.

Menurut Siti dalam dokumen yang disusun dengan melibatkan stakeholders di tanah air itu, ada perubahan proporsionalitas di dalam penurunan emisi. Jika sebelumnya 26 persen dengan usaha nasional sendiri atau 41 persen dengan dukungan global, maka pada sekitar tahun 2030, Indonesia akan menurunkan emisi 29 persen. “Maka 2030 kita proyeksikan akan besar di sektor energi,” kata Siti.

Perintah Presiden Jokowi, lanjut Siti, agar delegasi Indonesia, tajam, dan menunjukkan karakter bangsa Indonesia.

Senada dengan Siti, mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja menyampaikan pesan Presiden Jokowi, agar dalam INDC ini sifatnya semakin fokus dan juga memperlihatkan karakter Indonesia, dan juga berkonsentrasi pada 3 hal yang strategis, pangan,energi, dan sumber daya air.

“Kami lega, bahwa apa yang dipesankan Presiden itu memang dalam pikiran kita juga, dan kami akan mempertajam usulan-usulannya, dan posisi Indonesia memang unik, kalau dalam perubahan iklim ini, kita bukan hanya sebagai korban, tapi kita sebagai pihak yang menentukan sukses atau tidaknya dunia melakukan stabilisasi iklim ini,” kata Sarwono.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu menilai, kehadiran di konperensi perubahan iklim  itu memang bagus, untuk Indonesia memainkan peranan yang oleh beberapa pihak dikatakan sebagai peranan leadership, karena kita mempunyai keistimewaan tertentu, yang harus kita mampu dorong ke depan, supaya bisa menciptakan dinamika dalam perubahan iklim ini.

Sementara Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan, dalam konferensi perubahan iklim atau Conference of the Parties (COP) 21 di Paris, Perancis, akan ditetapkan bersama 195 negara  anggota, suatu kesepakatan global yang  harus dilaksanakan secara konsekuen oleh masing-masing negara tersebut.

“Tentunya hal ini ini tidak bisa dilakukan gegabah. Maka sejak beberapa COP yang lalu, bentuk yang menjadi kesepakatan itu adalah masing-masing untuk menurunkan emisinya dan itu yang dihimpun secara bersama oleh COP kepada kebutuhan dunia untuk menjawab kenaikan suhudi bawah 2 derajat,” kata Rachmat.

Jadi inti permasalahannya, menurut Rachmat, adanya pemanasan global yang menyebabkan climate changes ini adalah, karena ada pemanasan itu  yang terjadi dimana-mana oleh berbagai sebab. Sebab yang pertama itu kita ketahui adanya CO2 oleh bahan bakar.

Untuk di Paris ini masing-masing harus menyatakan kesanggupannya untuk berkomitmen kontribusi dalam menangani perubahan iklim. Jadi INDC dikontribusi masing-masing  negara. “Nanti kalau sudah disana, kemudian dokumen akan dikembalikan kepada negara tersebut untuk dilaksanakan. Karena itu kita harus berhati-hati dalam menghitungnya,” kata Rachmat.

Untuk menghitung, kata  Rachmat, kita tidak bisa gegabah.Sebab, kalau terlalu rendah akan gampang, nanti tidak sampai dunia itu untuk menurunkan emisinya. Sementara kalau terlalu tinggi, kita tidak bisa, nanti dibilangnya omong kosong.

“Inilah yang akan menjadi masalah disampaikan kepada Bapak Presiden, dan hal itulah yang nanti kita bawakan ke Paris,” kaa Rachmat. (setkab.go.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home