Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 23:03 WIB | Kamis, 17 April 2014

Privatisasi Pelayanan Kesehatan Publik Mempersulit Kaum Marginal

Budhis Utami (kiri) dalam Konferensi Pers perihal privatisasi pelayanan publik di kantor SEJUK. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (Institut KAPAL Perempuan) yang diwakili oleh Budhis Utami menyatakan bahwa privatisasi pelayanan publik semakin mempersulit kaum marginal yaitu orang-orang miskin, khususnya perempuan.

“Kebijakan privatisasi pelayanan publik itu ada dua, yaitu kesehatan dan pendidikan,” kata dia dalam konferensi pers yang digelar di Kantor SEJUK, Kamis (17/4).

“Privatisasi kesehatan dapat kita lihat dalam sistem asuransi kesehatan yang dibuat oleh pemerintah. Seharusnya, semua masyarakat yang berobat ke rumah sakit mendapatkan pelayanan yang sama baik kaya maupun miskin. Namun, pada kenyataanya masyarakat miskin yang datang ke rumah sakit dan menunjukkan kartu asuransi dari program pemerintah nyatanya banyak yang ditolak, bahkan ada juga yang memberikan alasan bahwa obat yang diresepkan oleh dokter tidak ada di daftar yang ditanggung oleh pemerintah.”

Budhis menyatakan bahwa dengan sistem yang seperti itu makin banyak masyarakat miskin khususnya perempuan tidak tertangani. Beberapa lembaga masyarakat juga menyatakan bahwa tingkat kematian ibu melonjak karena program pemerintah yang setengah-setengah dalam melindungi masyarakat miskin terkait dengan kesehatan.

“Privatisasi adalah pelayanan yang seharusnya menjadi kewajiban negara atau pemerintah diserahkan kepada swasta atau bisa kita sebut sebagai pengalihan tanggung jawab,” tambahnya.

“Kita bisa lihat mengapa rumah sakit yang dikelola pemerintah pelayanannya tidak lebih baik jika dibandingkan dengan rumah sakit yang dikelola oleh swasta. Tentu saja jika di swasta biaya perawatan otomatis lebih mahal dibandingkan dengan milik pemerintah.”

Budhis berpendapat bahwa sebenarnya pemerintah mampu melakukan pelayanan yang terbaik karena dana yang dimiliki pemerintah untuk kesehatan sebenarnya ada. Namun, dalam perkembangannya, pemerintah malah membuat kebijakan kesehatan yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat miskin di mana mereka harus membayar program asuransi kesehatan milik pemerintah.

“Jika orang miskin tersebut sakit mungkin program itu bisa bermanfaat. Tapi, yang menjadi masalah adalah jika orang tersebut tidak sakit dan harus membayar setiap bulannya untuk jaminan kesehatan di rumah sakit. Akan lari kemana uangnya juga tidak jelas. Ini bisa menjadi lahan subur untuk korupsi,” kata dia.

Budhis berharap dengan pergantian kekuasaan tahun ini di Indonesia, pemerintahan baru lebih maksimal lagi untuk benar-benar menjamin kesehatan masyarakat terutama kaum marginal dan perempuan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home