Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 09:35 WIB | Jumat, 18 Oktober 2013

Proyek di Sekolah-sekolah DKI Terindikasi Korupsi

Proyek di Sekolah-sekolah DKI Terindikasi Korupsi
Fakhrul Alam, Anggota Tim Kajian Forum Musyawarah Guru Jakarta. (Foto-foto: Kartika Virgianti)
Proyek di Sekolah-sekolah DKI Terindikasi Korupsi
Muhamad Isnur (kanan) dari LBH Jakarta, yang kerap menjadi kuasa hukum bagi para guru di FMGJ dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Setiap akhir tahun sekolah sering didrop (dikirimkan) barang-barang yang tidak dibutuhkan. Barang-barang tersebut tidak terlalu penting nilai pemanfaatannya dibanding nilai kerugian yang dikeluarkan,” kata Fakhrul Alam Fakhrul Alam (kanan), Anggota Tim Kajian Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), yang ditemui satuharapan.com di LBH Jakarta, Kamis (17/10).

Puluhan speaker atau pengeras suara didrop, padahal di setiap kelas sudah ada speaker yang cukup memadai untuk pelajaran listening bahasa Inggris sampai mendengarkan musik saat istirahat, yang tentu saja pengeluarannya ini tidak kecil.

Kemudian ada mebeler (lemari) yang didrop namun banyak yang tidak dibutuhkan, tapi tetap saja dikirimkan mebeler tersebut, sampai sekolah kebingungan mebeler tersebut akan diletakkan di mana lagi. Anehnya meskipun sudah dilaporkan ke dinas, bahkan ke media juga, hal ini terus terulang. Droping buku baru untuk perpustakaan juga terus terjadi tanpa melihat kondisi ruang perpustakaan yang ada di sekolah.

Hal lainnya didrop alat laboratorium padahal yang dibutuhkan bahan-bahan praktikum laboratorium IPA, sedangkan peralatannya sudah lebih dari cukup. Dan yang lebih parah persoalan droping barang mahal seperti mesin fotocopy warna, yang harga tintanya mencapai 6 juta rupiah padahal yang dibutuhkan sekolah adalah mesin fotocopy biasa (hitam putih) yang tintanya tidak terlalu mahal untuk pembelian rutin sekolah

Selain keanehan pengiriman barang yang tidak dibutuhkan, dilakukan pula rehab bangunan fisik sekolah yang tidak perlu menurut Fakhrul. “Kondisi keramik selalu saya sampaikan cukup bagus baik di dalam kelas maupun koridor. Anehnya keramik yang masih bagus ini malah diganti atau direhab oleh keramik baru, hanya beda warna saja tadinya abu-abu diganti keramik putih. Lalu pengecatan tembok, padahal baru beberapa bulan yang lalu baru dicat. Untuk keperluan rehab tersebut mengeluarkan dana tidak kurang dari setengah miliar.” ungkap guru SMA 13 Jakarta ini.

“Inilah yang jadi pertanyaan, perencanaan pengadaan seperti ini, apakah tidak ada kordinasi dengan pihak sekolah, sehingga harus terjadi hal-hal yang pemanfaatannya kurang.”

“Pada dasarnya kami menginginkan dana pendidikan DKI yang cukup besar, lebih dari setengah triliun rupiah, seharusnya bisa meningkatkan kualitas pendidikan DKI, tapi kenyataannya hasilnya belum sebanding dengan dana besar yang dikeluarkan,”

“Harusnya pengadaan sesuai dengan permintaan sekolah, oleh karena itu kami berharap untuk ke depannya Pemprov DKI jakarta menyelidiki pengadaan-pengadaan semacam ini.” kata Fakhrul menegaskan.

Membuat Proyek yang Bisa di-Mark-Up

“Jadi selama ini pemerintah hanya menyediakan proyek-proyek dan barang-barang seperti gedung dan lain-lain, yang memang bisa di-mark-up atau dikorupsi di situ. Tapi bagaimana pengembangan kualitas guru, pengawasan, dan kualitas pelayanan, itu yang kurang diperhatikan,” kata Muhamad Isnur dari LBH Jakarta, yang menjadi kuasa hukum bagi para guru di FMGJ dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

“Kemudian aksesibilitas, yaitu bagaimana pelayanan tersebut bisa diakses oleh semua orang, misalnya  berapa jumlah anak-anak di Jakarta yang belum dapat akses ke pendidikan di tingkat SD, SMP, SMA, kita belum dapat data itu.”

Dinas pendidikan kebanyakan uang, tapi tidak tahu cara pemanfaatannya menurut Isnur. Gambaran ini bukan hanya di instansi DKI saja, tapi juga terdapat di Kemendikbud, di mana terdapat kebocoran uang lalu tidak punya laporan baik maka dibuatlah proyek-proyek yang tidak jelas seperti dijelaskan tadi.

Contohnya, proyek penelitian yang dilakukan dua kali oleh salah satu staf ahli hukum Kemendikbud, proyek tersebut asal-asalan, proyek yang tidak layak disebut penelitian. Ia hanya meneliti potret anak-anak di lapas, lapasnya pun yang merupakan lapas anak percontohan yang terbaik di daerah Tangerang, tapi bagaimana dengan 33 provinsi lainnya, yang bahkan anak-anak tidak ditempatkan di lapas anak.

Untuk mengefektifkan pengawasan di level sekolah, para guru seharusnya dilibatkan sebagai kontrol transparansi anggaran sekolah. Tentu saja dibutuhkan perlindungan dan kebebasan mengeluarkan pendapat maupun berorganisasi bagi para guru di DKI Jakarta.

 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home