Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 14:01 WIB | Selasa, 31 Maret 2015

PWC Sarankan Jokowi Lebih Detil Bila Bicara Infrastruktur

PWC Sarankan Jokowi Lebih Detil Bila Bicara Infrastruktur
Julian Smith dari Pricewaterhouse Coopers (kanan) dan John Scott Younger dari PT Nusantara Infrastructure (kiri) pada Global Infrastructure Leader Forum yang berlangsung Selasa (31/3), di Lower Lobby, Jakarta Convention Center, Jakarta. (Foto-foto: Prasasta WIdiadi).
PWC Sarankan Jokowi Lebih Detil Bila Bicara Infrastruktur
Direktur Utama PT Nusantara Infrastructure, Ramdhani Basri (paling kiri) sebelum acara Global Infrastructure Leader Forum dimulai.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sedang giat menyusun pembangunan di sektor infrastruktur  harus membeberkan secara detil apa saja kelemahan infrastruktur yang ada dan segera dipecahkan apabila ingin berhasil menggaet kerja sama dengan  investor baik dalam negeri maupun asing.

“Pemerintah Indonesia harus menjelaskan proses pembangunan infrastruktur kepada investor asing dengan lebih detil, karena saat ini, saya dengar Presiden (Jokowi) baru saja memantapkan kerja sama dengan Tiongkok dan Jepang minggu lalu, tetapi para menteri yang melaksanakan infrastruktur tersebut harus  lebih merinci apa saja kendala, sepertidalam hal akuisisi lahan, harus diperjelas lagi dan apa tantangan yang menghambat,” kata Julian Smith, penasihat investasi dan keuangan dari Pricewaterhouse Coopers (PWC) saat memberi pemaparan pada Global Infrastructur Leader Forum yang berlangsung Selasa (31/3),  di Lower Lobby, Jakarta Convention Center, Jakarta.  

PWC adalah sebuah lembaga konsultan keuangan multinasional yang berpusat di New York.

Julian Smith mengemukakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi saat ini harus melihat beberapa faktor dalam pengembangan infrastruktur yakni  perubahan iklim, faktor demografi, tekanan ekonomi global, dan kecenderungan perpindahan penduduk dari desa ke kota.

“Pemerintah harus melakukan pendekatan selain di kota, juga yang ada di luar Jakarta,” kata Julian.

Julian menganggap harus ada keseriusan dari pemerintah pusat untuk memberi sosialisasi ke daerah tentang invetasi di sektor infrastruktur. Mantan eksekutif PWC yang sudah berpengalaman menangani privatisasi berbagai proyek infrastruktur di Swedia, Jamaika, Yordania, Ukraina, Inggris dan Rusia ini juga mengatakan bahwa masalah infrastruktur  menjadi masalah yang dialami dua negara emerging country yang ada saat ini, Tiongkok dan India.

“Setidaknya beberapa negara dunia saat ini akan menghabiskan 9 triliun dolar AS untuk sektor infrastruktur, saya melihatnya saat ini India dan Tiongkok, sama seperti yang terjadi di Indonesia saat ini,” kata Julian.

Proyek infrastruktur adalah  salah satu bagian prioritas dari Nawa Cita yang dituangkan di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional ) 2015 - 2019.  

“Jika pemerintah Indonesia memiliki PPP (public private partnership) harus ada kesepakatan dengan jelas, dan harus ada pemahaman tentang kerja sama Indonesia dan negara asing,” tambah Julian.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Nusantara Infrastructure, Ramdhani Basri mengemukakan bahwa Indoneisa butuh dukungan banyak pihak antara lain dengan adanya kerja sama kemitraan swasta dan pemerintah tersebut.

“Tantangan tentang infrastruktur ini ada sejak 2005 lalu tantangan ini akan selalu ada, apalagi saat ini dipantau oleh banyak pihak sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban presiden yang terpilih kepada rakyat,” kata Ramdhani.

Ramdhani menambahkan bahwa tantangan saat ini bertambah karena infrastruktur di Indonesia tidak hanya di satu bidang atau di bidang jalan raya saja, tetapi juga di bidang lain seperti pemenuhan pembangkit listrik, dan sumber air bersih yang layak. “Kami mengharap adanya realokasi yang jelas dari pemerintah tentang pemenuhan pengelolaan di sektor perumahan dan kesejahteraan,” kata Ramdhani.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home