Loading...
ANALISIS
Penulis: Sabar Subekti 21:04 WIB | Selasa, 31 Desember 2019

Refleksi 2019: Ingat Politik Sektarian dan Korupsi

(Foto ilustrasi: Ist)

SATUHARAPAN,COM-Kita akan segera meninggalkan tahun 2019 dan memasuki tahun 2020. Berbagai perayaan untuk menyambut tahun baru dengan kegembiraan, meskipun dalam kesederhanaan, namun umumnya mengharapkan bahwa tahun 2020 akan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya.

Ada banyak hal yang terjadi di tahun 2019, yang bisa menjadi bahan refleksi untuk membangun dan merealisasikan harapan di tahun 2020, terutama karena tahun 2019 adalah tahun politik bagi bangsa Indonesia. Di tahun ini kita menjalani pemilihan presiden dan anggota parlemen (DPR dan DPRD), serta anggota DPD.

Proses politik ini patut untuk menjadi fokus refleksi kita, mengingat bahwa pada tahun yang sama banyak negara yang gagal dan kemudian mengalami kekacauan, berkaitan dan dipicu oleh proses politik di negara itu. Kita bisa menyebut, sekadar contoh, Venezuela, Cile, dan Bolivia di Amerika Latin. Kita menyaksikan Aljazair di Afrika Utara, yang bahkan presiden yang baru pun tetap ditolak rakyat

Di Lebanon kita menyaksikan pemerintahan yang ditolak rakyat, dan masih belum bisa membentuk pemerintahan baru, demikian juga dengan di Irak. Kedua negara itu bahkan menghadapi masalah yang lebih dalam karena sistem politik sektarian yang mereka hadapi. Belum lagi negara lain, seperti Afghanistan, Suriah, dan Yaman yang dilanda perang, dan juga Palestina yang selama 13 tahun belum bisa menyelenggarakan pemilihan umum.

Dalam proses politik di Indonesia, kita menyaksikan meningkatnya penggunaan agama untuk kepentingan politik, dan hal ini mempertajam sekat-sekat di masyarakat melalui ujaran kebencian dan cara-cara yang tidak bermoral dengan berita bohong dan informasi dipelintir.

Politik sektarian ini menandai sebuah kemunduran dalam demokrasi, karena kita digiring kepada pemilihan yang mengandalkan emosional, ketimbang rasional, apalagi cara-cara yang menjijikkan juga makin gencar digunakan melalui media sosial.

Kita patut bersyukur bahwa proses itu bisa dilalui dengan tidak menimbulkan konflik yang meluas. Namun hal ini harus menjadi memori kolektif kita, bahwa proses politik tahun 2019 ini dengan sangat kuat menggiring kita pada praktik politik sektarian yang makin kuat. Jika kita lengah hal ini bisa menjerumuskan bangsa kita dalam masalah yang lebih dalam, dan tidak mungkin ke arah seperti yang dialami oleh Suriah, Yaman, Irak dan Lebanon sekarang.

Tantangan Sektarian   

Politik sektarian, terutama atas dasar agama, memang merupakan cara yang murah bagi politisi untuk mendapatkan dukungan rakyat. Namun cara murah, lebih tepatnya cara murahan, ini menurut berbagai pakar, umumnya mendapatkan lahan suburnya di tengah masyarakat yang, maaf, kurang terdidik, dan terutama tidak kritis, dan kurang daya analisis. Mereka menjadi mudah dipengaruhi oleh pernyataan kosong, bahkan dengan informasi bohong. Elite politik yang tidak etis melihat mereka sekadar sebagai “useful idiot.”

Dari konteks ini, di mana tahun 2019 kita bisa melalui proses politik, meskipun politik sektarian terlihat makin gigih berusaha, namun kita bisa mengatasinya. Ini menunjukkan bahwa rakyat (pemilih) yang rasional di bangsa kita makin banyak dan dominan. Mereka tidak terperdaya oleh ujaran kebencian dan informasi bohong atau hoax.

Tahun politik 2019 itu juga menunjukkan bahwa secara politik bangsa Indonesia makin terdidik dan dewasa, meskipun masih ada yang wawasannya tetap sempit. Era teknologi digital yang makin luas digunakan sebagai sarana mencerdaskan warga masyarakat lebih kuat ketimbang yang menggunakan untuk pembodohan. Dan kondisi ini patut dipertahankan, bahkan ditingkatkan, agar kita tidak menjadi bangsa yang makin tertinggal oleh gap akibat teknologi ini.

Namun demikian, mengingat bahwa aksi dalam politik sektarian tahun ini juga begitu masif yang menandai bahwa masalah ini belum bisa kita atasi sepenuhnya, maka menuntut kewaspadaan yang konsisten dari bangsa kita atas ancaman ini. Joko Widodo yang memperoleh mandat untuk lima tahun kedua, dan kali ini bersama KH Ma’ruf Amin, harus menjadi komandan dalam mengatasi masalah sektarian ini, baik dalam kehidupan sosial di  masyarakat maupun dalam kehidupan politik kita, baik di dalam negeri maupun politik ke luar negeri. Dan terutama tegas menegakkan hukum yang tidak diskriminatif.

Ancaman Korupsi

Masalah-masalah lain yang paling serius yang umumnya juga menjadi guncangan kuat bagi sebuah bangsa adalah masalah ekonomi. Ekonomi dunia mengalami perubahan besar, bahkan perang dagang, oleh teknologi digital yang berpotensi memusatkan kekuatan ekonomi pada negara tertentu. Bahkan kekuatan ekonomi makin banyak yang berada di tangan non-negara, perusahaan bahkan perorangan.

Kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat bisa menggoncangkan negara, dan ini terutama jika pemerintah gagal menekan korupsi, dan hukum tidak tegas terhadap kejahatan ini. Selain masalah sektarian, masalah korupsi di Indonesia, merupakan ancaman yang serius. Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin telah berjanji untuk memberantas korupsi. Namun dari perjalanan lima tahun lalu, Jokowi perlu berusaha lebih keras untuk lima tahun kedua ini.

Catatan tahun 2019 yang baru kita lewati menegaskan bahwa politik sektarian dan korupsi bisa menjadi dua kekuatan yang bersinergi untuk mengguncang negara. Keduanya akan mendorong hukum kehilangan kekuatannya, bahkan menjauh dari keadilan, dan kekuasaan negara bisa hanya menjadi lambang yang kosong tanpa daya.

Tahun 2019 menandai bahwa dunia makin dibuka oleh teknologi digital, dan cara-cara untuk membodohi masyarakat melalui informasi yang bias, dipelintir, dan kebohongan, akan mudah terbongkar. Ini adalah era yang menuntut keterbukaan dan akuntabilitas, terutama pada pemerintah dan semua layanan publik. Era ini akan menjadi musuh pemerintah yang korup, atau justru momen yang baik untuk pemerintah membersihkan birokrasi dari aparat yang korup.

Selamat tahun baru 2020, selamat bekerja untuk pemerintahan Jokowi-Amin Ma’ruf. Juga para anggota legislator (DPR, DPRD dan DPD) untuk membatalkan semua aturan yang tidak adil dan diskriminatif, dan membuat aturan baru yang adil untuk masa depan Indonesia yang sejahtera.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home