Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Francisca Christy Rosana 04:48 WIB | Jumat, 27 Maret 2015

Reklamasi Pantai, Ahok Akui Tak Berpihak Agung Podomoro

Gubernur DKI jakarta saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (26/3) malam. (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok dikabarkan berpihak pada perusahaan pengembang real estat Agung Podomoro Group berkenaan dengan rencananya melangsungkan program reklamasi 17 pulau di sepanjang pantai Ibu Kota.

Reklamasi ini sebelumnya telah ditentang beberapa pihak karena berpotensi menenggelamkan Jakarta. Menurut gerakan masyarakat Jakarta Tolak Reklamasi Pantai, Ahok hanya berpihak pada kepentingan swasta.

Menanggapi tudingan tersebut, Ahok mengatakan reklamasi pantai adalah realisasi Keppres Nomor 52 Tahun 1995 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto waktu itu.

Dalam Keppres tersebut diberikan kewenangan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk menyelenggarakan reklamasi kawasan Pantai Utara Jakarta. Keppres ini ditindaklanjuti dengan Perda DKI Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang (RTRW) Pantai Utara Jakarta. Sementara itu, Perda DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta 2010 juga ikut memberikan panduan kebijakan terhadap penyelenggaraan reklamasi Jakarta.

“Itu satu fitnah yang lucu juga. Saya belum datang (ke Jakarta) saja sudah ada izin (reklamasi) nya. Ini kan sudah tanggung, sudah jalan, masak mau batalin. Jadi kalau mau mengubah (peraturan reklamasi) itu ya cabut Keppres. Keppres dan SK Gubernur kan tinggi Keppres. Bisa nggak saya membatalkan?” ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (26/3) malam saat ditemui awak media sebelum pulang kantor.

Menurutnya, tudingan yang mengatakan Ahok berpihak pada swasta ini adalah fitnah dari orang yang ingin mencari masalah. Apalagi, lanjut Ahok, orang sering salah anggapan mengenai pemahaman terhapad Giant Sea Wall dengan reklamasi yang dimaksudkan.

“Reklamasi yang namanya Giant Sea Wall mesti nunggu kajian lebih dalam dari Belanda. Jadi orang itu salah. Giant Sea Wall tidak ada hubungannya dengan reklamasi 17 pulau karena 17 pulau ini adalah Keppres Pak Harto tahun 1995. Jadi orang suka mencampuradukan Giant Sea Wall dengan 17 pulau. Bukan itu. 17 Pulau ya reklamasi saja sesuai Keppres 1995,” Ahok memaparkan. [Baca: Ahok: Giant Sea Wall Masih dalam Perjalanan Panjang]

Reklamasi ini memang telah melalui proses analisis lingkungan sebelumnya.  Pulau-pulau tersebut nantinya harus berjarak 300 meter dari darat. Pengembang pun harus membagi hasil sebesar lima persen dengan DKI. Selanjutnya, seluruh pulau yang direklamasi ini 100 persen hak guna lahannya milik Pemprov. 

Bila reklamasi pantai adalah proyek dari Keppres tahun 1995, Giant Sea Wall diakui memang murni proyek Pemprov.

“Giant Sea Wall semuanya kami yang urus,” ujar mantan Bupati Belitung Timur itu.

“Wall-nya itu nanti ada NCICD A, nanti ada NCICD B, dan C. Yang kayak garuda itu C. Yang butuh kajian dari Belanda ini yang B dan C. Tapi yang A kami akan kerjakan tahun ini. Yang sudah ada kami perkuat tanggul saja. Itu sudah ada dalam Keppres. Tapi kalau Giant Sea Wall nanti itu total kita yang urus, urusannya sama menteri kelautan semua,” ujar Ahok menambahkan.

Saat ini, proyek reklamasi atau pengurukan laut untuk menciptakan tambahan lahan di utara Jakarta masih harus menunggu pengesahan RTRW DKI Jakarta periode 2010-2030.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home