Loading...
HAM
Penulis: Tunggul Tauladan 16:41 WIB | Rabu, 25 Februari 2015

RI Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Para narasumber dalam Talkshow bertajuk "Kekerasan Perempuan Terhadap Perempuan dan Anak". Dari kiri ke kanan: Maezur Zaky, Yosephine Sari Murti Wisyastuti, dan Listyowati. (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Kekerasan seksual terhadap perempuan yang kini semakin marak terjadi menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan para feminis. Bahkan, fenomena yang semakin mengkhawatirkan tersebut bermuara pada kesimpulan, bahwa Indonesia kini berada dalam situasi darurat dalam hal kekerasan seksual terhadap perempuan.

“Tiga tahun belakangan ini, saya menilai Indonesia telah berada dalam situasi darurat kekerasan seksual terhadap perempuan. Alasannya, pertama, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan ini menyasar siapa saja, tidak pandang bulu, mulai dari balita hingga orang tua. Kita bisa menjadi korban, sekaligus kita juga bisa menjadi pelaku."

"Alasan kedua, menurut data dari Komnas Perempuan, jumlah kasus yang kekerasan perempuan dalam setahun mencapai 2.000 kasus,” ungkap Ketua Yayasan Kalyanamitra, Listyowati dalam talkshow “Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak” Pada Selasa (24/2) di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta (TBY).

Dalam talkshow tersebut, wanita yang akrab disapa Lilis ini tak sendirian. Selain Lilis, talkshow juga menghadirkan dua narasumber lain, yaitu Yosephine Sari Murti Widyastuti (Ketua Forum Perlindungan Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta) dan Maizur Zaky (PKBI Lentera). Talkshow ini dipanndu oleh Nina Musriyanti (Rifka Anisa).

Yosephine Sari Murti mencoba melihat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan ini dari sudut pandang hukum. Menurut Dosen Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta ini, sejak adanya UU Perlindungan Anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), penanganan korban kekerasan seksual jauh lebih baik dari sebelumnya.

“Setelah ada UU Perlindungan Anak dan KDRT, penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan memang dinilai lebih baik daripada sebelumnya. Namun, belum bisa dikatakan bahwa hak anak atau perempuan telah terpenuhi, melainkan masih perlu diperjuangkan untuk mendapatkan hak tersebut,” ujar perempuan yang akrab disapa Sari Murti ini.

Masih di ranah hukum, Sarimurti menilai bahwa pelaksanaan hukum untuk kasus kekerasan terhadap perempuan ini masih belum selaras, antara hukum formil dan hukum materiil. Alhasil, ketidakselarasan ini berakibat pada lamanya penanganan kasus atau bahkan penyelidikan kasus dihentikan karena dinilai tak cukup bukti.

“UU atau hukum materiil harus berbanding lurus dengan hukum formil atau hukum acara. Semangat untuk menegakkan hukum yang tertuang dalam UU sebenarnya ada, tetapi penegakan hukum formilnya belum maksimal. Sehingga, bukan berarti dengan adanya UU semua selesai, jelas, dan beres. Oleh karena itu, perlu adanya kemampuan untuk melengkapi penyelesaian kasus,” tambah Sarimurti.

Di sisi lain Maezur Zaky menyoroti soal kekerasan seksual terhadap perempuan ketika masih dalam tahap pacaran. Pria yang akrab disapa Zaky ini menilai bahwa banyak perempuan yang tidak sadar telah menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini akibat dari minimnya pendidikan dan pengetahuan tentang kekerasan seksual terhadap perempuan.

“Dalam berpacaran, pria biasanya melakukan upaya ‘menyicil’ perilaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Kami menyebutnya proses KNPI (Kissing [berciuman], Necking [aktivitas di seputar leher], Petting [menggosokkan/ menempelkan alat vital], dan Intercourse [hubungan intim]). Kebanyakan, para perempuan menganggap bahwa apa yang terjadi ketika masa pacaran tersebut adalah hal yang lumrah terjadi dalam berpacaran. Padahal ketika pria mulai melakukan ajakan untuk melakukan KNPI dan kebetulan si perempuan kurang rela, maka di situlah sebenarnya kekerasan seksual terhadap perempuan telah terjadi. Saya menilai, ketika hal tersebut terjadi, maka kasus pra-pemerkosaan telah terjadi,” jelas Zaky.

Acara talkshow ini dihadiri oleh para pelajar SMP maupun SMA, guru, dan aktivis perempuan. Sebelum talkshow dimulai, Yayasan Kalyanamitra memutar sekaligus meluncurkan film berjudul “Kisah Mela dan Miko”. Film animasi ini berkisah tentang kekerasan terhadap perempuan ketika masih dalam taraf pacaran. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home