Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:09 WIB | Selasa, 13 Oktober 2015

Rizal Ramli Tuntut Tiga Hal dari Freeport

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menuntut tiga hal dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat PT Freeport Indonesia jika ingin melanjutkan operasi di Tanah Air.

"Pertama, kami minta mereka bayar royalti sebesar 6 persen hingga 7 persen. Sebelumnya hanya 1 persen. Bayangkan coba itu," katanya dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, hari Selasa (13/10).

Menurut dia, saat awal Orde Baru, membayar royalti hasil tambang sebesar 1 persen tidak jadi masalah lantaran belum ada investor yang masuk. Namun, saat perpanjangan kontrak pada pertengahan tahun 80-an, ia menilai seharusnya bisa lebih menguntungkan Indonesia.

"Yang terjadi, mohon maaf, pejabatnya disogok. Sehingga terjadi perpanjangan kontrak yang tidak berubah `term`-nya sama sekali," katanya.

Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu meminta agar hal tersebut jangan sampai terjadi lagi. Maka, renegosiasi kontrak dengan Freeport akan menjadi momentum untuk menulis ulang sejarah dalam pengelolaan pertambangan mineral.

"Kedua, kami minta bereskan limbah itu. Selama ini, limbah beracun dilempar begitu saja di Sungai Amungme. Ikannya mati, rakyatnya sakit-sakitan," katanya.

Padahal, menurut Rizal, banyak pertambangan lain di Indonesia yang limbahnya diproses dahulu sebelum disimpan di bawah tanah atau dibuang.

Ia menambahkan, di Negeri Paman Sam sendiri, tidak ada yang berani melanggar undang-undang lingkungan hidup itu. Ia mencontohkan salah satu perusahaan yang menumpahkan minyak yang besar ke Teluk Meksiko, tapi pemerintah Amerika Serikat mendenda perusahaan tersebut sebesar 30 miliar dolar AS.

"Tapi perusahaan negara maju ini, kalau di Indonesia seenak-enaknya. Mohon maaf, karena mereka yakin pejabat Indonesia gampang disogok, gampang dilobi," katanya.

Rizal menambahkan, Freeport kini tengah mengalami masa sulit karena mengalami kerugian dalam kegiatan usahanya.

"Freeport ini kepepet, nilai valuasinya turun seperempatnya dibandingkan tahun 2010. Mereka juga menderita kerugian sangat besar karena investasi sebesar 15 miliar dolar AS di Teluk Meksiko untuk minyak pake duit Freeport McMoran International. Tidak ada minyaknya, itu duit hilang. Makin lama makin kepepet, makanya andalan satu-satunya adalah tambang di Indonesia," ungkapnya.

Oleh karena itu, Rizal menilai perusahaan itu akan melakukan apapun agar bisa terus beroperasi di Indonesia.

Lebih lanjut, mantan Kepala Bulog itu menuturkan tuntutan ketiga terhadap perusahaan itu jika ingin terus berada di Indonesia adalah terkait divestasi.

Padahal, sejumlah perusahaan mineral asing lainnya seperti Newmont sudah melakukan divestasi.

Menurut Rizal, adanya percepatan proses divestasi tentu akan mendorong BUMN Indonesia bisa segera masuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya mineral nasional itu.

"Saya yakin Freeport pasti mau terhadap tiga tuntutan ini asal kita kompak, asal kita jangan gampang dilobi. Saya yakin Freeport akan menyerah. Karena kalau enggak, dia harus kembalikan kontraknya ke RI. Kebetulan kan kalau kita dapat tambang segitu besar. Kita tidak nasionalisasi tapi kalau mereka tidak mau renegosiasi, mereka harus serahkan ladang emas dan tembaga itu pada kita. Saya yakin Freeport daripada dapat nol, dapat 60-70 persen juga dia mau," katanya.

Kontrak karya Freeport yang ditandatangani pada 1991 seharusnya berakhir pada 2021, namun Freeport mengklaim pengembalian atas nilai investasi itu diperkirakan melebihi 2021, sehingga Freeport meminta perpanjangan kontrak hingga 2041. (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home