Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 14:30 WIB | Senin, 08 Februari 2016

Rohaniwan Konghucu Bersyukur Tidak Ada Diskriminasi

Para warga sekitar klenteng saat membantu memasang lampu lampion yang berada di ruang dalam untuk persiapan menjelang perayaan Imlek. (Foto: Dok.satuharapan.com/ Dedy Istanto).

SAMPIT, SATUHARAPAN.COM –  Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) di Kota Sampit, Kalimantan Tengah, Xuenshi Suhendar bersyukur mereka tidak mengalami diskriminasi saat hendak merayakan Tahun Baru Imlek seperti yang dialami bangsa Indonesia etnis Tionghoa selama pemerintahan orde baru.

“Sekarang sudah tidak ada diskriminasi. Terlebih bagi agama Konghucu. Sekarang kami lebih percaya diri untuk bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Berbeda dengan 32 tahun lalu, saat rezim orde baru,” kata Suhendar di Sampit, Kalimantan Tengah, hari Senin (8/2) seperti diberitakan situs berita lokal Pro Sampit.

Suhendar menerangkan saat rezim orde baru, warga keturunan Tionghoa didiskriminasi, khususnya bagi yang beragama Khonghucu. Karena itu, tak jarang banyak yang terpaksa mengaku beragama lain hanya untuk memperoleh status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Berdasarkan data Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Matakin Kotim), ada sebanyak 253 warga Kotim yang beragama Konghucu yang terdiri dari 134 orang perempuan dan 119 orang laki-laki. Keberadaanya tersebar di kota maupun di luar Kota Sampit, Kalimantan Tengah.

Saat ini, muncul kegelisahan baru, generasi beragama Konghucu semakin tergerus seiring berjalannya waktu, sehingga tradisi nenek moyang dikhwatirkan tidak ada yang meneruskan.

”Generasi muda kami di Sampit cuma sisa enam hingga tujuh orang. Saya rasa perayaan di Sampit tidak akan meriah,” kata Suhendar.

Menurut Pro Sampit di Kota Sampit ada beberapa tempat yang biasa digunakan umat Konghucu untuk menunaikan ibadah  seperti Vihara Avalokitesvara di Jalan Kopi, dan Vihara Dharma Mula di Jalan Jenderal Sudirman, Gang Putir Busu,Sampit,. Persiapan Imlek hanya dilakukan seminggu sebelum Imlek, dengan ditandai pembersihan rupang atau patung dewa.  

Suhendar menyebut Perayaan Imlek  di Sampit pada 2016 memang  kurang gaungnya karena banyak warga keturunan Tionghoa yang memilih merayakan Imlek di luar kota, seperti Surabaya, Jawa Timur. Pada puncaknya nanti, yakni pada perayaan Cap Go Meh, warga akan kembali meninggalkan Kota Sampit. Biasanya pada Cap Go Meh warga keturunan Tionghoa memilih perayaan di Singkawang, Kalimantan Barat.  (sampit.prokal.co).

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home