Loading...
INSPIRASI
Penulis: Katherina Tedja 01:00 WIB | Kamis, 25 September 2014

Rongga Hati

Kebesaran-Nya cukup mengisi segenap rongga kosong hati kita.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Ada rongga kosong, luas dan dalam, pada setiap sanubari manusia. Rongga itu terus mengirimkan gaungnya, menuntut agar kehampaan tersebut dipenuhi. Bagaikan kekosongan sebuah bejana plastik, yang tumbang oleh angin, dan terantuk-antuk ke segala penjuru, menggapai, mencari….

Karena itu, kita melihat sekumpulan besar insan papa bergulat melemparkan selimutnya ketika fajar belum lagi mengantarkan semburat pertama, demi mempertahankan sebuah ruang, sebuah kubikel, yang memberinya jati diri. Berharap, merentak, menerjang, semata agar dapat berpindah ke kubikel yang lebih besar, syukur-syukur jika dapat memperoleh ruang berjendela di sudut. Hanya sebuah rongga kosong lain.

Dan kisah pun bergulir, bumi semakin panas oleh intrik dan fitnah yang disebut politik kantor. Ketika harta terlalu lamban terkumpul, jalan pintas terlampau menawan untuk ditampik.

Para orang-tua mencari jati diri di dalam diri anak-anaknya. Mengarahkan dan mendorong anak ke mana saja yang dipikirnya akan mendatangkan puja-puji bagi dirinya. ”Lihat… nilainya selalu baik. Anakku juara olimpiade fisika.” ”Sungguh mengagumkan,” timpal yang lain, ”anakku mendapatkan bea-siswa pertamanya di TK, ia harus menjadi dokter.” Mereka lupa, anak-anak bukan diri mereka….  

Para suami dan istri mencari jati diri pada belahan jiwanya. ”Ia adalah gadis yang telah kunikahi selama 20 tahun, lihatlah… tidak tampak jejak waktu pada senyum manisnya, bukan?” ”Ia adalah lelaki pilihan hati, aku selalu ada di sampingnya dalam susah dan senang, terbukti pilihanku tidak salah, kami telah pindah ke rumah yang lebih besar, kali ini lengkap dengan kolam renang dan kebun asri di belakang….”

Ketika kemesraan tidak lagi menggetarkan, maka Sang Lelaki  paruh baya berupaya mencari kebahagiaan dengan menggandeng gadis belia setengah usianya yang bukan kerabat, apa lagi anak. Dan pada zaman kesetaraan ini, wanita mapan merasa berhak pula meletakkan ikatan pernikahan sekaligus naluri keibuannya di pelataran rumahnya… mencari cinta dan naluri ”keibuan” yang lain. Sementara para remaja mengais nikmat pada makanan, kegemaran dan candu, bahkan pergaulan bebas.

”Semua itu sia-sia,” ratap Sang Bijak yang kaya-raya, Raja Sulaiman. Setelah merengkuh dunia dalam genggamannya, agaknya ia menyadari bahwa rongga kosong itu tidak dapat dipenuhi oleh apa pun di bawah matahari. Hanya Sang Pencipta Matahari yang bisa….

Tatkala kita datang bersimpuh di hadirat-Nya, rongga menganga itu seketika terisi, tumpat dan penuh dalam tenteram damai. Apa yang telah kita miliki, menjadi percik bunga api di langit malam. Indah dan menakjubkan. Karier yang dilakoni karena panggilan Ilahi…. Nikmat keluarga sakinah oleh anugerah-Nya…. Kemampuan yang diberikan-Nya begitu bernilai ketika dimanfaatkan bagi kesejahteraan bumi Tuhan… semua itu membawa kita pada kepuasan sejati.

Dan apa yang tidak kita miliki… kekurangan dan dahaga kita… sungguh, itu bukan lagi aib dan kegetiran. Kebesaran-Nya cukup mengisi segenap rongga kosong hati kita.

Betapa hidup dapat menjadi begitu berarti dan menyenangkan… jika kita tahu ke mana harus berpaling!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home