Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 16:22 WIB | Selasa, 18 Oktober 2016

Rugi Rp 800 M, Presiden Tetap Ingin BBM Satu Harga di Papua

Presiden Joko Widodo (kedua dari kiri) saat melihat langsung pesawat pengangkut BBM Air Tractor AT-802 di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, hari Selasa (18/10). (Foto-foto: BPMI Setpres)

YAHUKIMO, SATUHARAPAN.COM - Kebijakan BBM satu harga di Papua merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan guna mewujudkan sila kelima Pancasila sekaligus mendorong perekonomian Papua ke arah yang lebih baik.

Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan kebijakan BBM satu harga di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, hari Selasa (18/10).

Presiden Jokowi menyadari, bahwa untuk mewujudkan kebijakan BBM satu harga tersebut dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar untuk menyalurkan BBM tersebut ke wilayah Papua yang masih sulit dijangkau oleh layanan transportasi umum.

Presiden menerima laporan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, yang mengatakan bila kebijakan tersebut diterapkan di Papua, maka Pertamina akan menderita kerugian sebesar Rp 800 miliar. Namun, Presiden Jokowi bertekad untuk mewujudkan kebijakan tersebut dan menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya.

Salah satu solusi yang disebutkan Presiden ialah dengan melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.

"Saya sampaikan, ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah Rp 800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu Rp 6.450 per liter untuk premium," kata Presiden Jokowi di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, hari Selasa (18/10).

Presiden juga meyakini bahwa Pertamina mampu mengemban tugas ini dengan baik melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan yang ada. Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.

"Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memperoleh hak-hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM," katanya.

Menurut Jokowi, upaya mewujudkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat tersebut tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah dan BUMN saja, tapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah daerah misalnya, Presiden meminta pemerintah daerah untuk turut berperan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan.

"Kadang-kadang kebijakan itu pelaksanaan di lapangan tidak diikuti. Bisa terjadi salah pengertian. Kapolda di sini juga harus ikut mengawasi betul-betul harga itu memang sampai di masyarakat," katanya.

Pantau Harga Pengecer

Selain itu, Presiden juga meminta Pertamina untuk menyoroti harga BBM di tingkat penyalur dan pengecer. Presiden tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga yang terlalu besar bila BBM tersebut telah sampai di tangan masyarakat.

"Saya juga titip, harga di APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) saya harapkan juga sama ketika sampai di masyarakat. Jangan sampai nanti dibeli segelintir orang untuk dijual lagi dengan harga yang berbeda. Itu yang saya tidak mau. Harganya harus harga di masyarakat, jadi cara penyalurannya harus benar," katanya.

Presiden pun memastikan akan selalu memantau harga-harga di tingkat penyalur dan pengecer di Papua. Terhadap semua kabupaten ataupun wilayah yang ada di Papua, Presiden kembali menegaskan bahwa hanya satu harga BBM yang berlaku.

"Saya selalu cek kalau ada hal-hal seperti ini sehingga masyarakat mendapatkan harga yang sama. Seperti di Paniae, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintan, di Jayawijaya, dan Lani Jaya saya harapkan juga sama," katanya.

Untuk itu, Presiden Jokowi meminta kebesaran hati dan kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut. Presiden masih memberikan toleransi terhadap kenaikan harga BBM di tingkat pengecer selama masih berada dalam batas kewajaran.

"Di luar pom bensin harganya naik sedikit wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tapi kalau harganya (premium) kemudian menjadi Rp 25.000 per liter, itu tidak wajar. Harganya ada yang Rp 40.000 itu juga tidak wajar karena belinya hanya Rp 6.450 per liter. Itu yang menjadi catatan saya," kata Presiden sekaligus menutup sambutan.

Turut hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Gubernur Papua Lukas Enembe. (Setpres)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home