Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 12:05 WIB | Kamis, 25 Juli 2019

Rukam, Buah Langka Mulai Dikembangkan di Arboretum Aek Nauli

Rukam (Flacourtia rukam, Zoll. & Moritzi). (Foto: Michael Hermann/Wikipedia)

SATUHARAPAN.COM –  Tak banyak orang tahu, atau bahkan pernah mendengar nama rukam. Buah rukam matang yang berwarna merah tua, hanya dikenal anak-anak pada dekade 50. Buah rukam, atau rukem, yang berdaging keputih-putihan, banyak mengandung air, dengan rasa buah manis-asam, acap dijumpai dijual di pasar pada dekade itu. Orang biasanya memijit-mijit buahnya terlebih dulu sebelum mengonsumsinya, untuk membuang rasa sepat.

Rukam memang tidak sepopuler manggis, duku, atau rambutan, yang ditanam masyarakat. Karena tidak populer itu pula kelestariannya terancam. Padahal, tanaman rukam mempunyai banyak manfaat. Selain bahan membuat manisan dan bumbu, rukam juga mempunyai khasiat obat, seperti diare dan gangguan pencernaan.

Sejak tahun 2018, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli di Pematang Siantar, Sumatera Utara, dalam siaran pers yang dilansir situs resmi menlhk.go.id pada Mei 2019, menyebutkan mulai mengembangkan rukam dan sembilan jenis pohon buah hutan khas Batak lain di Taman Etnobotani yang dibangun di Arboretum Aek Nauli. Hal itu dilakukan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan buah lokal.

Peneliti BP2LHK Aek Nauli, Dr Aswandi mengatakan, di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, rukam mulai langka karena jarang dibudidayakan dan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Buah-buahan impor dari luar negeri yang beredar bebas di pasaran ikut mengancam keberadaan serta kelestarian jenis-jenis buah lokal termasuk rukam.

Upaya konservasi dan pengembangannya, menurut Aswandi, adalah upaya untuk melestarikannya. Tahap awal untuk melakukan konservasi dan pengembangan adalah eksplorasi, karakterisasi, dan seleksi.

“Tidak adanya upaya penanaman kembali semakin memperburuk kelestarian rukam. Karena itu sejak tahun 2018 BP2LHK Aek Nauli mengembangkan rukam serta sembilan jenis pohon buah hutan khas Batak lain di Taman Etnobotani yang dibangun di Arboretum Aek Nauli,” tutur Aswandi.

Jenis-jenis pohon buah tersebut diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Jenis pohon buah ini telah ditanam untuk memperkaya koleksi Arboretum Aek Nauli yang telah ditanami jenis-jenis endemik dataran tinggi Danau Toba, seperti kayu kapur dan kemenyan.

Pemerian Botani Rukam

Rukam, yang memiliki nama ilmiah Flacourtia rukam, Zoll. & Moritzi, dengan nama sinonim Flacourtia euphlebia, mengutip dari Wikipedia, adalah tumbuhan asli Kepulauan Nusantara.

Rukam bertipe buah buni, bentuknya bulat, bulat gepeng, sampai bulat, berdiameter 2-2,5 cm. Warnanya jika masih muda, hijau muda yang kemudian berubah menjadi merah jambu atau hijau-lembayung, sampai merah tua.

Tumbuhan pohon ini dapat mencapai ketinggian 20 meter. Batang dan cabang-cabang biasanya berlekuk (bengkok-bengkok) dan beralur. Pada batang rukam  terdapat duri-duri yang panjangnya bisa mencapai 10 cm.

Daun rukam berbentuk bulat telur lonjong atau lonjong melanset dengan panjang antara 10 – 18 cm dan lebar antara 4 – 9 cm. Pinggiran daun bergerigi kasar. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua mengkilat. Saat masih muda daun pohon rukam berwarna merah kecokelatan.

Perbungaan rukam berbentuk tandan dengan sedikit bunga, berukuran pendek, berada di ketiak daun, berbulu halus. Panjang gagang bunga 3-4 mm. Bunga rukam berwarna kuning kehijau-hijauan, umumnya berkelamin tunggal.

Rukam termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh semainya. Dalam waktu dua minggu sudah berkecambah, namun pertumbuhan berikutnya terhitung  lambat.

Menurut situs web Useful Tropical Plants, tropical.theferns.info, rukam dapat dijumpai di kawasan tropis di daerah Asia Tenggara dan juga India. Di daerah penyebarannya, rukam dikenal dengan banyak nama lokal, seperti ta khop thai (Thailand), rukam manis, rukam gajah, rukem (Malaysia), jawa rukamu (Jepang). Di Filipina, rukam juga dikenal dengan nama rukam.

Di Indonesia, rukam disebut juga rukem, ganda rukem, gerendang (Jawa), klang tatah kutang (Kalimantan). Dalam bahasa Inggris, buah rukam disebut indian prune.

Tumbuhan ini mempunyai adaptasi yang cukup terhadap kisaran suhu, curah hujan dan kondisi tanah, namun tidak tahan terhadap kondisi es dan salinitas. Pohon ini tumbuh di daerah tropika basah sampai pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan air laut. Namun, di alam liar, rukam ditemukan dapat tumbuh pada ketinggian 2.100 meter. Habitat alaminya di hutan primer dan sekunder, di sepanjang sungai, di tempat teduh, serta di bawah sinar matahari penuh..

Di Indonesia, rukam tumbuh di pulau Sumatera, Bangka, Belitung, Jawa, dan Kalimantan.

Manfaat dan Khasiat Rukam

Rukam, seperti dapat dibaca dalam tulisan “Rukam, Kekayaan Hayati yang Dilupakan”, Satuharapan.com, 19 Oktober 2016, biasanya dimanfaatkan sebagai bahan rujak, salad buah dengan saus pedas, atau acar. Rukam juga dapat diolah menjadi manisan atau selai.

Kajian literatur Hendro Sunarijono dalam proseanet.org menyebutkan daun mudanya dimakan mentah sebagai lalap. Buah yang belum matang, mengutip dari tropical.theferns.info, kaya akan kandungan tanin, dimanfaatkan untuk obat tradisional diare dan disentri. Jus dari daun dimanfaatkan untuk obat radang kelopak mata.

Jika di Indonesia rukam tak banyak lagi dikenal orang, berbeda halnya dengan di Filipina. Rukam tercatat akrab dalam tradisi pengobatan masyarakat Filipina. Kajian literatur Hendro Sunarijono dalam proseanet.org, menyebutkan rebusan akar rukam dimanfaatkan oleh wanita setelah melahirkan.

Analisis dari bagian yang dapat dimakan di Filipina menunjukkan komposisi per 100 gram rukam mengandung  air 77 g, protein 1,7 g, lemak 1,3 g, karbohidrat 15 g, serat 3,7 g, abu 0,8 g, dengan nilai energi 345 kJ / 100 g.

Kayu rukam keras dan kuat, dapat digunakan untuk membuat perabot rumah tangga, seperti alu dan mebel.

Di Bali, mengutip dari forestryinformation.wordpress.com, khususnya terdapat anggapan masyarakat bahwa buah rukem dapat dimanfaatkan sebagai penambah stamina khusus pria (afrodisiak). Obat tradisional ini, yang kemungkinan bekerja secara hormonal maupun nonhormonal karena pada umumnya cara kerja obat tradisional belum bisa diungkapkan secara terperinci seperti halnya obat modern.

Berbagai literatur menyebutkan, buah rukam mengandung senyawa antara lain flavonoid, terpen, dan saponin.

Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antimikroba, antibakteri, dan antifungi. Terpen banyak ditemukan sebagai bahan aktif ideal pestisida alami. Selain itu terpen berfungsi sebagai antibakteri, antivirus, serta pestisida dan insektisida. Sedangkan senyawa saponin berfungsi sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, pestisida, molluscisida, dan insektisida.

Senyawa pada rukam juga diketahui memiliki efek antiparasitik, yaitu yang berpotensi untuk mengobati penyakit cacing mata (thelaziasis) pada ternak sapi.

Kini, rukam nyaris tinggal nama. Hampir tidak pernah lagi dijumpai rukam dijual di pasar, bahkan di pasar tradisional di kota-kota kecil. Pohon rukam bisa jadi hanya dijumpai di hutan-hutan, seperti dapat dibaca di hasil penelitian Francisca Murti Setyowati dan Mulyati Rahayu (Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI), “Keanekaragaman dan Pemanfaatan Tumbuhan di Pulau Nusakambangan – Cilacap, Jawa Tengah”, yang dimuat di dalam Jurnal Teknologi Lingkungan BPPT.

Rukam juga masih dijumpai di hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, seperti dapat dibaca di dalam penelitian Ruddy Polosakan dan Laode Alhamd, “Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Pohon di Hutan Pameungpeuk – Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi”.

Menilik khasiatnya sebagai obat pula, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli di Pematang Siantar, Sumatera Utara, mulai melestarikannya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home