Loading...
RELIGI
Penulis: Wim Goissler 16:42 WIB | Kamis, 22 Maret 2018

Rumah Ibadah Agama Baha'i akan Dibangun di Papua Nugini

Walau tidak ada satu negara pun yang mayoritas penduduknya beragama Baha'i, ia merupakan agama yang paling tersebar di seluruh dunia setelah agama Kristen
Rumah Ibadah Agama Baha'i akan Dibangun di Papua Nugini
Gambar seni rencana rumah ibadah agama Baha'i di Port Moresby, Papua Nugini (Foto-foto: Baha'i World News Service)
Rumah Ibadah Agama Baha'i akan Dibangun di Papua Nugini
Gambar seni rencana rumah ibadah agama Baha'i terdiri dari sembilan pintu.
Rumah Ibadah Agama Baha'i akan Dibangun di Papua Nugini
Peresmian peluncuran rencana pembangunan rumah ibadah agama Baha'i di Port Moresby.
Rumah Ibadah Agama Baha'i akan Dibangun di Papua Nugini
Gambar seni rencana rumah ibadah Baha'i.

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Komunitas Internasional Agama Bahá'í meluncurkan proposal untuk pembangunan rumah ibadah agama Bahá'í di Papua Nugini. 

Sebuah perayaan telah diadakan di tempat rumah ibadah itu akan dibangun di ibukota Port Moresby pada hari Rabu (21/03), sebagaimana disiarkan oleh situs Baha'i World News Service. Acara itu sekaligus memamerkan gambar-gambar dan skema rencana rumah ibadah itu, bertepatan dengan Tahun Baru Bahá'í. 

Agama Baha'i masuk ke Papua Nugini pada tahun 1950-an, diperkenalkan oleh Rodney Hancock, warga Selandia Baru, yang juga hadir pada acara tersebut.

Agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia, lahir di Iran pada abad 19, dirintis oleh Bahá'u'lláh. Dewasa ini jumlah penganutnya diperkirakan mencapai enam juta orang berdiam di lebih dari 200 negara di dunia.

"Dalam kitab Baha’i, Rumah Ibadah digambarkan sebagai pusat kolektif masyarakat untuk mempromosikan kasih sayang,” kata Konfusius Ikoirere, Sekretaris Nasional Komunitas Baha'i Internasional, dalam sambutannya. "Ia berdiri sebagai tempat ibadah universal yang terbuka untuk semua penduduk  wilayah, terlepas dari agama, latar belakang, etnis, atau gender mereka," ia menambahkan.

Ikoirere juga berbicara tentang pentingnya tempat ibadah untuk membangun masyarakat dan merepresentasikan koherensi antara layanan dan ibadah dan keunikan dalam sejarah agama.

Bangunan megah yang direncanakan itu merupakan satu dari dua rumah ibadah baru agama Baha'i yang akan dibangun dalam tahun-tahun mendatang. Arsitekturnya terinspirasi dari seni tenun, dengan visi bahwa ia akan menjadi rumah yang mempersatukan ibadah dan menemukan inspirasi bagi rakyat Papua Nugini.

Menurut catatan Wikipedia, dalam ajaran Bahá'í, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan yang disebut para "Perwujudan Tuhan".

Pendiri agama ini, Bahá'u'lláh dianggap sebagai Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama-agama di dunia, dengan misi meletakkan fondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Bahá'í pasti akan datang.

Menurut Wikipedia, umat Bahá'í tidak menganggap "persatuan" sebagai suatu tujuan akhir yang hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya diselesaikan lebih dahulu, tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai langkah pertama untuk memecahkan masalah-masalah itu. Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá'í yang menganjurkan agar semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses musyawarah. 

Rumah ibadah yang direncanakan itu dirancang oleh arsitek Henry Lape dan Saeed Granfar. Di hadapan 500 orang yang hadir di acara tersebut, mereka menjelaskan tantangan untuk mencari tema universal di negara dengan lebih dari 700 kelompok budaya yang berbeda. 

Berkaca pada limpahan benda-benda tenun di Papua Nugini, para arsitek membandingkan kerajinan tenun dengan proses membangun kesatuan, dengan untaian individu bersatu untuk menciptakan objek yang lebih kuat daripada bagian-bagiannya.

Bentuk rumah ibadah dengan kapasitas 350 orang ini mengadopsi format sembilan sisi tradisional dari semua rumah ibadah Bahá'í, yang bermanifestasi dalam sembilan pintu masuk dengan atap bertingkat.  Rumah ibadah ini akan menjadi bagian dari  sembilan rumah ibadah yang sudah ada, yakni di Jerman, Uganda, Australia, Panama, Samoa, India, Chili, Kamboja, dan Amerika Serikat.

Acara peluncuran rencana pembangunan ini antara lain diisi oleh tari sakral oleh kelompok penari dari desa Madina, desa tempat penduduk asli pertama yang menganut agama Baha'i. Sedangka pembukaan selubung gambar rumah ibadah, dilakukan oleh
Rodney Hancock.

Menurut The World Almanac and Book of Facts 2004, Kebanyakan penganut Bahá'í hidup di Asia (3,6 juta), Afrika (1,8 juta), dan Amerika Latin (900.000). Menurut beberapa perkiraan, masyarakat Bahá'í yang terbesar di dunia adalah di India (2,2 juta), Iran (350.000), dan Amerika Serikat (150.000). 

Walau tidak ada satu negara pun yang mayoritasnya beragama Baha'i, agama yang termasuk rumpun agama Abrahamik ini merupakan agama yang paling tersebar di seluruh dunia setelah agama Kristen. Agama Bahá'í ada di 247 negeri di seluruh dunia,  berasal dari lebih dari 2.100 suku, ras, dan suku bangsa. Kitab suci Bahá'í telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 800 bahasa.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home