Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 17:08 WIB | Selasa, 06 Oktober 2015

Rupiah Melejit ke Rp 14.250 Ditopang Rencana Penurunan Harga BBM

Tim PT Pertamina saat meninjau langsung kesiapan operasi menjelang peluncuran BBM jenis Pertalite di SPBU Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat. Adanya gagasan untuk menurunkan harga BBM turut menopang penguatan nilai tukar rupiah hari ini (8/10) (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM -  Rupiah melejit  dengan lonjakan terbesar sejak Mei 2012 sementara Bursa Efek Indonesia ditutup dengan indeks tertinggi sejak bulan Agustus, di tengah tanda-tanda investor mulai kembali lagi memburu aset-aset perusahaan Indonesia.

Rupiah melonjak 1,7 persen dan ditutup pada Rp 14.250 per dolar AS, seperti dilaporkan oleh Bloomberg hari ini (8/10). Lonjakan ini menyusul kenaikan  sebanyak 2,2 persen sebelumnya, sebagaimana ditunjukkan oleh transaksi di bank-bank lokal. Rupiah menguat 2,7 persen minggu ini, memperkecil total penurunan tahun ini menjadi 13 persen.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 2,4 persen, menyusul kenaikan 3,2 persen kemarin (5/10).

Mata uang rupiah berada terdepan dalam lonjakan nilai tukar mata uang Asia hari ini di tengah spekulasi Federal Reserve yang akan menunda menaikkan suku bunga sampai tahun depan. Menurut Michael Hasenstab, yang mengawasi 30 dana investasi dengan portofolio US$ 130 miliar di Franklin Templeton, San Mateo, California, ada kesempatan multidekade di pasar yang sedang bangkit (emerging market) termasuk Indonesia,  menyusul aksi jual baru-baru ini.

Presiden Joko Widodo pekan lalu meminta PT Pertamina untuk menghitung ulang harga BBM dalam negeri sebagai bagian dari deregulasi tahap III yang akan diumumkan pada hari Kamis.

"Rupiah  penerima manfaat besar dari fund manager yang mulai membeli aset di emerging-market pada valuasi murah," kata Saktiandi Supaat, kepala riset valas di Malayan Banking Bhd. di Singapura.

"Semua langkah-langkah pemerintah dan bank sentral menunjukkan ketekunan mereka dalam mendukung rupiah."

Dana asing keluar dari pasar modal RI mencapai US$ 1,2 miliar dan Rp 11,86 triliun dari pasar obligasi berdenominasi rupiah kuartal lalu di tengah gelombang penjualan besar-besaran menyusul melambatnya ekonomi Tiongkok dan spekulasi kian dekatnya The Fed menaikkan bunga.

Hari ini IHSG ditutup menguat  7,9 persen sejak ditutup pada angka terendah selama dua tahun terakhir pada 28 September lalu.

"Ada campuran investor lokal dan investor asing yang kembali ke pasar karena sentimen berubah menjadi lebih baik," kata Ikhwani Fauzana, kepala suku perdagangan di PT Bank Negara Indonesia di Jakarta.

Bank Indonesia mulai melakukan intervensi di pasar onshore forwards  bulan ini, dan juga berusaha untuk mengekang pasokan jangka pendek rupiah di pasar lokal untuk membendung pembelian dolar. Otoritas moneter melihat nilai fundamental rupiah semestinya Rp 13.300 hingga 13.700, sebagaimana dikatakan Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada 30 September.

Supaat dari Maybank memperkirakan rupiah masih bisa merosot ke Rp 15.000  pada akhir tahun, tapi ia mengatakan kebijakan bank sentral untuk menstabilkan rupiah dan tekad pemerintah dalam menarik investasi dapat membawa lebih dekat ke Rp 14.500.

"Tidak ada sesuatu yang mendasar yang terjadi," kata Sean Yokota, Kepala Strategi Asia di Skandinaviska Enskilda Banken AB, Singapura. Menurut dia penguatan rupiah hanya bersifat sementara.

Saham PT Astra International, perusahaan otomotif dan  mengoperasikan sejumlah tambang, melonjak 11,3 persen, memberikan dorongan terbesar pada naiknya IHSG. Saham PT Bank Mandiri naik 8,5 persen dan PT Bank Central Asia menguat 3,2 persen.

"Investor melihat tanda-tanda bahwa rupiah telah stabil dan tidak akan menurun secara signifikan lebih lanjut," kata Kim Kwie Sjamsudin, kepala penelitian di PT Yuanta Securities Indonesia di Jakarta. "Setelah itu terlihat stabil, orang akan menemukan valuasi saham Indonesia menarik."

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home