Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 09:03 WIB | Kamis, 09 Juli 2020

Rusia dan China Veto Resolusi Bantuan Kemanusiaan ke Suriah

Sidang di Dewan Keamanan PBB, di New York. (Foto: dok. Reuters)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Rusia dan China memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang akan memperpanjang otorisasi untuk bantuan kemanusiaan lintas-perbatasan di Suriah selama satu tahun, meskipun Moskow dengan cepat mengusulkan perpanjangan yang lebih terbatas.

Jerman dan Belgia, dua dari anggota tidak tetap DK PBB menyusun resolusi itu, yang akan memungkinkan bantuan untuk terus melewati dua titik di perbatasan Turki tanpa campur tangan dari Damaskus.

Di luar Rusia dan China, 13 anggota dewan lainnya memilih untuk menyetujui rancangan tersebut, kata para diplomat. Selama negosiasi, Moskow telah meminta agar perpanjangan dibatasi hingga enam bulan, bukan satu tahun, dan bahwa perpanjangan hanya diizinkan pada satu perbatasan, bukan dua, kata mereka.

"Rancangan resolusi belum diadopsi," kata Duta Besar Jerman untuk PBB, Christoph Heusgen, penjabat presiden badan itu pada bulan Juli, dikonfirmasi dalam sepucuk surat kepada anggota Dewan.

Veto ke-15 Rusia

Segera setelah pemungutan suara, Rusia mengusulkan rancangan resolusi sendiri dengan mengulangi seruan untuk perpanjangan enam bulan, menggarisbawahi peningkatan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan di bawah kendali rezim Suriah, dan mengecualikan titik masuk ke Suriah di Bab Al-Salam. Hasil pemungutan suara pada resolusi itu akan diketahui pada hari Rabu (7/7), waktu New York.

Otorisasi untuk bantuan kemanusiaan lintas batas telah ada sejak 2014, dengan perpanjangan berkala. Perpanjangan terbaru berakhir pada hari Jumat lalu. Pemungutan suara hari Selasa adalah yang ke-15 kalinya Rusia menggunakan hak vetonya sejak dimulainya perang Suriah pada tahun 2011, dan yang kesembilan untuk China.

Mereka berpendapat bahwa otorisasi PBB melanggar kedaulatan Suriah, dan bahwa bantuan dapat semakin disalurkan melalui otoritas Suriah. Namun negara-negara Barat dan sekretariat PBB bersikeras bahwa bantuan lintas batas adalah satu-satunya pilihan yang kredibel, dan bahwa pasokan bantuan akan menghadapi banyak hambatan jika mereka harus melewati kendali Damaskus.

Veto itu merupakan "perkembangan yang sangat negatif," kata seorang diplomat Eropa dengan syarat anonimitas. "Mereka ingin mencekik penduduk lebih banyak lagi," kata diplomat itu, seraya menambahkan bahwa bantuan "tidak dapat menjangkau penduduk dari satu titik masuk.

"Bersikeras hanya pada satu titik masuk adalah sinis dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat," kata sumber itu. Titik masuk di Bab Al-Hawa memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan kepada tiga hingga empat juta orang yang tinggal di wilayah Idlib yang dikuasai oposisi.

Komite Penyelamatan Internasional dengan cepat mengecam veto oleh Rusia dan China. "Memblokir akses ke makanan, pasokan perawatan kesehatan, vaksin, dan ventilator tidak dapat diterima kapan saja, apalagi pada tahun COVID-19, itu bahkan lebih tercela," kata presiden IRC, David Miliband, dalam sebuah pernyataan.

Rakyat Suriah Menderita

Setelah pemungutan suara, China menjelaskan bahwa mereka juga mendukung mempertahankan otorisasi lintas batas. Vetonya adalah karena penolakan Jerman dan Belgia untuk mempertimbangkan permintaannya untuk pernyataan yang mengecam sanksi sepihak Amerika Serikat yang dijatuhkan pada Suriah, kata diplomat China.

Pada bulan Januari, Moskow, sekutu terdekat Suriah, berhasil mengurangi titik masuk dari empat menjadi dua dan membatasi otorisasi menjadi enam bulan, bukan satu tahun, seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Dalam sebuah laporan pada akhir Juni, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan perpanjangan satu tahun penggunaan dua titik masuk. Guterres mengatakan bahwa sejak 2014, 4.774 truk telah menggunakan titik masuk di Bab Al-Salam dan 28.574 menggunakan Bab Al-Hawa.

Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh PBB di Jenewa pada hari Selasa (7/7), situasi kemanusiaan di provinsi Idlib adalah bencana. "Ekonomi Suriah hancur," kata Hanny Megally, salah satu penulis laporan itu. "Negara ini berada dalam konflik sembilan tahun. Orang-orang menderita." (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home