Loading...
HAM
Penulis: Melki Pangaribuan 19:08 WIB | Sabtu, 11 Februari 2017

Sejuk Sesalkan Kekerasan Massa FPI Terhadap Jurnalis

Ilustrasi. Massa aksi 4 November 2016 melarang liputan Metro TV dan Kompas. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) sangat menyesalkan terulangnya insiden kekerasan terhadap jurnalis ketika meliput aksi-aksi yang melibatkan massa Front Pembela Islam (FPI).

Pada aksi 112 terjadi pengusiran, intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis Kompas TV, Metro TV dan Global TV. Dua video yang beredar di media sosial menunjukkan detik-detik pengusiran massa aksi terhadap mobil Kompas TV bernomer polisi B 1032 PZJ.

Peristiwa itu terjadi setelah salat Isa, ketika mobil Kompas TV hendak memasuki lokasi aksi, Masjid Istiqlal, Jakarta, hari Jumat (10/2) sekitar pukul 20.15 WIB. Bahkan, menurut laporan yang dihimpun Sejuk sebagian massa melemparkan botol air kemasan ke arah mobil TV swasta tersebut.

Sementara dalam laporan lainnya, di tempat yang sama reporter Metro TV Desi Bo mendapat serangan dari massa aksi 112 hari Sabtu (11/2) pagi. Jurnalis Metro TV ini mendapat hantaman di bagian kepalanya oleh massa aksi ketika sedang meliput. Sedangkan rekan kerjanya yang bertugas sebagai kameramen Metro TV, Ucha, dipukul dengan bambu, ditendang dan diludahi.

Tidak berhenti di situ, kameramen Global TV, Dino, merasa tertekan dan “terintimidasi” karena massa aksi 112 mengerubungi sambil terus bertanya-tanya kepadanya. Hal itu terjadi karena saat melaporkan untuk medianya Dino hanya menyebut Rizieq Shihab tanpa menyertakan gelar habib.

“Maka dari itu Sejuk menuntut kepolisian benar-benar tegas mengusut tuntas seluruh kasus pengusiran, intimidasi, dan kekerasan yang menimpa para jurnalis di atas. Hukuman yang maksimal harus diberikan kepada para pelaku yang main hakim sendiri, sebab tindakan massa aksi yang melibatkan FPI ini tidak hanya terjadi kali ini,” kata Direktur Sejuk, Ahmad Junaidi, hari Sabtu (11/2).

Pada aksi 411, massa aksi juga melakukan kekerasan terhadap jurnalis Kompas TV, Kompas.com, Metro TV dan BeritaSatu. Sementara, beberapa hari sebelum aksi 212 jurnalis Tirto.id mengalami pemukulan dan bersama rekan jurnalis lainnya dari Gatra dan JPNN mereka diintimidasi dan diusir dari lokasi, dekat markas FPI Petamburan (30/11/2016). Sedangkan di aksi 212 jurnalis Metro TV disoraki dan diusir massa.

Menurut Sejuk, dengan begitu, rentetan insiden yang menghalang-halangi kerja jurnalistik di atas merupakan bentuk ancaman kebebasan pers yang sangat serius. Aparat tidak bisa melepaskan para pelaku dari jerat hukum. Sebab, pembiaran akan membuat mereka terus-menerus merasa bahwa apa yang diperbuatnya sah.

Untuk itu, penggunaan Pasal 18 ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers harus diberlakukan untuk menjerat para pelaku kekerasan terhadap jurnalis ketika bertugas. Pasal itu menegaskan, bahwa tindakan melawan hukum dengan sengaja yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas-tugas jurnalistik dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

“Semoga tidak lagi terjadi insiden serupa,” katanya.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home