Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 11:48 WIB | Rabu, 11 Januari 2017

Sekjen PKB: Pelatihan Bela Negara Harus Minim Kesan Militeristik

Sekretaris Jendral DPP PKB Abdul Kadir Karding. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM –  Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB H Abdul Kadir Karding memandang pelatihan bela negara terhadap FPI oleh TNI, sebagai hal yang tak perlu direaksi berlebihan karena bisa jadi materi cinta tanah air, toleransi dan disiplin yang disampaikan pada pelatihan, mengubah kelompok yang anti kemajemukan, menjadi toleran. Pandangan itu disampaikannya di sela-sela rapat Fraksi PKB DPR RI hari Rabu (11/1).

“Syaratnya, Diklat bela negara lebih menekankan kepada memahami Pancasila, kebhinekaan, dan pemahaman agama yang rahmatan lil'alamin,” kata Karding. Untuk itu, kesan militeristik pelatihan bela negara dengan berbagai atributnya, harus diminimalisir.

Idealnya, Diklat bela negara, menurut anggota Komisi III DPR RI itu, 80 persen materi soal sejarah perjuangan, konstitusi, persatuan, dan resolusi konflik. Sisanya, penguatan disiplin dengan baris berbaris dan upacara.

Untuk mengembangkan semangat persatuan, kata Karding, pelaksanaan Diklat seharusnya dilakukan dengan peserta yang beragam, tidak oleh satu kelompok ormas saja.

Berdasar pengalamannya mengisi berbagai pelatihan Empat Pilar yang dijalankan MPR, Karding mencermati di beberapa tempat, memang terjadi pendangkalan pemahaman soal Pancasila. Karenanya Ketua FPKB MPR itu mengharap pelatihan bela negara dapat meningkatkan penghayatan terhadap Pancasila, sehingga semangat menjaga persatuan dan kebhinekaan di Indonesia terus terjaga.

Namun begitu, program Bela Negara harus ditopang dengan landasan hukum yang jelas, karena bila tidak ada aturan yang gamblang hanya akan menimbulkan kontroversi. Termasuk isu militerisasi melalui organisasi-organisasi paramiliter yang dapat membahayakan semangat demokrasi di Indonesia. Dengan regulasi yang jelas maka ukuran dan prasyaratnya juga akan menjadi jelas.

Menurut Karding, program bela negara tidak bisa hanya bertumpu pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

“Ayat tersebut, harus diatur melalui peraturan atau regulasi setingkat Undang-Undang,” kata dia.

“Tidak adanya landasan hukum yang lebih detil, konsep dan tujuan program bela negara menjadi tak jelas”.

Untuk itu, Karding menyarankan walau program bela negara gagasan awal disodorkan oleh Kementriaan Pertahanan, dalam pelaksanaannya karena  terkait dengan masyarakat sipil, pelaksanaan pendidikan dan pelatihannya, seharusnya dilakukan oleh kementrian yang berkaitan dengan pendidikan dan atau pemuda.

Bahkan, menurutnya bila memang serius, program bela bela negara, bisa lebih diarahkan untuk mengembangkan kepolisian masyarakat, dengan melibatkan warga dalam menjaga keamanan di lingkungannya masing-masing.

“Melalui program yang paling kongkrit, penanganan narkoba yang menjadi ancaman nyata bagi negara yang mulai masuk ke kampung-kampung,” kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home