Loading...
HAM
Penulis: Prasasta Widiadi 11:14 WIB | Kamis, 09 Maret 2017

Sekjen WCC Berpartisipasi di Dialog Antariman PBB

Sekretaris Jenderal (Sekjen) dari World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia, Olav Fykse Tveit. (Foto: oikoumene.org)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal (Sekjen) dari World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia, Olav Fykse Tveit, berpartisipasi dalam acara pertemuan ke-34 Dewan Hak Asasi Manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB).

Acara yang berlangsung pada hari Senin (7/3) itu membahas topik “Mutual Respect and Peaceful Coexistence as a Condition of Interreligious Peace and Stability: Supporting Christians and Other Communities” (“Komunitas Antariman yang Saling Menghormati dan Hidup Berdampingan Secara Damai dalam Berbagai Kondisi dan Saling Mendukung”. 

Tveit mengatakan dalam menghormati orang lain dengan identitas atau kelompok iman yang berbeda, seseorang harus menyadari dia memiliki kebutuhan mendasar yang sama.

“Ini adalah kenyataan bahwa kita harus peduli dengan hal ini, dan kita melakukannya dengan bertanggung jawab,” kata Tveit dalam pertemuan tersebut.

Dia mengajak seluruh peserta konferensi tersebut untuk saling menghormati dan berbagi ide. Menurut dia, saling menghormati adalah salah satu pendekatan penting. Pada acara tersebut, pembicara yang hadir merupakan perwakilan dari sejumlah kelompok agama yang ada di dunia.

Tveit mengatakan di sejumlah negara telah terdapat banyak contoh konflik yang berujung kepada kematian, tapi dalam kesempatan tersebut memiliki kesempatan baru untuk mengatasi masalah ketidakadilan secara komprehensif dan kolaboratif.

Tveit mengatakan untuk mencapai tujuan perdamaian dibutuhkan dukungan dan kolaborasi internasional untuk membawa rasa aman kepada kelompok-kelompok agama yang berbeda di negara-negara seperti Irak dan Suriah.

“Saya tidak ingin menyebut mereka minoritas,” kata Tveit. “Mereka adalah pemilik negeri itu. Itu adalah rumah mereka,” kata dia.

Tveit mengatakan hak untuk mempercayai Tuhan, dan mempraktikkan ajaran agama, merupakan hak manusia paling mendasar.

“Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan perlindungan, jaminan sosial, kebutuhan mendapatkan air, makanan, dan segala sesuatu yang dasar untuk kehidupan manusia,” kata Tveit.

Kesetaraan dalam kewarganegaraan adalah solusi berkelanjutan yang diperlukan untuk perdamaian, kata dia. “Kita tidak bisa mengelompokkan setiap orang dan membeda-bedakan hak yang seharusnya diterima seseorang terhadap yang lain,” kata dia. (oikoumene.org)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home