Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 09:02 WIB | Sabtu, 06 Februari 2016

Sekretaris Dewan Kerohanian Matakin Kenang Saat Gus Dur Perjuangkan Imlek

Sekretaris Dewan Kerohanian Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo (kiri) saat menjadi pemateri di Forum Jumatan Gusdurian Jakarta, Gus Dur dan Imlek, di Wahid Institute, Jakarta, hari Jumat (5/2). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Dewan Kerohanian Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo mengenang kembali saat mantan presiden keempat Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berperan besar bagi umat Khonghucu yang diperbolehkan kembali merayakan Tahun Baru Khonghucu atau yang lazim disebut orang Indonesia dengan Tahun Baru Imlek.

“Kenapa Gus Dur bisa tahu membela (pemeluk Khonghucu dan etnis Tionghoa, Red) dengan baik, karena Gus Dur sudah lama berinteraksi dengan masyarakat Tionghoa,” kata Budi dalam Forum Jumatan Gusdurian Jakarta dengan Tema: Gus Dur dan Imlek, di Wahid Institute, Jl. Taman Amir Hamzah, Jakarta,  hari Jumat (5/2).

Budi menceritakan awal pertemuan dengan Gus Dur, yang kala itu masih aktif di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yakni saat mengundang Gus Dur sebagai pemberi materi dalam seminar di tempat Budi berkuliah. Budi menceritakan Gus Dur pernah membuat pernyataan bahwa setiap Muslim sebagai mayoritas wajib melindungi minoritas, dan dia akan melaksanakan hal tersebut.

Budi menjelaskan saat menjabat Presiden, Gus Dur mencabut Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa, dan menggantinya dengan Keputusan Presiden No 6 Tahun 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967.

Budi menceritakan momen lain saat Gus Dur sudah menjadi Presiden, Budi meminta sesekali diadakan perayaan Tahun Baru Khonghucu (Imlek) secara nasional.

“Maksudnya apa, Gus Dur nanya ke saya, dan saya bilang ke dia (Gus Dur, Red) Imlek diadakan nasional dan dihadiri presiden sebagai simbol pimpinan bangsa. Saya kaget karena Gus Dur nyuruh bikin dua kali (perayaan Imlek, Red), satu di Jakarta, dan satu di Surabaya untuk perayaan Cap Go Meh,” kata dia.

Budi malah kaget dengan jawaban Gus Dur yang perayaan Imlek nasional dua kali, karena menurut Budi, Matakin, kala itu, mengalami kesulitan keuangan.

“Saya waktu itu masih Sekertaris Umum Matakin, kita pagi pagi rapat tentang usulan Gus Dur itu, akhirnya Matakin mengumpulkan dana arisan anggota dana arisan dan satu orang ngasih 200 ribu, akhirnya kami nekat saja. Kalau bangkrut ya sudah, gulung tikar, tapi akhirnya bisa mengumpulkan dana banyak dan terwujud dua kali perayaan Imlek nasional pertama kali,” kata dia.

Budi menceritakan perayaan Tahun Baru Imlek Nasional pertama kali diadakan 17 Februari 2000 di Balai Sudirman, Jakarta, dan perayaan Cap Go Meh (sepekan setelah Tahun Baru Imlek) sepekan kemudian di Surabaya.

“Saat imlek pertama (perayaan Imlek Nasional Pertama, Red) diadakan, dan seminggu kemudian Cap Go Meh pertama di Surabaya Gus Dur datang, kalau nggak salah Pak Amien (Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Amien Rais, Red) juga datang, saya waktu itu ketua panitia Imlek yang di Jakarta,” kata dia.

Budi mengatakan Gus Dur tidak hanya dekat dengan pemeluk Khonghucu atau etnis Tionghoa di Indonesia dengan bermodalkan pergaulan, namun Gus Dur  memiliki pengetahuan budaya yang luas. “Jadi beliau tidak dari satu sudut pandang dalam memahami persoalan,” kata Budi. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home