Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 09:45 WIB | Selasa, 28 Mei 2019

Sekuel Terakhir “Adu Domba "

Sekuel Terakhir “Adu Domba "
Lukisan berjudul Ketika Musim Tiba (kiri) dan Seperti Jamur (kanan) karya Riduan dengan latar depan karya instalasi I Nyoman Adiana berjudul Dress pada pameran terakhir Adu Domba di Bale Banjar Sangkring. Kampung Nitiprayan, Ngestiharjo-Bantul, 24 Mei - 15 Juni 2019. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Sekuel Terakhir “Adu Domba "
Selamat Pagi Jakarta – cat minyak di atas kanvas – 180 cm x 145 cm – Yaksa Agus – 2019.
Sekuel Terakhir “Adu Domba "
Yeppeo series –mix media di atas kertas – 23 cm x 23 cm (4 panel) – Feintje Likawati – 2019.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam rentang waktu empat tahun Sangkring Art Project secara berkala menggelar pameran dua seniman dalam tajuk “Adu Domba”. Sebanyak sepuluh episode pameran Adu Domba melibatkan dua puluh seniman-perupa digelar sejak September 2015. Keseluruhan pameran digelar di ruang pamer Sangkring Art Project.

Adu Domba #1 dimulai pada September 2015 mempertemukan I Made Agus Darmika dan Putu Sastra Wibawa dalam sebuah tema Simulasi. Dilanjutkan Adu Domba #2 pada bulan Februari 2016 mempertemukan I Wayan Agus Novianto dengan Dadang Kurnia mengangkat tema Babak Ketegangan. Konsep pameran Adu Domba adalah mempertemukan dua seniman-perupa untuk mempresentasikan karyanya dalam tema yang ditawarkan kurator.

Saat pameran Adu Domba #3 yang mengangkat tema visage blanc sans visage pada April 2016, Erizal As dan I Nyoman ‘ateng’ Adiana mengeksplorasi wajah-wajah manusia dalam citraan yang berbeda. Erizal dalam goresan abstraknya yang warna-warni sementara Ateng merekam potret wajah dalam citraan monochrome hitam-putih.

Pada Adu Domba #4 Bunga Jeruk dan Feintje Likawati menghadapkan painting dan drawing dalam gaya khasnya. Drawing adalah ide dan tampilan dari sebuah sketsa yang dielaborasi menjadi karya visual dua-dimensional; berpotensi sebagai fine art dan sekaligus applied art; dibuat dengan berbagai macam instrumen. Dalam elemen visual karya yang lebih berdimensi kegarisan, atau dengan arsiran pendek-pendek, bahkan dengan titik-titik, Likawati menjadikannya sebagai sebuah karya akhir.

Sekar Jatiningrum dan Sinta Carolina bersama-sama Menggugat Warna dalam Adu Domba #5 pada April 2017. Kedua seniman-perupa menggunakan medium cat air, pensil warna, maupun pena di atas kertas dalam karya-karya drawing-nya.

Adu Domba berlanjut pada perhelatannya yang keenam mempertemukan seniman-perupa Yaksa Agus Widodo dengan Luddy Astaghis pada Agustus 2017. Dalam tema Permainan (dan) Selera, keduanya bermain-main dalam tema maupun eksekusi medium karya. Yaksa mengemas karya lukisannya dalam sebuah narasi yang cukup dalam bahwa bermain adalah untuk sebuah kegembiraan bersama, sementara Luddy bermain-main dengan objek ikan, apel, serta ayam panggang utuh (ingkung) dalam berbagai warna, rupa, maupun pilihan.

Pada perhelatan Adu Domba #7 yang berlangsung pada penghujung tahun 2017 dua seniman keramik Endang Lestari dan Jenny Lee mempresentasikan eksperimentasi karyanya. Di luar pameran kedua seniman, seni keramik di Yogyakarta pada saat bersamaan kembali menggeliat ditandai dengan pameran "Clay Say Hay" di Kersan Art Studio, pameran "Rooted in art: a Lasting Footprint" di GAIA Hotel, yang digelar tahun lalu, serta beberapa pameran di antara pameran "Jebule Akeh" di Galeri Lorong, pameran ">1000 0 C" di Pendhapa Art Space, pameran keramik "Air Mata Api", pameran "To the Soul" di Ruang Dalam Art House, pameran "Reracik" di Bale Banjar Sangkring, yang kesemuanya mengangkat karya-karya berbasis pada kerja craftmanship dengan keramik sebagai medium karya.

Realitas Politik Adu Domba

Setelah menutup tahun 2017 dengan program reguler "Adu Domba #7" mempertemukan dua perupa perempuan Jenny Lee dengan Endang Lestari, mengawali tahun 2018 Sangkring Art Space menggelar pameran "Adu Domba #8" mempertemukan Laila Tifah dan KaNA dalam tema Mencitrakan Sunyi dan Gerak Air.

Adu Domba #9 yang bertajuk Offside dua seniman-perupa I Nyoman ‘Koming’ Agus Wijaya dan  Khusna Hardiyanto yang kerap membuat karya tiga matra/patung mengangkat lukisan sebagai objek (painting as object) dihadapkan dengan lukisan pada objek (painting on object). Di atas kanvas Khusna menghadirkan objek tiga matra yang berasal dari medium kanvas tersebut, sementara Koming menghadirkan lukisan dalam objek tiga matranya.

Adu Domba #10 dihelat pada September 2018 mempertemukan Hono Sun dan Riduan mengusung konsep Rumah dalam karya-karyanya. Riduan menjadikan lanskap hunian manusia sebagai objek karya lukisannya, sementara Hono Sun menempatkan lanskap alam sebagai ruang hidup dalam berbagai suasana.

Menutup kisah pameran “Adu Domba” yang telah berlangsung sepuluh episode, Sangkring Art Management menggelar pameran Adu Domba yang mempertemukan seluruh seniman-perupa terlibat pameran sebelumnya. Pameran dibuka oleh pengajar jurusan Seni Rupa ISI Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo, Jumat (24/5) sore.

Pada sekuel terakhir Adu Domba banyak karya baru dipresentasikan dengan melanjutkan tema sebelumnya seperti I Nyoman ‘ateng’ Adiana dengan karya lukisan monochrome hitam-putih berjudul Mahatma Gandhi, melanjutkan karya sebelumnya berjudul Claude Monet, Camille Pissaro, Paul Cezzane, dan Pierre Agusta Renoir. Selain itu Ateng membuat karya tiga matra /instalasi berjudul Dress.

I Nyoman Agus Wijaya melanjutkan eksperimen objek lukisan di atas plat galvanis berjudul Tempat Suci #1.

Jika pada Adu Domba #10 Hono Sun hanya menambahkan objek binatang pada rumah-nya, dalam karya terakhirnya berjudul Merti Desa #2, Hono Sun menambah objek kerumunan manusia dalam sebuah upacara tradisi merti desa. Hal yang sama dilakukan oleh Riduan dalam karya berjudul Ketika Musim Tiba (New Urban Series) dengan menambah objek manusia. Pada karya rumah-nya terdahulu Riduan memotret lanskap kota/hunian tanpa manusia.

Sekar Jatiningrum yang pada Adu Domba #5 membuat karya-karya kecil dengan medium cat air di atas kertas, dalam sekuel terakhir Adu Domba membuat karya 25 panel berjudul Sudoku. Dalam karya lukisan panel yang diinspirasi dari permainan yang berasal dari Jepang sudoku, Sekar Jatiningrum mengganti dengan abjad dan menghilang satu huruf ‘Z’.

Dua karya lukisan dibuat Yaksa Agus Widodo dengan bermain-main pada ingatan dua puluh satu lalu saat dirinya ikut dalam gerakan mahasiswa yang sedang menutut reformasi. Sekuel terakhir Adu Domba yang dihelat pada bulan Mei mengingatkan Yaksa pada kejadian berkumpulnya hampir seluruh elemen masyarakat Yogyakarta dalam sebuah pisowanan agung di sepanjang Jalan Malioboro, kawasan Titik Nol Km Yogyakarta hingga Alun-Alun Utara dalam sebuah aksi damai. Rekaman tersebut dibuat dalam sebuah karya berjudul Selamat Pagi Yogyakarta.

Pada karya berjudul Selamat Pagi Jakarta, Yaksa mencoba merekonstruksi kerumunan mahasiswa bersama elemen masyarakat lainnya dalam aksi damai di Jakarta dengan latar belakang Bundaran Hotel Indonesia dan Gedung MPR/DPR dan kalimat: Selamat Pagi Jakarta. Masa lalu masa lupa. 20 Mei 1998. Ketika semua teman bertemu bersepakat mengusung sebuah perubahan.

Hari-hari ini masyarakat Indonesia disuguhi praktik-politik adu domba oleh elite politik yang berburu rente kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Praktik-politik adu domba telah banyak meminggirkan sisi-sisi kemanusiaan dengan tebaran ujaran kebencian, caci-maki, berita bohong (hoax), saling curiga, hingga fitnah yang tidak sekadar membuat kegaduhan nasional namun telah mengarah pada keterpecahan serta ancaman yang lebih serius berupa disintegrasi bangsa.

Realitas praktik-politik adu domba oleh elite politik telah berada pada titik nadir relasi manusia Indonesia yang dipaksa untuk saling berhadap-hadapan memperjuangkan kepentingan elite dan bukan berangkulan-bergandengan tangan untuk membangun sebuah rumah besar bernama Indonesia.

Sekuel terakhir "Adu Domba" akan berlangsung hingga 15 Juni 2019 di Bale Banjar Sangkring, Jalan Nitiprayan RT 1 RW 20 No. 88 Ngestiharjo, Kasihan Bantul Yogyakarta.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home