Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:28 WIB | Kamis, 11 Februari 2016

Senat AS Perpanjang Sanksi Ekonomi Korut

Paul Ryan. (Foto: voaindonesia.com)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Senat Amerika Serikat (AS), hari Rabu (10/2), dengan suara bulat memilih memperketat sanksi ekonomi terhadap Korea Utara (Korut), untuk menghukum negara itu atas uji coba nuklir dan peluncuran roket terbarunya.

Langkah tersebut akan menjatuhkan sanksi kepada setiap orang atau badan yang mengimpor barang-barang, teknologi atau pelatihan yang berkaitan dengan senjata pemusnah massal, atau terlibat dalam pelanggaran HAM, ungkap anggota parlemen AS.

Langkah itu juga menambah tekanan keuangan terhadap pemerintahan Presiden Kim Jong-un, dengan tujuan mengurangi pencucian uang dan perdagangan narkotika, dua aktivitas terlarang utama yang diyakini menyalurkan jutaan dolar ke lingkaran dalam Kim Jong-un.

Senat dari partai Republik Ted Cruz dan Marco Rubio meninggalkan kampanye presiden dan kembali ke Washington untuk memberikan suara.

“Sayangnya, pemerintahan dari dua partai politik gagal menyerang balik ancaman yang dimunculkan oleh Korea Utara dan memungkinkan rezim ini untuk mengembangkan kemampuan yang bahkan lebih berbahaya,” kata Rubio dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa Pyongyang saat ini memiliki kemampuan rudal yang dapat menyerang AS.

“Rezim diktator ini harus mengetahui bahwa aksinya akan membawa konsekuensi,” tambah Ketua DPR Paul Ryan.

“Uji coba rudal jarak jauh Korea Utara pada akhir pekan terakhir menggarisbawahi kebutuha untuk meningkatkan tekanan terhadap negara tersebut, dan AS akan mendukung sekutu kami dalam perlawanan terhadap agresi ini.”

 Perusahaan Korsel Mulai Keluar dari Wilayah Industri Korut

Sejumlah perusahaan Korea Selatan, hari Kamis (11/2), bersiap untuk keluar dari wilayah industri gabungan di Korea Utara setelah Seoul menutupnya untuk menghukum rezim Kim Jong Un atas uji coba nuklir dan peluncuran roket terbarunya.

Ratusan kendaraan termasuk sejumlah truk pengangkut yang kosong mulai mengantri sebelum fajar di perbatasan untuk menyeberang ke kompleks Kaesong dan mulai mengangkut para staf dan perlengkapan.

Pengumuman pada hari Rabu yang menyebutkan akan menutup Kaesong merupakan sebuah hal yang tidak terduga oleh banyak pihak, dikarenakan Korea Selatan selalu membiarkan tempat industri yang berada sepuluh kilometer dari perbatasan itu tetap dibuka meskipun adanya provokasi serius sebelumnya.

Mempertahankan apa yang mereka sebut dengan keputusan yang tidak dapat dihindarkan, Seoul mengatakan Korea Utara telah menggunakan ratusan juta dolar dana yang mereka dapatkan dari Kaesong untuk mendanai program-program persenjataan nuklir dan misil balistik mereka.

Pada saat komunitas internasional berjuang untuk sepakat tentang bagaimana cara menghukum Korea Utara atas uji coba nuklirnya bulan lalu dan peluncuran roket pada Minggu itu, pemerintah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa terdapat sebuah kebutuhan akan Korea untuk menunjukkan kepemimpinan.

Bagi para pemilik 124 perusahaan Korea Selatan yang mengoperasikan pabrik di wilayah itu, keputusan terkait tampaknya menunjukkan pertanda buruk terhadap proyek yang semakin rentan dalam beberapa tahun terakhir itu, saat kedua belah pihak berusaha untuk meningkatkan kepentingan simbolis dan ekonomi masing-masing.

Kemarahan pemilik

Sementara pembicaraan terkait Kaesong biasanya berfokus kepada kepentingan finansialnya terhadap Korea Utara yang miskin, hal itu juga memicu kekhawatiran akan keuntungan bagi para perusahaan yang terlibat.

Selain adanya para buruh berbahasa Korea yang murah, mereka menerima pinjaman istimewa dan keringanan pajak dari pemerintah Korea Selatan, yang menanggung investasi mereka secara efektif.

Sebuah asosiasi yang mewakili para pemilik menentang perintah penutupan itu dan menyebutnya sangat tidak dapat dimengerti, dan mengeluh bahwa mereka tidak mendapatkan peringatan yang cukup sebelumnya untuk menyelesaikan urusan masing-masing.

"Itu seperti kami diperintahkan untuk bunuh diri dengan terjun ke jurang," kepala asosiasi itu, Jeong Gi Seob mengatakan.

Seoul telah meminta Pyongyang untuk memastikan keselamatan perjalanan kembali warga Korea Selatan di tengah kekhawatiran bahwa pihak berwenang Korea Utara mungkin menolak untuk melepaskan mereka semua.

Pada September 2014, Pyongyang telah mengajukan regulasi operasional baru yang ditolak oleh Seoul, regulasi itu akan mengizinkan Korea Utara untuk menahan para pebisnis Korea Selatan yang berada di Kaesong jika terdapat perselisihan bisnis yang belum terselesaikan.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari Pyongyang terkait penutupan itu.

Wakil Menteri Luar Negeri untuk urusan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Russel mengatakan pengumuman Seoul itu merupakan sebuah indikator yang menarik terkait keseriusan mereka terhadap langkah provokatif Korea Utara.

"Lebih banyak langkah diperlukan untuk meyakinkan pemimpin (Korea Utara) bahwa tidak akan mungkin untuk dapat mengakses sistem ekonomi internasional, alih-alih bantuan ekonomi maupun finansial selama Korea Utara terus melakukan program nuklir dan misil mereka," Russel mengatakan.

Badan Senat Amerika Serikat mengambil suara secara bulat untuk memperketat kekangan ekonomi terhadap Korea Utara, memberlakukan langkah yang akan memberikan sanksi terhadap individu maupun entitas yang mengimpor barang, teknologi atau apapun yang berhubungan dengan senjata pemusnah massal, atau terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.

Jepang juga mengungkap sejumlah sanksi unilateral baru, termasuk melarang kapal-kapal Korea Utara untuk memasuki pelabuhan-pelabuhan Jepang dan larangan masuk Jepang secara keseluruhan bagi warga negara Korea Utara.

Digagas setelah kebijakan rekonsiliasi "matahari terbit" pada akhir 1990an, Kaesong dibuka pada 2004 dan terbukti stabil, bertahan dari sejumlah krisis yang mengakhiri tiap kerjasama antar-Korea.

Bahkan pada 2010 lalu saat Korea Selatan menuduh Korea Utara menenggelamkan satu kapal perang mereka dan memberlakukan sejumlah sanksi berat, wilayah industri Kaesong masih dibuka.

Pengecualian satu-satunya adalah pada 2013, saat meningkatnya ketegangan lintas perbatasan, ketika Pyongyang menutup wilayah itu selama lima bulan dengan cara menarik para pekerja yang berjumlah 53.000 orang itu. (AFP/Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home