Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 17 Mei 2014

Setia Sampai Mati

Kematian Stefanus (foto: home.swipnet.se)

SATUHARAPAN.COM – ”Mereka menyeret dia ke luar kota kemudian melemparinya dengan batu” (Kis. 7:58, BIMK). Demikianlah akhir hidup Stefanus. Dia mati dalam perajaman.

Mari kita berpikir sejenak: Apa sesungguhnya kesalahan Stefanus? Stefanus adalah seorang diaken. Tugasnya: memberdayakan warga sekeng dalam jemaat. Tak hanya itu, ”Stefanus sangat diberkati oleh Allah, sehingga ia mengadakan banyak keajaiban dan hal-hal luar biasa di antara masyarakat.” (Kis. 6:8; BIMK).

Apa sesungguhnya kesalahan Stefanus? Bukankah banyak orang tertolong olehnya—tak hanya secara materi, juga rohani? Melalui dia, banyak orang merasakan mukjizat kesembuhan.

Persoalannya hanya satu: sekelompok orang iri terhadapnya. Bagi orang yang tidak mampu mengendalikan diri, rasa iri merupakan masalah besar. Rasa irilah yang menyebabkan pembunuhan manusia untuk pertama kalinya dalam sejarah—saat Kain membunuh Habil.

Sekelompok orang yang iri itu berusaha mengajak Stefanus berdebat. Mereka kalah. Tak bisa menerima kekalahan itu, mereka menyuap orang untuk berkata, ”Kami mendengar orang itu menghina Musa dan Allah!” (Kis. 6:11). Dan Stefanus pun mati dirajam.

Apa sesungguhnya kesalahan Stefanus? Tidak ada. Bahkan, sebelum meninggal akibat rajaman, dia berdoa, ”Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Pada titik ini Stefanus hanyalah mengikuti jejak Kristus, yang berkata, ”Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk. 23:34). Stefanus berjalan di Jalan Kristus.

Lagi pula, berkaitan dengan jalan yang ditawarkan Yesus Kristus, jalan sebagus apa pun tidak akan membawa manfaat kalau tidak dijalani. Jalan hidup kita dalam iman kepada Yesus tidak akan memberikan manfaat apa-apa kalau kita tidak tekun menjalaninya. Memiliki jalan Allah bukanlah jaminan bahwa kita akan sampai kepada Allah. Hanya mereka yang menjalaninya dengan tekunlah yang akan sampai kepada Allah. Itulah yang dilakukan Stefanus.

Hingga akhir hidupnya, Stefanus setia—setia sampai mati. Sebagaimana Sang Guru, diaken itu berusaha menjaga kualitas hidupnya hingga akhir. Dialah salah satu batu hidup, yang digunakan untuk pembangunan rumah rohani di surga (1Ptr. 2:5).

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home