Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 23:10 WIB | Minggu, 02 Agustus 2015

Shalawat Nabi Muhammad SAW ‎Mampu Redam Tensi Muktamar NU

Tensi tinggi sempat menghiasi rapat pleno pembahasan Tata Tertib Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama, di alun-alun Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Minggu (2/8). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JOMBANG, SATUHARAPAN.COM - Sidang pleno pembahasan tata tertib (Tatib) Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di alun-alun Kabupaten Jombang, Jawa Timur, berlangsung dengan tensi tinggi sejak dimulai pada Minggu (2/8) pagi. Namun, tensi itu langsung turun setelah shalawat nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam (SAW) coba dilantukan salah seorang muktamirin.

Sidang pleno yang dipimpin langsung oleh Ketua Steering Committe M‎uktamar ke-33 NU, Slamet Effendi Yusuf, tak berhenti dihujani interupsi sejak dimulai. Para muktamirin terus mempertanyakan setiap pasal dalam rancangan Tatib Muktamar ke-33 NU, seperti aturan terkait sah atau tidaknya rapat pleno yang digelar komisi-komisi.

‎Muktamirin juga menyampaikan protes atas sikap pemimpin sidang. Salah seorang muktamirin menilai pemimpin sidang kurang responsif dalam menanggapi interupsi yang coba dihadirkan dalam sidang. ‎"Kalau pemimpin sidang tidak mendengarkan kami, bentuk pimpinan sidang yang baru," kata salah seorang muktamirin dengan pengeras suara di antara ribuan peserta pleno, di alun-alun Jombang, hari Minggu (2/8).

Tensi jalannya sidang juga sempat meningkat kembali saat sejumlah muktamirin berebut interupsi. Permintaan skors sidang juga sempat disampaikan muktamirin supaya pleno berlangsung dengan kepala dingin.

Permasalahan Ahwa

Selanjutnya, pembahasan Bab VII terkait pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU juga ikut meningkatkan tensi sidang pleno pembahasan Tatib Muktamar ke-33 NU. Sejumlah muktamirin mempermasalahkan sistem Ahlul Halli Wal 'Aqdi (Ahwa) atau perwakilan yang muncul dalam tatib dan menilai tak sesuai dengan cara pemilihan yang dilakukan pada muktamar sebelumnya.

Dalam Rancangan Tatib Muktamar ke-33 NU, pada pasal 19 disebutkan pemilihan Rais Aam dilakukan secara musyawarah mufakat melalui sistem Ahwa. Ahwa terdiri dari sembilan orang ulama yang telah diusulkan oleh pengurus wilayah dan cabang.

Berikutnya, panitia membuat tabulasi nama-nama yang masuk secara terbuka. Apabila nama calon Ahwa yang muncul lebih dari sembilan orang maka dilakukan perengkingan dan sembilan nama teratas ditetapkan sebagai Ahwa.

Apabila terdapat kesamaan jumlah rangking yang kesembilan, maka kepada nama-nama yang memiliki jumlah suara yang samadipersilahkan untuk memutuskan secara musyawarah satu nama yang diusulkan. Terakhir, Ahwa membuat sidang sendiri untuk menunjuk Rais Aam PBNU.

Kemudian, di pasal 20 dikatakan Pemilihan Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam muktamar. Kemudian, Ahwa dan Rais Aam terpilih, menentukan calon Ketua Umum Tanfidziyah lebih dari satu orang untuk selanjutnya dipilih oleh muktamirin berdasarkan aspirasi pengurus wilayah dan pengurus cabang.

Terakhir, calon Ketua Umum Tanfidziyah yang dapat ditentukan oleh Ahwa dan Rais Aam terpilih adalah calon yang memperoleh dukungan sekurang-kurangnya 99 suara pengurus wilayah/pengurus cabang melalui proses penjaringan calon.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home