Loading...
EKONOMI
Penulis: Sotyati 19:29 WIB | Kamis, 27 November 2014

Siapkah Usaha Kreatif Mode Menghadapi Pasar Bebas?

Siapkah Usaha Kreatif Mode Menghadapi Pasar Bebas?
Salah satu peragaan busana di Indonesia Fashion Week 2014. Pada penyelenggaraan 2015, pelaku usaha mode dan fashion dituntut kesiapannya menghadapi pasar bebas ASEAN. (Foto-foto: Dok IFW 2014)
Siapkah Usaha Kreatif Mode Menghadapi Pasar Bebas?
Direktur Indonesia Fashion Week Dina Midiani (ketiga dari kiri) dan perancang busana Lenny Agustin (keempat dari kiri) dalam kegiatan Sunday Dress Up, kampanye kain lokal sarung untuk industri fashion dalam kaitan dengan IFW 2014.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pasar Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) yang diberlakukan pada 2015 akan memungkinkan produk fashion buatan Indonesia merambah pasar negara-negara di Asia Tenggara. Pada sisi lain, produk buatan ASEAN dan negara lain pun leluasa memasuki pasar domestik. Kenyataan itu akan berdampak pada persaingan semakin kompetitif antara produk lokal dan produk asing. Pertanyaannya, siapkah industri mode kita menghadapi pasar bebas?

Dina Midiani, perancang busana yang juga dikenal sebagai konsultan trend forecasting, mengemukakan hal itu dalam focus group discussion dengan media, dalam payung tema “Kesiapan Industri Mode Indonesia Menghadapi Pasar Bebas”. Diskusi berlangsung di Jakarta Selatan, 26 November.

Menahan serangan produk asing dan sekaligus melakukan ekspansi pasar ke mancanegara, seperti dikemukakan Dina dalam berbagai kesempatan, hanya bisa dilakukan jika Indonesia memiliki fondasi industri fashion dari hulu hingga hilir, baik dari sektor kreatif ataupun bisnis, yang tangguh dan mapan.

Yang terjadi, pelaku usaha kreatif mode dan fashion masih berjalan sendiri-sendiri, baik desainer, industri garmen, industri tekstil, hingga ritel.

“Umumnya kita pun cenderung terlena mencurahkan perhatian dalam hal kreativitas desain dan mengabaikan sektor bisnis yang justru menjadi penentu melaju atau mandeknya industri mode Indonesia,” kata Dina.

Bisnis usaha kreatif ini belum memberikan angin segar walaupun pergelaran mode, mulai dari pekan mode (fashion week), bazaar, festival, fair, gencar diselenggarakan hingga ke kota-kota kabupaten.

“Banyak pelaku mode di Indonesia, terutama desainer, masih sekadar mengejar branding atau popularitas. Bisnis, baru pesanan perorangan. Kemampuan dalam manajemen dan pengelolaan sistem masih jauh dari standar industri yang sesungguhnya,” kata perancang busana Musa Widyatmodjo kepada satuharapan.com.

Pelaku mode di Indonesia, Dina mencontohkan, cukup puas dengan karyanya diperagakan di runway menuai tepuk tangan dan pujian penonton, “Yang kemudian sering dilupakan, nasib rancangan setelah peragaan busana selesai. Akhirnya sebagian perancang busana hanya menumpuk koleksi di gudang karena belum mempersiapkan jalur distribusi. Kalaupun ada yang berhasil menarik minat buyer, ternyata produksinya belum siap memenuhi permintaan buyer.

Masyarakat yang telah sadar tren dan melek mode pun kesulitan membeli dan memakai produk yang mereka lihat di panggung-panggung mode, karena tidak menemukan di pasar.    

Membanjirnya Produk Tiongkok

Dina, yang juga Direktur Indonesia Fashion Week, didampingi ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia Taruna K Kusmayadi, memaparkan kenyataan pahit. Minimnya pemahaman bisnis menjadi peluang menguntungkan bagi brand internasional – menyebut contoh Zara, Uniqlo, Topshop- yang sangat mudah dijumpai di berbagai pusat perbelanjaan.  

Keadaan itu diperparah dengan membanjirnya produk buatan Tiongkok yang mengisi pasar hingga ke pertokoan di kota-kota kabupaten, dengan harga sangat terjangkau.

Melalui diskusi itu, Dina dan Taruna mengemukakan niatnya mengarahkan pelaku industri mode Indonesia untuk siap berkompetisi dengan produk dari luar. “Ini komitmen kami di Indonesia Fashion Week sejak diselenggarakan pada 2012,” kata Dina.

Itu pula sebabnya, Indonesia Fashion Week yang akan digelar Februari mendatang, disebutkan Dina bukan perayaan fashion biasa. “Dengan mengusung Fashion Movement, Indonesia Fashion Week kita harapkan menjadi gerakan untuk memperbaiki industri fashion dalam segala sektor dengan penekanan pada sektor bisnis. Salam satunya, menerapkan program Indonesia Business Fashion Development yang ditujukan bagi desainer dan brand lokal,” Dina menambahkan.    

Merapatkan barisan bagi pelaku usaha kreatif ini, sangat diperlukan untuk bisa menghadapi pasar bebas dan serbuan brand luar.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home