Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 05:00 WIB | Senin, 24 November 2014

Simpati dan Antipati Ekstrem

Tak ada manusia sempurna di muka bumi ini. Seimbangkan sikap simpati maupun antipati!
Foto: Antara

SATUHARAPAN.COM – Presiden terbang menggunakan kelas ekonomi pesawat komersial! Media tanah air heboh memberitakan kejadian itu sebagai peristiwa aneh Jumat dan Sabtu lalu: Pak Jokowi pergi menghadiri wisuda putranya di Singapura atas biaya sendiri.

Saya kebetulan berada di bandara Soekarno-Hatta ketika Presiden baru saja turun dari pesawat yang membawanya kembali ke Jakarta dan akan keluar bandara. Langkah saya terhalang oleh barisan penjaga yang membentuk pagar panjang menuju kendaraan beliau. Dan saya, seperti halnya semua orang yang hendak memotong barisan itu,  diminta menunggu sampai beliau lewat.

Saya memilih bersabar dan mengamati apa yang kemudian terjadi: dalam sekejap, tiba-tiba orang mulai berkerumun sekitar barisan penjaga, mengacungkan kamera telpon genggam atau kameranya tinggi-tinggi untuk dapat memotret Presiden, bahkan sebagian menyeruak berusaha menyalami Pak Jokowi. Kegiatan seluruh bandara seolah terhenti saat Pak Jokowi lewat. Langkah Pak Jokowi pun terhalang oleh ratusan orang yang berdesak mendekatinya. Simpati yang ekstrem!

Malamnya saya membuka facebook dan mendapati di sana berbagai komentar tentang kejadian tersebut, dan  selain pandangan yang memuji, saya tak heran ketika menemukan komentar negatif yang berpendapat bahwa Pak Jokowi hanya menebar pesona, cari popularitas, bahkan ada yang sampai mengatakan ”Muak melihat upaya pencitraan Jokowi.” Antipati yang ekstrem!

Begitulah sering kali sikap manusia: yang disukai akan dilihat sebagai tak bercela, yang tak disukai dilihat sebagai tak ada baiknya.  Sikap mengkritisi pandangan diri sendiri terhadap yang positif maupun yang negatif sering dilupakan.

Mungkin Anda bertanya: memangnya kenapa? Jawabnya sederhana: yang rugi adalah diri sendiri. Ketika sesuatu atau seseorang dinilai dengan simpati yang ekstrem, pasti saatnya akan tiba ketika terlihat sisi negatifnya. Lalu punahlah simpati. Yang tersisa adalah kekecewaan: ”Kok, ternyata begitu ya…?” Sakit hati.

Sebaliknya ketika sesuatu atau seseorang yang sejak awal tak disukai, sulit diterima  kebaikannya ketika muncul kebaikannya karena antipati telanjur ekstrem. Hubungan baik sulit terjalin, perjumpaan hanya membangun sentimen negatif. Pendeknya semua kerugian ada pada diri sendiri, sementara pihak yang tak disukai mungkin tenang-tenang saja, bahkan mungkin tak menyadari adanya antipati ekstrem.

Tak ada manusia sempurna di muka bumi ini. Seimbangkan sikap simpati maupun antipati! Tak perlu  ekstrem karena diri sendiri yang akan merugi.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home