Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 00:00 WIB | Selasa, 22 Oktober 2013

Sinto Rustini: Cerebral Palsy Hanya Butuh Diperhatikan Lebih

(ki-ka) Sinto Rustini, SMPH, fisioterapis anak dan penulis buku Tegak di Atas Kaki, bersama dengan dr. Amendi Nasution selaku moderator. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Cerebral palsy (CP) menurut fisioterapis anak, Sinto Rustini, SMPH merupakan gangguan pada susunan saraf pusat pada masa pertumbuhan tetapi bersifat non progresif atau tidak menyebar. Anak dengan CP bisa baik kondisinya, kalau orangtuanya bisa menerima kondisi anak, senantiasa sabar dan melakukan terapi secara prosedural. Orangtua selalu berpikir anak CP ini tidak normal, tetapi kalau terapi dengan benar anak itu bisa jalan.

Yayasan Kitty Center dalam perayaan HUT ke 20 tahun menyelenggarakan seminar bertemakan ‘Dislokasi Hip pada Cerebral Palsy dan Penatalaksanaan Terapi di Kitty Center’ di Wisma PKBI, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/10).

Dalam seminar tersebut, Sinto sebagai pembicara menjelaskan kondisi CP ini disebabkan adanya blocking pada otak sehingga gerakan motoriknya akan terganggu. Oleh karena itu tidak seperti anak normal, anak CP harus sering dilatih agar otot perlawanan terhadap penyakit ini bisa diperkuat.

Tanda-tanda gangguan ini sudah terlihat pada kehamilan di trimester pertama, yang termasuk ke dalam high risk baby. Kalau sudah berisiko berarti ibunya harus aware dari kecil. Tidak ada faktor genetik terhadap kondisi ini, melainkan faktor gizi yang paling mempengaruhi.

Proses kelahiran pun turut mempengaruhi, kalau tidak memungkinkan melahirkan normal, lebih baik cesar saja. Prinsipnya jangan sampai bayi asfiksia, karena kalau bayi sudah mengalami asfiksia sudah pasti dia bisa kena CP. Selain itu juga, kejang-kejang pada masa perinatal bisa menjadi tanda bahwa bayi itu mengalami CP.

Anak yang mengalami CP tanda-tanda awalnya pada usia 3 tahun berjalan jinjit, sekitar umur 4-5 tahun tulang panggulnya mulai menekuk, pada saat umur 7 tahun pahanya akan mulai merapat, dan 9 tahun sudah lumpuh. Kondisi seperti ini tidak akan terjadi jika dilakukan terapi sejak awal gejala tersebut, pada saat gejala CP mulai terlihat di usia 3 tahun. Terapi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan rutin.

Masa Pubertas Anak dengan Cerebral Palsy

CP dialami 1.000 anak per satu juta kelahiran di Indonesia. Seiring pertambahan usia, emosi anak juga bertambah, sudah pasti ia akan semakin pintar, karena anak penyandang CP normal secara intelegensia, hanya kemampuan motoriknya yang mengalami kelainan, sehingga sulit untuk menjadi normal, berjalan jika diterapi dengan benar akan bisa, tetapi tidak mungkin dapat berlari seperti orang normal.  

Kalau bagi kita yang sehat, berjalan adalah hal yang biasa. Tapi, bagi anak-anak CP untuk menggerakan tangan saja susah, dan itu latihannya bukan hanya sehari dua hari, tapi berbulan-bulan dan bertahun-tahun.

Dari hari ke hari jika anak tidak melakukan terapi, tulang bisa semakin kaku. Inilah yang menjadi beban bukan hanya bagi si anak itu sendiri, tetapi juga orangtua, keluarga bahkan perawat.

Hal yang tidak kalah penting, ketika anak ini menginjak masa pubertas, misalnya dia sudah mendapat haid, dan mulai merasakan suka pada lawan jenis, dia ingin ini ingin itu, bapak ibunya pergi tapi ia tidak diajak, orang lain bisa lari ia tidak bisa. Sebagaimana pada anak normal lainnya yang sedang masa pubertas, emosinya tidak stabil. Pada saat inilah peran orangtua sangat penting dalam mendampingi anak CP pada masa pubertas ini.

Biaya Terapi

“Untuk masyarakat yang tidak mampu Kitty Center tidak bisa membantu lebih dari 10 orang (anak), karena kalau lebih dari 10 kita tidak bisa menggaji pegawai lagi,” kata Sinto. “Tapi tetap ada option lain yaitu kita bantu melalui program mengajari orangtuanya, asalkan orangtuanya nurut. Karena kalau anaknya gampang, mapping-nya sudah ketemu, tapi yang sulit orangtuanya misalnya orangtuanya tidak bisa terima kondisi anaknya, atau menyerahkan begitu saja kepada terapis.”

Kitty Center menjalankan kegiatannya dengan subsidi silang, yakni menetapkan tarif tertentu tergantung terapi yang dijalani anak. “Pada awalnya memang dana dari masyarakat, ya nombok-nombok sedikit sih ada, tapi kapasitas kita tidak bisa membantu banyak orang, tapi kalau orang itu tidak mampu kita tetap bantu melalui program kita, bantu alat, meskipun tidak intensif seperti anak-anak yang lain.”

“Tarif per jamnya dikenakan sekitar Rp 125.000, tapi untuk yang tidak mampu hanya bisa membayar Rp 50.000 saja, ya kita terima,” ujarnya.

Jumlah anak yang diterapi di Kitty Center ada 99 anak yang CP, selebihnya ada sekitar 50an anak yang autis, dan anak berkebutuhan khusus (ABK) lainnya juga ditampung di sini. Terapisnya sendiri di Kitty Center ada sekitar 70-an.

Hal ini diakui Sinto, bahwa jumlah terapisnya memang masih kurang, tetapi ini karena keterbatasan dana juga. Ia kemudian menambahkan yang paling penting Kitty Center memberikan pelayanan yang terbaik, dan lagi, pekerjaan merawat anak-anak ini merupakan pekerjaan mulia.

Sayangnya, masalah kesehatan pada anak-anak seperti cerebral palsy ini belum mendapat perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan Dinas kesehatan. Jangankan biaya dari pemerintah, dukungan moril sekalipun tidak ada. Padahal di negara-negara lain permasalahan anak berkebutuhan khusus seperti cerebral palsy ini merupakan tanggung jawab pemerintah baik dari memberikan pendidikan, fasilitas publik, sampai penyediaan lapangan kerja, contohnya di negara Australia sudah melakukannya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home