Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 08:29 WIB | Senin, 17 April 2017

Sisi Sosial Hambat Pengembangan PLTN

Menristek Dikti Muhammad Nasir (tengah) didampingi Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany (kanan) dan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto (kiri), dan Atase Perdangan Kedubes Hongaria Peter Varfi (kedua kiri) melakukan penekanan tombol tanda dimulainya pembangunan Fasilitas Irradiator Gamma di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (29/3/2016). Fasilitas Irradiator Gamma merupakan bagian dari pengembangan inovasi dari Tenaga Nuklir Nasional yang nantinya akan menjadi pusat untuk mematikan bakteri pembusuk untuk makanan agar makanan tahan lama tujuan dari pembangunan fasilitas ini untuk meningkatkan kualitas pangan dan sterilisasi alat kesehatan. (Foto: Antara)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan kemungkinan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia hanya terhambat dari sisi sosial saja. 

Problem pengembangan PLTN di Indonesia, menurut dia, hanya terletak pada penerimaan masyarakatnya yang masih takut dengan keberadaan pembangkit listrik bertenaga nuklir. 

"Kemarin kami ke Bangka-Belitung, kami coba bahas pengembangan PLTN. Orang berpikir tenaga nuklir itu menakutkan, sementara dunia sudah mengarah ke sana semua," kata Menristekdikti di Yogyakarta, Minggu (16/4). 

Ia mencontohkan Prancis yang sangat bergantung dengan PLTN. Sedangkan Uni Emirat Arab, negara di Asia dengan cadangan minyak nomor empat terbesar di dunia juga kini mulai mengembangkan PLTN. 

"Ada empat PLTN yang mereka kembangkan, masing-masing memiliki kapasitas 1.500 Mega Watt sehingga total energi listrik yang dihasilkan mencapai 5.600 MW. Kalau yang seperti ini bisa kembangkan, kebutuhan Jawa akan selesai," kata Nasir. 

Menurut dia teknologi pembangkit listrik dengan nuklir sudah pada Generasi 4, dengan desain dan teknologi sedemikian rupa reaktor akan otomatis berhenti bekerja ketika terjadi bencana seperti gempa bumi. Generasi 4 yang bernama High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) ini, Nasir mengatakan telah dikembangkan Prancis dan Rusia. 

"Kalau yang dipakai di Fukushima, Jepang, itu yang generasi pertama," lanjutnya. 

Sejauh ini Indonesia sudah mempunyai empat reaktor untuk skala laboratorium sejak 1955, yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, Serpong dan Jakarta. Dan itu digunakan untuk bidang pangan dan kesehatan. 

"Artinya kita punya pengalaman untuk kelola teknologi ini dengan aman. Yang ingin kita inginkan bagaimana risetnya ditingkatkan untuk bisa digunakan ke level energi," ujar Nasir.

Kalau urusan komersialnya tentu kewenangannya ada di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan bahan bakunya, ia mengatakan semua tersedia di Indonesia, baik Uranium maupun Thorium. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home