Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 06:45 WIB | Rabu, 17 September 2014

Siti Zuhro: Pelanggar HAM Jangan Sampai Masuk Kabinet

Peneliti politik dari LIPI Siti Zuhro pada peluncuran buku Kicauan Senayan bersama Maruarar Sirait dari PDIP dan pakar komunikasi Prof Tjipta Lesmana, Kamis (28/8). (Foto: Elvis Sendouw)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro berharap pemerintahan mendatang tidak memasukkan para pelanggar hak asasi manusia dalam kabinet lima tahun ke depan.

"Kriteria calon anggota kabinet harus bersih, memiliki `track record` (rekam jejak) yang baik, atau tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) dan tidak pernah korupsi," kata Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D. ketika dihubungi dari Semarang, Selasa (16/9).

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan 16 menteri dalam kabinetnya kelak akan dijabat oleh profesional yang memiliki latar belakang partai politik.

"Kita sudah memutuskan kementerian ada 34, yang pembagian menterinya nanti akan diduduki oleh 18 profesional (nonpartai politik) dan 16 profesional berasal dari partai," kata Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9).

Mantan Wali Kota Surakarta itu tidak menyebutkan alasan spesifik mengapa dirinya memutuskan 16 menterinya akan dijabat oleh kader partai.

Pada kesempatan itu, Jokowi menyebutkan Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berasal dari kalangan profesional nonparpol.

Kendati demikian, Prof. Wiwieq - panggilan akrab R. Siti Zuhro--memandang perlu pemerintahan mendatang memperhatikan rekam jejak calon anggota kabinetnya apakah memiliki kompetensi dan kapasitas untuk mengeksekusi program dan kepemimpinan yang memadai sehingga mampu mewujudkan program-program yang dicanangkan oleh Jokowi-JK.

Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dra. Eva Kusuma Sundari, M.A., M.D.E. menegaskan bahwa kabinet mendatang tidak ada dikotomi antara calon anggota kabinet yang berasal dari kalangan profesional nonpartai dan partai.

"Tidak ada dikotomi. Profesional bisa kata benda, yakni profesi, bisa kata sifat, yakni terampil, kompeten. Jadi, orang parpol juga masuk kategori profesional jika kompetensinya oke," kata Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan HAM) DPR RI.

Menurut Eva, tidak setiap politikus paham "budgeting" (penganggaran) sebagai bagian dari "managerial skills" (keterampilan manajerial). Misalnya, mengerti tentang teknis "performance based budgeting" (penganggaran berbasis kinerja), selain syarat tidak korupsi, loyal, dan prorakyat atau tidak proproyek.

Menyinggung kriteria calon menteri, Eva mengatakan, "Syarat yang diminta Pak Jokowi sejak awal terkait dengan kriteria tidak korupsi adalah termasuk `track record` beres, tidak punya kasus hukum."

Hal itu, kata Eva, dikuatkan dengan syarat integritas yang di dalamnya ada makna moralitas yang dilengkapi dengan profesionalitas. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home