Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 08:16 WIB | Kamis, 07 Januari 2021

Sudan Teken “Abraham Accords” dengan Amerika Serikat

Perjanjian ini akan membawa Sudan membangun normalisasi hubungan dengan Israel.
Sudan Teken “Abraham Accords” dengan Amerika Serikat
Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok. (Foto: dok. AP)
Sudan Teken “Abraham Accords” dengan Amerika Serikat
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Steven Mnuchin. (Foto: dok. AP)

KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Sudan pada hari Rabu (6/1) mengatakan telah menandatangani "Abraham Accords" dengan Amerika Serikat, sebuah perjanjian yang membuka jalan bagi negara Afrika itu untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Sebuah pernyataan dari kantor perdana menteri Sudan mengatakan Menteri Kehakiman Sudan, Nasredeen Abdulbari, menandatangani kesepakatan pada Rabu dengan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, yang sedang berkunjung.

Kesepakatan yang dinegosiasikan AS baru-baru ini antara negara-negara Arab dan Israel telah menjadi pencapaian kebijakan luar negeri utama oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Kesepakatan itu dinamai "Abraham Accords," mengambil nama patriark alkitabiah yang dihormati oleh Muslim dan Yahudi.

Penandatanganan itu dilakukan lebih dari dua bulan setelah Trump mengumumkan bahwa Sudan akan mulai menormalisasi hubungan dengan Israel.

Sebelum Sudan, pemerintahan Trump merekayasa pakta diplomatik akhir tahun lalu antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Ini yang pertama sejak Yordania mengakui Israel pada 1990-an dan Mesir pada 1970-an. Maroko juga menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Sebelumnya ada kesepakatan dengan negara-negara yang secara geografis jauh dari Israel dan telah memainkan peran dalam konflik Arab-Israel. Kesepakatan itu juga berkontribusi pada isolasi parah dan melemahnya orang-orang Palestina dengan mengikis konsensus Arab yang sudah berlangsung lama bahwa pengakuan Israel hanya boleh diberikan sebagai imbalan atas konsesi dalam proses perdamaian.

Soal Hutang Bank Dunia

Sebelumnya dilaporkan bahwa AS dan Sudan pada hari Rabu (6/1) sepakat untuk menyelesaikan utang negara Afrika itu kepada Bank Dunia, yang secara luas dipandang sebagai langkah kunci menuju pemulihan ekonomi negara setelah penggulingan penguasa otoriter, Omar Al-Bashir, pada 2019.

Langkah itu dilakukan selama kunjungan Menteri Keuangan Steven Mnuchin ke Khartoum, dan ini adalam pejabat senior Amerika pertama yang mendarat di sana sejak pemerintahan Presiden Donald Trump menghapus negara Afrika itu dari daftar negara sponsor terorisme.

Mnuchin tiba di bandar udara internasional Khartoum, di mana dia diterima oleh penjabat Menteri Keuangan, Heba Mohammed Ali, dan Kuasa Usaha AS di Sudan, Brian Shukan, kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.

Ini adalah kunjungan pertama oleh seorang kepala keuangan AS ke Sudan, kata pernyataan itu. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, pada Agustus menjadi diplomat top Amerika pertama yang mengunjungi Sudan sejak 2005, ketika Condoleezza Rice berkunjung. Pompeo juga merupakan pejabat AS paling senior yang mengunjungi negara Afrika itu sejak penggulingan Al-Bashir tahun lalu.

Kunjungan Menteri Keuangan AS

Kunjungan Mnuchin terjadi setelah kunjungan satu hari ke Kairo, di mana dia bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel-Fattah El-Sissi, sekutu dekat AS. Pemberhentian itu adalah bagian dari kesibukan selama hari-hari terakhir pemerintahan Trump. Joe Biden dari Partai Demokrat akan menjadi presiden pada 20 Januari.

Menteri Keuangan AS bertemu dengan Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, dan dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin Sudan lainnya termasuk Jenderal Abdel-Fattah Burhan, kepala dewan kedaulatan yang berkuasa.

Kunjungan tersebut dilakukan “pada saat hubungan bilateral kita melakukan lompatan sejarah menuju masa depan yang lebih baik. Kami berencana membuat langkah nyata hari ini karena hubungan kami memasuki era baru," kata Hamdok di Twitter.

Kunjungan satu hari Mnuchin berfokus pada kesulitan ekonomi negara dan kemungkinan bantuan ekonomi AS, termasuk keringanan utang, kata pernyataan itu. Sudan saat ini memiliki lebih dari US$ 60 miliar utang luar negeri. Bantuan dari tunggakan dan akses ke pinjaman luar negeri secara luas dilihat sebagai pintu gerbang menuju pemulihan ekonomi.

Kementerian Keuangan Sudan mengatakan telah menandatangani "nota kesepahaman" dengan Departemen Keuangan AS untuk memfasilitasi pembayaran tunggakan Sudan ke Bank Dunia.

Kementerian tersebut mengatakan penyelesaian tersebut akan memungkinkan pemerintah Sudan memiliki lebih dari US$ satu miliar setiap tahun dari Bank Dunia, untuk pertama kalinya sejak hampir tiga dekade ketika Sudan ditetapkan sebagai negara paria. Namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Kementerian Kehakiman Sudan mengumumkan bulan lalu bahwa AS akan memberikan pinjaman jembatan sebesar US$ satu miliar kepada Bank Dunia untuk membantu melunasi tunggakan Sudan dengan lembaga tersebut, selain bantuan langsung dan tidak langsung sebesar US$ 1,1 miliar dari AS.

Upaya Membangun Demokrasi

Sudan berada di jalur yang rapuh menuju demokrasi setelah pemberontakan rakyat yang menyebabkan militer menggulingkan Al-Bashir pada April 2019. Sudan sekarang diperintah oleh pemerintah gabungan militer dan sipil yang berupaya membangun hubungan yang lebih baik dengan Washington dan Barat.

Pemerintah telah berjuang dengan defisit anggaran yang sangat besar dan kekurangan barang-barang penting yang meluas, termasuk bahan bakar, gandum dan obat-obatan.

Inflasi tahunan melonjak melewati 200% dalam beberapa bulan terakhir, karena harga roti dan bahan pokok lainnya melonjak, menurut angka resmi.

Bulan lalu, pemerintahan Trump menyelesaikan penghapusan Sudan dari daftar negara sponsor terorisme. Langkah tersebut merupakan insentif utama bagi pemerintah di Khartoum untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Kedua negara, Sudan dan Israel, telah sepakat untuk memiliki hubungan diplomatik penuh, menjadikan Sudan negara Arab ketiga, setelah Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang bergerak untuk menormalisasi hubungan dengan Israel akhir tahun lalu. Maroko juga menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Ekonomi Terpuruk Akibat Sanksi

Ekonomi Sudan telah menderita akibat sanksi AS dan kesalahan manajemen selama beberapa dekade di bawah Al-Bashir, yang telah memerintah negara itu sejak kudeta militer yang didukung kelompok Islamis pada tahun 1989.

Penunjukan Sudan sebagai negara sponsor terorisme dimulai pada tahun 1990-an, ketika Sudan secara singkat menjadi tuan rumah bagi pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden dan militan lainnya yang diburu. Sudan juga diyakini telah menjadi saluran bagi Iran untuk memasok senjata kepada militan Palestina di Jalur Gaza.

Kunjungan Mnuchin dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara anggota militer dan sipil dari pemerintah transisi Sudan. Ketegangan itu, yang muncul kembali dalam beberapa pekan terakhir, sebagian besar berpusat pada aset ekonomi militer Sudan, di mana kementerian keuangan yang dikelola sipil tidak memiliki kendali.

John Prendergast, salah satu pendiri kelompok pengawas The Sentry, mendesak Menteri Keuangan AS untuk menekan aparat militer dan keamanan agar mengizinkan "pengawasan independen" terhadap bisnis yang mereka kendalikan.

"Saat Menteri Mnuchin terlibat dengan kepemimpinan di Khartoum, sangat penting bahwa dia mempertimbangkan dengan dukungan kuat untuk standar anti pencucian uang internasional dan transparansi fiskal, yang penting bagi Sudan untuk melawan penjarahan ekonomi nasionalnya," katanya. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home