Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 09:22 WIB | Kamis, 01 September 2016

Suku Bunga Sulit Turun karena Pemerintah Gemar Berutang

Grafik yang menggambarkan penurunan signifikan deposito (warna merah dan warna abu-abu) di dalam negeri sejak September 2015 (Foto: faisalbasri.com)

JAKARTA, SATUHARAPAAN.COM - Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerap mengeluhkan sulitnya perbankan menurunkan suku bunga. Masih sulitnya suku bunga turun dituduh sebagai penyebab pasar modal di Tanah Air kurang menarik bagi investor.

Namun, keluhan itu dinilai tidak pada tempatnya oleh pengamat ekonomi, Faisal Basri. Menurut dia, pada kenyataannya penyebab sulitnya suku bunga turun justru ada pada kebijakan pemerintah sendiri.

"Mengapa suku bunga deposito dan suku bunga kredit sulit turun secara signifikan? Pertama, pemerintah semakin gencar berutang akibat tekanan fiskal (APBN). Agar surat utang pemerintah laku, imbal hasilnya harus menarik," kata dia dalam blog pribadinya, faisalbasri.com.

Tulisan itu ia sajikan khusus untuk menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur BI dan Ketua OJK yang sering mengatakan bahwa pasar modal baru menarik jika bunga deposito sekitar 5 persen.

Faisal Basri menjelaskan, pemerintah sendiri pada kenyataannya harus menerbitkan surat utang dengan imbal hasil yang berada di atas rata-rata bunga deposito. Ini menjadi faktor penyebab sulitnya suku bunga turun.

"Maret lalu pemerintah mengeluarkan Sukuk Ritel dengan imbal hasil sangat menarik, 8,3 persen, di atas rata-rata bunga deposito. Dewasa ini pemerintah sedang menawarkan Sukuk Tabungan perdana (ST001) yang imbal hasilnya bersaing dengan deposito," kata Faisal.

Jadi, kata Faisal, salah satu penyebab bunga deposito susah turun adalah pemerintah sendiri yang gencar berutang, menjadi pesaing utama perbankan.

"Bapak (Wapres) baiknya melihat laju pertumbuhan deposito yang nyaris stagnan, hanya naik 1,97 persen pada Juni 2016 dibandingkan Juni 2015. Sudah hampir setahun pertumbuhan deposito melorot tajam, terjun bebas dari tingkat tertingginya sebesar 26,1 persen pada Februari 2015," kata dia.

Faisal Basri menambahkan, pada kenyataannya sesungguhnya pasar modal di Tanah Air sudah lumayan bergairah. Indeks harga saham gabungan naik tajam sejak awal Juli 2016. Hingga pertengahan Agustus, indeks saham naik 18,42 persen (year-to-date). Jika dibandingkan dengan setahun yang lalu, indeks sudah melaju 28,34 persen.

"Pasar saham Indonesia sangat bergairah jika dibandingkan dengan emerging markets. Per 24 Agustus 2016, kinerja pasar saham Indonesia tahun ini dalam ukuran dolar AS, terbaik kedua di Asia dan keempat di dunia," tutur dia.

Arus modal portofolio sebagaimana dilaporkan oleh Bank Indonesia pun cukup besar selama semester I 2016, yaitu 13 miliar dolar AS, dua kali lipat lebih dari penanaman modal asing langsung. Tahun ini diperkirakan modal portofolio bakal melampaui tahun lalu.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home