Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:48 WIB | Kamis, 23 November 2017

Survei TII: Jakarta Utara Paling Bersih Praktik Korupsi

Ilustrasi. Indeks Korupsi Indonesia 2017. (Foto: voaindonesia.com/riset.ti.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Transparency International Indonesia (TII) hari Rabu (22/11) merilis indeks persepsi korupsi (IPK) 12 kota besar di Indonesia. Jakarta Utara disebut sebagai wilayah yang paling bersih dari praktik korupsi.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International Indonesia menggunakan persepsi pelaku usaha atas lima komponen, yaitu prevalensi korupsi, akuntabilitas publik, motivasi korupsi, dampak korupsi, dan efektivitas pemberantasan korupsi; sebagai indikator utama. TII menggunakan skala skor nol hingga seratus. Survei ini melibatkan 1.200 pelaku usaha dari berbagai bidang, mulai dari usaha mikro kecil sampai besar, bidang manufaktur, jasa, dan konstruksi.

Survei dilakukan 12 kota, yakni Pekanbaru, Semarang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, Manado, Padang, Bandung, Surabaya, Medan, Jakarta Utara, dan Balikpapan. Kedua belas kota tersebut dipilih karena memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan di tingkat provinsi maupun nasional.

Berdasarkan hasil survei ini, kota paling bersih adalah Jakarta Utara dengan skor IPK 73,9. Sedangkan kota terkorup adalah Medan di Sumatera Utara, dengan skor 37,4.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan,  survei ini menghasilkan IPK yang menggambarkan tingkat korupsi pada level kota berdasarkan persepsi pelaku usaha. Dibandingkan hasil survei tahun 2015, survei atas 12 kota tahun ini menunjukkan perbaikan upaya pelayanan publik, khususnya terkait interaksi antara pelaku usaha dan penyedia layanan.

Lebih lanjut Wawan mengatakan, hasil survei IPK tahun ini menunjukkan setidaknya 17 persen pelaku usaha di 12 kota mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap. Berdasarkan nilai suap, kota yang mempunyai persentase suap tertinggi adalah Bandung, sebesar 10,8 persen dari total biaya produksi. Sedangkan kota mempunyai persentase suap terendah yakni Makassar, sebesar 1,8 persen dari total biaya produksi.

"Kota, dengan rerata alokasi suap yang besar memiliki potensi suap yang tinggi pula, dan satu kota dengan alokasi suap yang relatif rendah, maka memiliki potensi suap atau korupsi yang rendah pula dari total biaya produksi," kata Wawan.

Wawan menambahkan, sektor usaha yang dianggap paling tinggi potensi suapnya adalah air minum (4,1), perbankan dan kelistrikan (4,0) dari 18 sektor usaha yang dinilai. Sedangkan sektor usaha dengan potensi suap terendah adalah kehutanan, perikanan, dan perkebunan dengan skor 3,5. Instansi yang paling terkena dampak korupsi versi survei IPK tahun ini adalah badan legislatif dengan skor 56,8, peradilan (57,7), kepolisian (58,0).

Bimo Wijayanto, Tenaga Ahli Utama di Deputi II Kantor Staf Presiden, mendorong IPK hasil riset TII ini sebagai salah satu dasar dalam menilai perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya hasil survei ini bisa dijadikan acuan untuk menyusun rencana aksi dalam memerangi rasuah. Bimo mengakui ada tiga faktor utama menjadi penghambat dalam memberantas korupsi berdasarkan survei TII.

"Yang pertama, korupsi dianggap bukan masalah penting, dibiarkan begitu saja dan bukan masalah prioritas. Kalau hasil survei ini benar, maka korupsi ini hampir tiap hari menjadi bahan pembicaraan, namun stop di bahan pembicaraan," kata Bimo.

Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, survei mengenai IPK kota-kota di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak 2004, dengan mengukur skor IPK di 40 kota.

Survei yang dilakukan tiap dua tahun itu bertujuan memberi arahan bagi pemerintah kota, pemerintah pusat, serta pelaku usaha mengenai bagaimana mengevaluasi upaya pemberantasan korupsi yang sudah berjalan di masing-masing kota tersebut. Dadang berharap peluncuran skor IPK 12 kota di Indonesia itu akan memberikan optimisme baru bagi semua pihak untuk terus menghadapi problem korupsi di Indonesia.

Dalam survei dua tahun sebelumnya, tampak jelas bahwa sangat penting menjadikan pelaku usaha sebagai mitra dalam upaya memberantas korupsi. Pandangan umum bahwa para pelaku usaha itu juga pelaku korupsi harus diubah. (voaindonesia.com/ riset.ti.or.id)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home