Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:14 WIB | Selasa, 23 September 2014

Syariat Islam di Aceh Berlaku untuk Non-Muslim

• Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh yang akan disahkan pekan ini berlaku bagi orang non-Muslim
• Kalangan pegiat HAM mengkritik materi rancangan qanun yang diberlakukan juga untuk kaum agama non-Muslim karena dianggap diskriminatif
• UU Pemerintahan Aceh tahun 2006 dibuat sesuai kekhususan Provinsi Aceh
Syariat Islam di Aceh Berlaku untuk Non-Muslim
Kalangan pegiat HAM mengkritik materi rancangan qanun yang diberlakukan juga untuk kaum agama non-Muslim karena dianggap diskriminatif. (Foto-foto: bbc.co.uk)
Syariat Islam di Aceh Berlaku untuk Non-Muslim
Seorang pelaku judi dihukum cambuk di Aceh, September 2014.

BANDA ACEH, SATUHARAPAN.COM – Anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Moharriadi mengatakan peraturan daerah (qanun) tentang pemberlakuan Syariat Islam di Aceh, yang akan disahkan pekan ini, berlaku bagi orang non-Muslim.

Warga non-Muslim di Aceh akan dikenai aturan qanun tersebut, seperti antara lain dikenai hukuman cambuk di depan umum, jika perbuatannya tidak diatur dalam hukum nasional atau Kitab undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kalau tidak diatur dalam KUHP, ikut aturan qanun," kata Moharriadi Selasa (23/9).

Meski demikian, lanjut Moharriadi, apabila perbuatannya diatur pula dalam KUHP, warga non-Muslim itu "bebas memilih secara sukarela."

"Artinya, kalau mau diatur dengan KUHP, silakan. Dan kalau mau diatur dengan qanun, silakan. Jadi, dia memilih dengan sukarela," kata Moharriadi.

Dalam materi qanun tersebut, mereka yang terbukti antara lain berjudi, zina, melakukan pemerkosaan, atau menenggak minuman keras, akan dihukum cambuk atau denda atau penjara, tergantung tingkat kesalahan.

Diskriminatif

Kalangan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) mengkritik materi rancangan qanun yang diberlakukan juga untuk kaum agama non-Muslim karena dianggap diskriminatif.

"Kalau memang ada pasal yang mengatakan boleh memilih itu bagus, tapi ketika itu tidak diatur dalam hukum nasional dan digunakan qanun itu tidak adil," kata aktivis HAM dan Ketua Balai Syura Ureueng Inong Aceh, Soraya Kamaruzzaman.

Namun, Soraya juga mengkritik materi Undang-Undang Pemerintahan Aceh tahun 2006 yang menjadi rujukan qanun tersebut.

Menurutnya, salah-satu pasal dalam UU tersebut menyebutkan, setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan syariat Islam.

"Jadi, yang harus diperbaiki adalah materi UU tersebut, karena qanun ini merujuk ke sana," kata Soraya.

Dia kemudian mengusulkan agar pihak yang keberatan dengan qanun di Aceh dapat terlebih dulu mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi.

Sesuai Kekhususan Aceh

Pemerintah pusat, seperti dinyatakan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit mengatakan pembahasan qanun di Aceh telah melalui proses evaluasi yang melibatkan pemerintah pusat.

Dia juga menegaskan, bahwa UU Pemerintahan Aceh tahun 2006 dibuat sesuai kekhususan Provinsi Aceh.

"Itu kan prosedurnya saja, pakai qanun atau KUHP," kata Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit.

Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh, yang diatur dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh, merupakan lanjutan dari kesepakatan damai Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tahun 2005 lalu.

Dalam batas tertentu, sejumlah daerah di Indonesia juga telah memberlakukan Syariat Islam, semenjak diberlakukan kebijakan otonomi daerah semenjak reformasi 1998, yang oleh sebagian pihak dianggap menyalahi Konstitusi. (bbc.co.uk)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home