Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 06:22 WIB | Sabtu, 20 Agustus 2016

Tak Perlu Menunggu Esok untuk Berbuat Baik

Esok mungkin sudah terlambat!
”Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Marilah kita melayangkan pandangan, dalam khayal tentunya, ke kisah penyembuhan di rumah ibadah pada hari Sabat sebagaimana dicatat Lukas (Luk. 13:10-17)!

Pada waktu itu Yesus, Sang Guru dari Nazaret, sedang mengajar. Bisa jadi seluruh pandangan mata orang tertuju kepada-Nya. Bagaimanapun, Yesus sedang naik daun waktu itu. Pengajaran-Nya selalu dinanti-nantikan banyak orang.

Namun, konsentrasi orang banyak itu buyar karena di tengah-tengah pengajaran, Yesus memanggil seorang perempuan yang telah delapan belas tahun menderita sakit bungkuk, dan berkata kepadanya: ”Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Tak hanya cukup berkata, Yesus meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Proses belajar mengajar itu pun total berhenti!

Namun, kepala rumah ibadah itu marah bukan kepalang. Agaknya dia merasa Yesus telah melanggar Sabat karena melakukan penyembuhan pada hari Sabat. Dengan gusar dia protes: ”Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” Dia mungkin merasa terganggu ibadahnya dengan peristiwa penyembuhan itu. Sehingga dia menghardik perempuan itu agar hadir di hari lain.

Namun, Yesus tak kalah gusarnya. Dengan tegas dia menghardik pemimpin rumah ibadah itu, ”Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?” (Luk. 13:15).

Yesus menentang pendapat orang tidak boleh bekerja pada hari Sabat dengan menegaskan bahwa tak sedikit orang yang memberi minum kepada ternaknya. Jika kepada ternak saja mereka mau melakukan kebaikan, apalagi kepada manusia!

Lagi pula, Yesus menyembuhkan bukan karena ia kuasa menyembuhkan, bukan pula karena hendak pamer, tetapi lebih dari itu karena Yesus merasa iba hatinya. Bayangkan, 18 tahun dia bungkuk. Mungkin saja, penyakitnya itu telah membuatnya menjadi rendah diri. Bahkan, dia pun tidak merasa perlu meminta pertolongan Yesus.  

Tetapi, Yesus peka. Guru dari Nazaret tidak menunggu ibu itu ngomong. Ia juga menyembuhkan tanpa memperhatikan aturan-aturan picik undang-undang yang berlaku. Kebaikan hati tidak boleh terhalang, juga oleh peraturan. Bagi Yesus, tak perlu nunggu esok untuk berbuat baik. Karena esok mungkin sudah terlambat!

Bagi Sang Guru belas kasihan tetap lebih penting dari peraturan mana pun. Bagi Yesus, melakukan kehendak Bapa lebih utama dari apa pun. Dan itulah yang tidak dipahami kepala rumah ibadah.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home