Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 17:42 WIB | Minggu, 28 September 2014

Teologi Tak Sekadar Pemahaman Rohani

Pdt. Dr. Martin L. Sinaga, D.Th. (tengah) dan Natanael Tarigan (kanan) menjadi pemateri dalam kuliah umum Dies Natalis ke-80 Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta pada Jumat (26/9) lalu. (Foto: Francisca CR)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Teologi bukan sekadar pemahaman rohani. Berteologi dalam konteks relasi gereja dan dunia berarti mengusahakan dan memperhitungkan peran dunia dalam konstruksi teologi tersebut. Hal ini disampaikan oleh Pdt. Dr. Martin L. Sinaga, D.Th. dalam kuliah umum Dies Natalis ke-80 Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta pada Jumat (26/9) lalu.

Dalam pemaparannya, Martin mengutip pendapat teolog Douglas Hall yang mengatakan bahwa teologi lebih dari sekadar doktrin, pengetahuan dan penelitian alkitab, berbagi pengalaman rohani, serta refleksi etis dan aksi moral. Teologi adalah aktivitas intelektual-spiritual yang menolong gereja untuk hidup secara kreatif dan setia, dan dengan sumber-sumber partikularnya, tempat ia menimba kebijaksanaan dan harapan. Martin menambahkan bahwa teologi merupakan aktivitas yang berkesinambungan dari gereja yang menginginkan kejelasan tentang makna injil yang sesungguhnya.

Teologi Konstruktif

Dengan demikian, Martin menjelaskan bahwa teologi yang terpenting adalah suatu proses yang terjadi dalam komunitas, dalam persekutuan orang beriman, dalam realitas, yang tentunya dilakukan di alam terang iman akan Allah.

Hal ini menunjukkan metode berteologi yang pada umumnya disebut teologi konstruktif. Martin mengatakan bahwa teologi konstruktif akan muncul jika ditempuh dengan tiga hal, yaitu  pengenalan akan pengalaman kemanusiaan bersama, penafsiran atas simbol agama, dan penghayatan ke dalam realitas.

Oleh karena itu, tema besar studi teologi masa kini ialah pengertian dan pengamalan akan hidup kebudayaan atau pengalaman di dunia modern/postmodern, hermeneutik kontekstual yang berupaya secara komparatif membaca lalu mempertemukan kenyataan hidup dan simbol atau teks iman Kristiani, serta hidup bergereja atau eklesiologi alternatif yang mungkin muncul dan melahirkan efek sosial di tengah hidup nyata.

Sejalan dengan hal tersebut, Natanael Tarigan mahasiswa S3 STT Jakarta yang juga menjadi pemateri dalam kuliah tersebut mengatakan bahwa melalui konstruksi ini warga gereja dapat menyimpulkan bahwa ada dua tugas etis gereja, yaitu gereja menolak kekerasan yang muncul sebagai bentuk balas dendam. Gereja dalam hal ini mendorong dunia supaya yakin bahwa hanya ada satu hukum, yakni hukum Allah terhadap semua kekuatan anonim yang memenjarakan dan membunuh manusia. Selanjutnya, gereja bertolak dari pemikiran induktif.

Hal ini dikembangkan dengan menekankan pentingnya biografi individual. Natanael mengungkapkan bahwa gereja memang harus menjadi global network, yakni gereja hadir di segala sisi dan segala lini.   

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home