Loading...
HAM
Penulis: Ignatius Dwiana 12:50 WIB | Jumat, 23 Agustus 2013

Tes Keperawanan adalah Bentuk Kekerasan Seksual atas Perempuan

Dari kiri ke kanan, Kunthi Tridewiyanti, Husein Muhammad, dan Andy Yentriyani, dalam siaran pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang disampaikan pada hari Kamis (22/8) di kantor Komnas Perempuan. (Foto Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tes keperawanan adalah salah satu bentuk kekerasan seksual atas perempuan. Tes keperawanan juga bertentangan dengan Konstitusi. Tindakan tersebut merendahkan derajat martabat manusia dan bersifat diskriminatif terhadap perempuan.

Tes Keperawanan juga dapat berimplikasi memutus masa depan anak perempuan karena tidak dapat melanjutkan pendidikan dan hidup dalam stigma negatif di dalam masyarakat. Demikian siaran pers Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang disampaikan pada hari Kamis (22/8) di kantor Komnas Perempuan. Siaran per situ untuk menyikapi wacana tes keperawanan yang digulirkan di Prabumulih Sumatera Selatan.

Kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang terus bertambah jumlahnya sejak tahun 1999 seiring otonomi daerah mulai bergulir. Sampai dengan tanggal 18 Agustus 2013, Komnas Perempuan mencatat 342 kebijakan diskriminatif serupa ini. Ini berarti jumlah kebijakan diskriminatif bertambah 60 kebijakan dari tahun lalu, atau telah lebih dua kali lipat. Pada tahun 2009 kebijakan diskriminatif baru berjumlah 154.

Seluruh kebijakan ini bertentangan dengan Konstitusi dan pelbagai produk hukum nasional dan membutuhkan penyikapan tegas dan segera dari  pemerintah.

Sebanyak 265 dari 342 kebijakan diskriminatif secara langsung menyasar perempuan atas nama agama dan moralitas. Termasuk dalam 265 kebijakan itu adalah 79 kebijakan yang mengatur cara berpakaian berdasarkan interpretasi tunggal ajaran agama.

Situasi ini membatasi hak kemerdekaan berekspresi dan hak kemerdekaan beragama. Ada pula 124 kebijakan tentang prostitusi dan pornografi; 27 kebijakan tentang pemisahan ruang publik laki-laki dan perempuan atas alasan moralitas, 19 di antaranya menggunakan istilah khalwat atau mesum; dan 35 kebijakan terkait pembatasan jam keluar malam yang pengaturannya mengurangi hak perempuan bermobilitas, pilihan pekerjaan, serta perlindungan dan kepastian hukum.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home