Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:24 WIB | Minggu, 25 Januari 2015

TNI Tak Perlu Campuri “Polri vs KPK”

Para pendukung KPK dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi dari pagi hingga malam terkait penangkapan Bambang Widjojanto oleh Polri hari ini. (Foto: dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat pertahanan dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Muradi menilai langkah Ketua KPK Abraham Samad yang meminta Panglima TNI Moeldoko untuk mengamankan Kantor KPK di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, dari kemungkinan ancaman penggeledahan penyidik Polri mengindikasikan bentuk inferioritas berlebihan.

“Langkah Abraham Samad meminta Panglima TNI Moeldoko turut mengamankan Kantor KPK dari kemungkinan ancaman penggeledahan penyidik Polri pasca penetapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka mengindikasikan bentuk inferioritas yang berlebihan dari kemungkinan adanya ancaman bersenjata dari institusi Polri,” kata Muradi kepada satuharapan.com, di Jakarta, Minggu (25/1).

Menurut dia, paradigma superioritas sipil atas militer pasca transisi demokrasi yang panjang akan terkoreksi dengan langkah tersebut, sebab kasus yang kini menyelimuti dua institusi tersebut, Polri dan KPK, lebih bernuansa penegakan hukum.

Selanjutnya Muradi menilai sikap Presiden Jokowi yang ingin penyelesaian polemik antara Polri dan KPK tetap dalam kerangka penegakan hukum pun akan ternegasi, sebab bila TNI ikut campur tangan akan berpotensi memperluas konflik.

“Langkah itu juga dapat diartikan sebagai bagian ketidakpercayaan antar dua institusi tersebut. Padahal pada konteks pemberantasan korupsi, kerja sama antara Polri dan KPK berkorelasi dengan menguatnya kerja sama antar kedua institusi itu,” ujar salah satu staf pengajar di UNPAD Bandung itu.

Dia melanjutkan, dampak ketidakpercayaan tersebut akan mengakibatkan ketidakefektifan masing-masing lembaga dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. “Juga akan menghadirkan situasi politik yang tidak kondusif,” kata Muradi.

Oleh karena itu, dia berharap agar Polri dan KPK tetap fokus memastikan proses hukum berjalan objektif dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada, sebagaimana diucapkan Presiden Jokowi. Sebab, langkah melibatkan institusi lain menunjukan adanya keinginan untuk saling menjatuhkan. “Dan tidak bervisi pada upaya untuk memperkuat kondusifitas Indonesia,” ujar Muradi.

Permintaan Samad

Ketua KPK Abraham Samad menelpon langsung Panglima TNI Jendral Moeldoko untuk meminta bantuan pengamanan. Permintaan ini dilakukan setelah Bareskrim Polri memutuskan menahan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pada Jumat (23/1).

Deputi bidang pencegahan KPK Johan Budi membenarkan soal adanya pengamanan tambahan di luar kepolisian itu. "Jadi memang benar KPK di-backup oleh tim pengamanan yang jumlahnya cukup banyak di luar Polri," kata Johan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengamanan tambahan ini diturunkan karena beredar informasi di internal KPK bahwa Bareskrim akan melakukan penggeledahan di ruang kerja Bambang. Nantinya, ada tiga pasukan elit TNI dari tiga matra yang diterjunkan untuk melakukan pengamanan terhadap Gedung KPK.

Tiga pasukan elite itu, yakni Komando Pasukan Khusus (Kopasus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI Angkatan Laut, dan Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home