Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 20:27 WIB | Sabtu, 29 April 2017

Trump Semakin Prihatin Kekacauan di Venezuela

Pria yang menutupi wajahnya mengikuti mars penghormatan untuk Juan Pablo Pernalete, mahasiswa yang tewas saat malam demosntrasi menentang Presiden Nicolas Maduro di Caracas, 27 April 2017. Venezuela mendapat tekanan internasional terkait krisis politik mematikan di negara itu dengan anggota parlemen Uni Eropa menuduh "represi brutal pemerintah" dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut negara itu "kacau." (Foto: AFP)

WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Kamis (27/04) mengatakan dia merasa sedih dengan krisis di Venezuela, tempat serangkaian kerusuhan antipemerintah merenggut 29 nyawa.

“Venezuela sangat kacau,” kata Trump dalam merespons pertanyaan reporter saat dia menerima Presiden Argetina Mauricio Macri di Gedung Putih.

“Saya sangat sedih dengan Venezuela, sangat sedih melihat apa yang terjadi di Venezuela,” ujarnya. “Situasi di Venezuela sangat menyedihkan.”

Komentarnya disampaikan saat pemerintah Presiden Nicolas Maduro bersiap mundur dari Organisasi Negara-Negara Amerika (Organization of American States/OAS), grup regional yang berbasis di Washington yang terdiri dari negara-negara di bumi belahan barat kecuali Kuba.

Pemerintahan Maduro menuduh bahwa sekelompok negara yang dipimpin AS memanfaatkan OAS untuk memaksanya mundur.

Parlemen UE Kecam ‘Penindasan Brutal’

Legislator Uni Eropa (UE) pada hari Kamis (27/4) mengecam keras “penindasan brutal” di Venezuela, tempat protes antipemerintah menewaskan puluhan orang bulan ini.

Dalam sebuah resolusi, Parlemen Eropa mengatakan mereka “mengecam keras penindasan brutal yang dilakukan pasukan keamanan Venezuela, serta kelompok bersenjata ilegal, terhadap protes yang digelar secara damai.”

Para anggota parlemen juga mendesak pemerintah Venezuela untuk menyelidiki semua kematian dan mengadili pelakunya, serta menjamin hak untuk menggelar protes secara damai.

Resolusi tersebut – disetujui oleh 450 suara melawan 35 dengan 100 suara abstain, dan didukung semua kelompok politik besar di parlemen UE – adalah ekspresi terbaru keterkejutan internasional atas kekacauan di Venezuela.

Presiden Nicolas Maduro, murid mendiang Hugo Chavez, melawan upaya oposisi untuk menurunkannya, dengan sejumlah protes berubah menjadi bentrokan mematikan dengan polisi antihuru-hara.

Parlemen Eropa meminta Venezuela mengizinkan bantuan, di tengah kejatuhan ekonomi yang diperparah dengan anjloknya harga minyak internasional.

Mundur dari AOS

Sebelumnya, Venezuela, hari Rabu (26/4) mengatakan bahwa mereka akan mengundurkan diri dari OAS karena kesal atas tekanan dari blok tersebut terkait penanganan krisis politik yang dilakukan oleh pemerintah.

Menteri Luar Negeri Delcy Rodriguez mengatakan bahwa pemerintah akan meluncurkan proses dua tahun untuk mundur dari kelompok diplomatik regional yang berbasis di Washington itu.

"Besok, seperti yang diperintahkan Presiden Nicolas Maduro, kami akan mengajukan surat keluhan ke OAS dan kami akan memulai proses pemisahan selama 24 bulan," katanya dalam pidato televisi.

OAS dan otoritas internasional lainnya menyerukan keprihatinan tentang keadaan demokrasi di Venezuela, ketika Presiden Nicolas Maduro menolak tekanan oposisi untuk mundur dari jabatannya.

Puluhan orang tewas, beberapa di antaranya ditembak, dalam demonstrasi antipemerintah yang berubah menjadi bentrokan dengan polisi antihuru-hara.

Sekretari Jenderal OAS Luis Almagro sebelumnya menyebut Presiden Maduro sebagai seorang "diktator" karena menekan pihak oposisi. (AFP)

 

 

Editor : Melki Pangaribuan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home