Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:47 WIB | Rabu, 01 Juni 2016

Uang Kuliah Tunggal Jangan Bebani Masyarakat Miskin

Sejumlah mahasiswa melakukan demonstrasi menolak kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Banyumas, Jateng, Rabu (17/12/2014). Mahasiswa menolak kebijakan UKT yang dinilai memberatkan, dan mengeluhkan masih terjadinya praktik pungutan di luar UKT. (Foto: Antara/Idhad Zakaria)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, mengingatkan penerapan uang kuliah tunggal (UKT) jangan sampai membebani masyarakat miskin.

Uang kuliah tunggal (UKT), sebagaimana ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 97/E/KU/2013 Tanggal 5 Februari 2013, adalah biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa per semester, yang sudah disubsidi pemerintah, didasarkan pada kondisi ekonomi dan sosial orang tua/wali mahasiswa.

Ketentuan dalam UKT adalah pembayaran biaya kuliah selama satu masa studi dibagi per semester, sehingga mahasiswa tidak perlu membayar uang pangkal melainkan membayar uang kuliah per semester saja. Dalam sistem UKT ini biaya kuliah seorang mahasiswa selama 4 tahun (8 semester) akan diakumulasi dan ditotal kemudian dibagi 8 semester, hasil dari pembagian tersebut yang nantinya harus dibayarkan oleh mahasiswa.

"UKT itu sesuai dengan peraturan menteri. Sangat jelas," katanya, saat meninjau pelaksanaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Semarang, Selasa (31/5).

Nasir mengatakan, UKT diterapkan terhadap mahasiswa yang masuk melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau jalur undangan, SBMPTN, maupun jalur mandiri.

Namun, kata mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang terpilih itu, mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN tidak boleh dikenai pungutan biaya tambahan di luar UKT.

"Kalau untuk ujian masuk (UM) atau jalur mandiri, apakah ada tambahan (biaya, Red) atau tidak, saya serahkan rektor. Rektor yang menentukan, karena itu otonomi kampus," katanya.

Meski demikian, ia mengingatkan kalangan rektor PTN bahwa penerapan UKT maupun biaya tambahan di luar UKT, tidak sampai membebani masyarakat miskin yang akan berkuliah.

"Anak miskin harus betul-betul diperhatikan, harus betul-betul diafirmasi. Ini catatan saya kepada para rektor PTN. Harus dijaga betul," katanya.

Jangan sampai, kata Nasir, di dalam penerapan UKT oleh PTN justru memunculkan ketidakadilan.

Sebelumnya, aksi penolakan penerapan UKT dan biaya tambahan di luar UKT untuk mahasiswa jalur mandiri terjadi di sejumlah daerah, seperti yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Ribuan mahasiswa Unnes, melakukan demonstrasi menolak pemberlakuan sumbangan pengembangan institusi (SPI) atau yang dinamai Biaya Peningkatan Mutu dan Prestasi Kemahasiswaan (BPMPK), Kamis (26/5) lalu.

Mereka menilai pemberlakuan SPI bagi mahasiswa yang berasal dari jalur mandiri itu, tidak pro-rakyat miskin karena akan memberatkan, serta menuntut pula perbaikan sistem UKT yang sudah diterapkan.

Aksi protes terhadap penerapan UKT juga terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, termasuk pula di Universitas Andalas Padang yang penerapan UKT-nya dikeluhkan. (Ant/infomasukptn.co.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home