Loading...
RELIGI
Penulis: Petrus Sugito 20:00 WIB | Kamis, 03 Desember 2015

UEM Asia Prakarsai Peringatan Hari Internasional Disabilitas di Medan

Para penyandang disabilitas dan pendampingnya melakukan aksi damai dengan jalan santai sambil membagi pin ke penggguna jalan raya di Medan Sumatera Utara, pada hari Kamis (3/12). Foto: Petrus Sugito)

MEDAN, SATUHARAPAN.COM - Tidak kurang 200 para penyandang beragam disabilitas dan pendampingnya, mengadakan aksi damai untuk memperingati hari penyandang disabilitas internasional di Medan pada hari Kamis (3/12). Aksi damai berupa jalan santai sekitar tiga kilometer, sambil membagi pin bagi penggguna jalan raya. Pin tersebut untuk sosialisasi tentang keberadaan hari disabilitas internasional dan menggugah kesadaran masyarakat luas untuk memperhatikan hak-hak para penyandang disabilitas.

Sebelumnya, telah mengadakan seminar sehari pada tanggal  21 November 2015. Thema peringatan hari internasional penyandang disabilitas adalah Anugerah dan Iman dalam Aksi, Mewujudkan Masyarakat Inklusi.

Beberapa penyandang disabilitas menuturkan bagaimana reaksi masyarakat saat membagi pin. Seorang perempuan pengendara sepeda motor berhenti dan mengabadikan kegiatan ini. Banyak yang mengulurkan tangan hendak memberi sumbangan uang, karena dikira kegiatan ini merupakan aksi penggalangan dana. Ada pula yang menolak menerima pin tersebut.

Kegiatan ini diprakarsasi oleh United Evangelical Mission (UEM) Departemen Asia. UEM adalah persekutuan gereja-gereja di tiga benua: Eropa, Afrika, dan Asia. Ada 16 gereja anggota persekutuan ini di wilayah Asia. Aksi Damai ini diikuti oleh tiga lembaga pelayanan sosial di bawah gereja anggota UEM. Ketiga lembaga tersebut: Lembaga Pelayanan Sosial Hepata (HKBP), Lembaga Pelayanan Sosial Alfa-Omega (GBKP), dan Yayasan Penyandang Tuna Netra/YAPENTRA (GKPI).

Sesuai data WHO yang menyatakan bahwa  jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 15-20 persen dari total penduduk. Artinya, dua dari 10 orang di Indonesia menyandang disabilitas. Oleh krena itu perlu pemahaman bahwa kondisi disabilitas adalah bagian dari keberagaman, sebagaimana perbedaan warna kulit, suku, ras, dan etnik. Ditinjau dari kehidupan bernegara, penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat.  

Penyandang disabilitas juga adalah warga negara yang memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan, serta penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Indonesia memang  telah menandatangani Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) pada tahun 2007 dan disahkan pada tanggal 18 November 2011 melalui UU No.19/2011. Namun dalam implikasinya, Undang-undang di atas belum tersosialisasi sehingga belum dipahami oleh masyarakat pada umumnya dan kaum disabilitas sendiri pada khususnya.

Hal itu terlihat dari minimnya pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat kepada warga negara penyandang disabilitas, baik dalam segi kesehatan: terdapat masih banyak penyandang disabilitas yang belum mempunyai jaminan kesehatan sehingga mereka tidak bisa memperoleh pelayanan kesehatan;  Pendidikan: Masih banyak sekolah umum yang tidak menerima difabel untuk bersekolah di sekolah mereka serta minimnya sekolah khusus dibandingkan dengan banyaknya jumlah penyandang disabilitas baik di tingkat lokal maupun nasional; Livelihood (Pendapatan/Pekerjaan): Minim sekali dunia kerja yang menerima/ merekrut penyandang disabilitas untuk bekerja di perusahaan mereka, bahkan di pemerintahan pun.

Disisi lain Dukungan masyarakat untuk pemberdayaan penyandang disabilitas untuk dapat berusaha juga minim sekali. Sosial: masih ditemukan bahwa penyandang disabilitas diperlakukan secara tidak wajar oleh keluarga dan masyarakat, bahkan dikurung/pasung, dieksploitasi, hak-hak sosial mereka tidak dihormati, seperti minimnya aksesibilitas, belum memberlakukan SIM D,  dan lain sebagainya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home