Loading...
HAM
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:54 WIB | Sabtu, 08 September 2018

UNICEF: Separuh Remaja Dunia Alami Kekerasan Teman Sebaya di Sekolah

Ilustrasi. Anak yang mengalami ketakutan di sekolah. Separuh remaja dunia mengalami kekerasan teman sebaya di sekolah. (Foto: unicef.org)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 150 juta pelajar yang berusia 13-15 tahun adalah korban teman sebaya mereka, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan Dana Anak PBB (UNICEF), pada kamis (6/9). 

Penelitian baru yang dinamakan #ENDviolence, menunjukkan kekerasan teman sebaya yang diukur dengan jumlah anak-anak yang melaporkan telah dirundung pada bulan lalu, atau terlibat dalam pertarungan fisik selama setahun. Ini mempengaruhi pembelajaran siswa dan kesejahteraan di negara-negara kaya dan miskin sama.

Studi itu memperlihatkan, bagi banyak anak remaja, lingkungan sekolah bukan tempat yang aman, tapi justru daerah berbahaya tempat mereka harus belajar dalam ketakutan.

Henrietta Fore, Direktur Pelaksana UNICEF, dilansir dari unicef.org, mengatakan peristiwa itu memiliki dampak negatif pada kesejahteraan pendidikan siswa, apakah mereka hidup di negara kaya atau miskin.

“Setiap hari, siswa menghadapi berbagai bahaya, termasuk perkelahian, tekanan untuk bergabung dengan gerombolan, baik secara pribadi maupun online, disiplin kekerasan, pelecehan seksual, dan kekerasan bersenjata. Dalam jangka pendek ini mempengaruhi pembelajaran mereka, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan bahkan bunuh diri. Kekerasan adalah pelajaran yang tak terlupakan yang tidak perlu dipelajari anak-anak," kata Henrietta Fore.

Laporan ini menguraikan berbagai cara siswa menghadapi kekerasan di dalam dan di sekitar kelas. Menurut data terbaru yang tersedia dari UNICEF, secara global, lebih dari 1 dari 3 siswa berusia 13-15 mengalami perudungan, dan kira-kira proporsi yang sama dengan yang terlibat dalam perkelahian fisik. Tiga dari 10 siswa di 39 negara industri mengakui mengintimidasi teman sebaya.

Pada tahun 2017, ada 396 serangan yang didokumentasikan atau diverifikasi di sekolah-sekolah di Republik Demokratik Kongo, 26 di sekolah-sekolah di Sudan Selatan, 67 serangan di Republik Arab Suriah, dan 20 serangan di Yaman.

Sementara, anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama berisiko mengalami penindasan, anak perempuan lebih mungkin menjadi korban bentuk-bentuk perudungan psikologis dan anak laki-laki lebih berisiko terhadap kekerasan fisik dan ancaman.

Laporan itu mencatat bahwa kekerasan yang melibatkan senjata di sekolah, seperti pisau dan senjata, terus-menerus menguasai kehidupan mereka. Ia juga mengatakan bahwa di dunia yang semakin digital, para pengganggu menyebarkan konten yang kasar, menyakitkan, dan memalukan dengan hanya melalui ketukan di pad.

Laporan tersebut merujuk kepada bukti mengenai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan anak-anak terhadap kekerasan. Bukti itu meliputi ketidakmampuan, kemiskinan parah, etnik. Mereka yang berada di tempat perawatan atau migran tanpa pendamping juga rentan.

Selain menghadapi bahaya dari teman sebaya, anak kecil terancam pemukulan oleh guru mereka. Hampir 720 juta anak usia sekolah hidup di negara tempat hukuman jasmani di sekolah tidak dilarang, dan tempat norma sosial memberi orang dewasa posisi kekuasaan untuk membenarkan penggunaan kekerasan guna mendisiplin anak-anak.

Untuk mengakhiri kekerasan di sekolah, UNICEF dan mitra menyerukan tindakan segera di bidang-bidang berikut: Menerapkan kebijakan dan undang-undang untuk melindungi siswa dari kekerasan di sekolah. Memperkuat langkah-langkah pencegahan dan respons di sekolah-sekolah. Mendesak komunitas dan individu untuk bergabung dengan siswa saat mereka berbicara tentang kekerasan dan bekerja untuk mengubah budaya ruang kelas dan komunitas.

Berikutnya, membuat investasi yang lebih efektif dan terarah dalam solusi terbukti yang membantu siswa dan sekolah tetap aman. Mengumpulkan data terpilah yang lebih baik tentang kekerasan terhadap anak-anak di dalam dan di sekitar sekolah dan membagikan apa yang berhasil.

UNICEF mendorong orang-orang muda di seluruh dunia untuk meningkatkan suara mereka untuk #ENDviolence di dalam dan di sekitar sekolah, dan untuk memberi tahu bagaimana mereka bekerja bersama dan solusi apa yang mereka gunakan untuk #ENDviolence di dan sekitar sekolah sekali dan untuk semua.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home