Loading...
ANALISIS
Penulis: Sabar Subekti 12:10 WIB | Kamis, 27 Februari 2020

Wabah COVID-19 Memasuki Babak Baru?

Peta penyebaran COVID-19 berdasarkan kasus terkonfirmasi. (Foto dari Bloomberg.com)

SATUHARAPAN.COM-Wabah virus corona baru yang bermula di China, khususnya kota Wuhan di Provinsi Hubei, tampaknya memasuki babak baru, terutama munculnya episentrum baru penyebaran virus.

Selain China, Korea Selatan telah menjadi episentrum baru menyebaran wabah virus yang dinamai COVID-19. Di Eropa, Italia disebut sebagai “sumber” penyebaran baru ke beberapa negara. Di Timur Tengah, Iran disebut-sebut sebagai “sumber” penyebaran untuk beberapa negara di kawasan itu.

Pekan ini, Amerika Serikat, negara yang penduduknya mungkin paling terhubung dengan belahan dunia lain, mulai menyatakan kewaspadaan tinggi pada wabah ini. Presiden AS, Donald Trump, selain mengatakan AS sangat siap, juga akan menyediakan dana yang cukup besar untuk melawan COVID-19.

Amerika Selatan, sejauh ini menunjukkan daerah yang sepi dari COVID-19, namun pekan ini juga tertembus oleh kasus terinfeksi yang ditemukan di Brazil, negara yang pernah diguncang oleh wabah Zika empat tahun lalu.

COVID-19 telah menyebar di lima benua, Asia, Amerika, dan Eropa, hanya Australia dan Afrika (termasuk Ametika Selatan) yang sejauh ini masih mencatat jumlah kasus yang kecil.  Dan di Asia, Indonesia secara geografi, masih menjadi negara yang “bebas” dari COVID-19. Kepanikan Melanda Dunia

Dampak dari wabah ini memang bukan hanya pada masalah kesehatan, di mana seluruh dunia sekitar 80.000 orang terinfeksi, dan hampir 2.800 meninggal oleh virus itu. Ini juga terkait dengan 37 negara yang dilanda. Apalagi untuk mengatasi penyakit ini belum ada obat maupun vaksinya. Namun dampak wabah yang menyokong peningkatan kepanikan adalah pada masalah ekonomi dan sosial.

Bisnis transportasi dan pariwisata merupakan yang paling terpukul, terutamayang terkait China dan negara-negara yang tumbuh menjadi pusat penyebaran baru, seperti Korea Selatan, dan Italia, serta Iran yang sebelumnya telah terpukul oleh sanksi ekonomi dan keuangan dari AS.

Namun demikian, sektor lain juga terpukul oleh terhambatnya proses produksi akibat penutupan pabrik, serta kesulitan dalam pemasokan berbagai barang yang terjadi secara global.

Di sektor keuangan, pasar saham di seluruh dunia dilaporkan kehilangan setidaknya senilai US$ 3,3 triliun dalam empat hari perdagangan saja, seperti yang dihitung dengan indeks MSCI all-country. Wall Street menunjukkan harga minyak turun ke level terendah dalam lebih dari setahun.

Berbagai event olah raga dan budaya banyak yang harus ditutup, yang juga berdampak pada roda perekonomian dan bisnis. Bahkan layanan ibadah keagamaan, karena melibatkan kumpulan banyak orang, juga mulai dibatasi. Aktivitas pendidikan banyak yang ditunda dengan sekolah dan kampus ditutup.

Epidemi atau Bukan?

Pimpinan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyarankan para diplomat di Jenewa agar tidak berbicara tentang pandemi (awam di Indonesia biasa menyebut sebagai wabah). Tentang kasus COVID-19 ini, WHO definisikan sebagai penyebaran penyakit baru di seluruh dunia.

"Menggunakan kata pandemi secara sembarangan tidak memiliki manfaat nyata, tetapi berrisiko secara signifikan dalam meningkatkan ketakutan dan stigma yang tidak perlu dan tidak dapat dibenarkan, dan melumpuhkan sistem," katanya.

WHO tampaknya menghadapi dilema, bahkan untuk urusan yang terkait dengan istilah dan kata-kata yang digunakan. Ada kecenderungan untuk menghaluskan demi mengatasi kepanikan. Namun masalah kepanikan mungkin tidak sekadar dilihat dari statusnya sebagai epidemi atau bukan, Beberapa fakta baru yang diungkapkan oleh otorita kesehatan dari berbagai negara, memang mendorong tingkat kewaspadaan yang makin tinggi.

Dunia menyaksikan bahwa “ledakan” penyebaran virus corona dengan episentrum baru, dan penularan oleh orang terinfiksi yang tanpa gejala. Ini menandai banyak hal tentang COVID-19 belumsepenuhnya diketahui.

Di China “ledakan” kasus justru terjadi ketika aparat China menutup-nutupi fakta dan merendahkan potensi penyebaran. Tekanan oleh polisi Wuhan kepada almarhum dokter Li Wenliang (meninggal karena COVID-19), adalah yang sangat disesalkan banyak pihak.

Menjadi Makin Waspada

Kasus vius ini, menurut data yang diungkap di mesia, lebih dari 80 persen hanya  menyebabkan sakit ringan, kurang dari 20 persen yang menimbulkan sakit parah. Kasus kematian hanya dialami oleh satu hingga dua persen.

Kepanikan agak mereda ketika berita dari China muncul dengan angka kasus baru yang lebih kecil, kemudian makin banyak kesembuhan orang-orang yang dirawat. Tapi kapanikan kembali muncul ketika ada kasus yang menunjukkan masa inkubasi virus ini bisa sampai 27 hari, bukan hanya 14 hari. Bahkan orang yang trinfeksi dan tidak menunjukkan gejala sakit, tapi diduga bisa menginfeksi orang lain.

Hal ini terungkap dari kasus orang dari Wuhan yang terlihat sehat, kemudian kasus di Daegu, Korea Selatan. Mereka baru berwisata di Israel. Demikian juga dengan kasus di Timur Tengah yang kebanyakan baru dari Iran, dan pekan ini kasus pramugari Korean Air. Masalahnya bukan hanya penularan dari manusia ke manusia, tetapi manusia terinfeksi yang tampak masih sehat berpotensi menular. Hal ini yang membuat kesulitan mengetahui apakah orang terinfeksi atau tidak.

Kewaspadaan memang meningkat, dan nberdampak pada meningkatnya ketakutan atau kepanikan. Ini memang mengkhawatirkan, karena akan terjadi rantai dampak yang makin luas dan panjang, terutama di luar masalah kesehatan.

Kepanikan muncul di Israel, karena orang Korsel yang terinfeksi itu baru berwisata di Israel. Dan negara ini harus menelusuri daerah mana saja yang mereka kunjungi, termasuk hotel dan rumah makan. Korea Selatan juga harus menelusuri, pesawat mana yang digunakan penumpang itu, dan kemudian terkait pramugari yang terinfeksi, dia bekerja di penerbangan mana saja, dan siapa saja penumpangnya. Penelusuran yang tidak mudah dan bisa menimbulkan kecemasan.

Negara-negara di dunia, pemerintah dan rakyat, serta masyarakat sipil, sedang ditantang untuk membangun sistem dan kinerja untuk mengatasi masalah yang pelik ini. Namun setiap negara tidak bisa bekerja sendirian. Ada tantangan sebagai komunitas umat manusia di planet Bumi yang hanya satu ini, untuk menunjukkan solidaritas dan kerja sama yang nyata. COVID-19 berdampak nyata pada episentrum wabah atau di luar itu. Setidaknya, WHO tlah menyatakan sebagai penyakit yang menyebar di seluruh dunia.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home