Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:45 WIB | Kamis, 14 Februari 2019

Walhi: Publik Tanyakan Posisi Capres-Cawapres Soal Lingkungan

Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono menyebut tidak ada capres-cawapres 2019 yang berani bicara soal transisi energi usai media briefing di WRI Indonesia, Jakarta, Rabu (13/2/2019). (Foto: Antaranwes.com/Virna P Setyorini)

JAKARTA, SATUHARAPAN.CM – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan,  publik harus lebih aktif menanyakan posisi calon presiden dan calon wakil presiden (cawapres) 2019 terhadap isu-isu lingkungan.

“Harapannya publik bisa terlibat aktif juga. Sekarang mulai banyak opini masyarakat terkait isu lingkungan berkat media massa. Banyak juga koalisi yang bertanya ke capres dan bahkan ke caleg (calon legeslatif), apa posisi mereka terkait keberlanjutan hutan, perubahan iklim hingga ketersediaan air bersih lima tahun ke depan,” kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono kepada Antara di Jakarta, Rabu (13/2).

Ini supaya tidak melulu pernyataan didominasi capres dan cawapres, tapi harus publik yang mulai bertanya bagaimana mereka akan menjawab persoalan-persoalan terkait lingkungan hidup.

Dalam debat capres-cawapres II, pada Minggu (17/2), menurut dia, publik perlu menggarisbawahi ada tidaknya solusi yang diberikan oleh mereka terkait persoalan kualitas lingkungan hidup. Contohnya seperti kualitas air, kualitas udara, tutupan hutan, terkait pesisir dan pulau-pulau kecil.

Lalu, Yuyun mengatakan perlu juga dicari tahu adakah solusi atau langkah kedua capres-cawapres untuk antisipasi perubahan iklim ke depan.

Selanjutnya hal yang perlu diperhatikan dari debat tersebut adalah, sejauh mana mereka memiliki langkah-langkah untuk mengurangi ketimpangan penguasaan lahan, di mana ini menjadi akar persoalan di Indonesia, lanjutnya. Dan tentu bagaimana langkah mereka menghentikan kriminalisasi dan konflik agraria.

Terakhir, ia mengatakan apa strategi mereka untuk beralih ke energi bersih yang berkeadilan, karena hal itu perlu dilihat bersama.

“Apakah langkah-langkah beralih ke energi bersih yang berkeadilan. Perlu dilihat, apakah biofuel dan biodiesel alternatifnya yang tepat, menurut saya sih  tidak,” kata dia.

Jadi yang dibutuhkan justru peta jalan, bukan solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan akar persoalan di Indonesia, kata Yuyun. 

Walhi Sebut Tak Ada yang Berani Bicara Transisi Energi

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebut tidak ada capres-cawapres 2019 yang berani bicara transisi energi dari kotor ke bersih dalam visi-misinya.

“Dua-duanya promosi energi terbarukan, biofuel dan bioetanol. Tapi jadi tidak mendasar. Kenapa tidak ada yang berani ngomong soal transisi energi?” kata Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional Walhi Yuyun Harmono kepada Antara di Jakarta, Rabu (13/2).

Padahal, menurut Yuyun, transisi energi juga pasti berproses dan memakan waktu lama. “Kenapa tidak dimulai dari itu saja dulu sekarang?”

Capres dari kedua kubu malah justru sibuk mencari jawaban yang masuk akal bagi publik, tapi sebenarnya tidak menyelesaikan persoalan, lanjutnya.

Jika mau meninggalkan energi kotor dengan meninggalkan bahan bakar fosil seperti batu bara, tapi justru menaikkan emisi dari sektor berbasis lahan, menurut dia, percuma.

Ia mengatakan,  di sisi lain menaikkan produksi energi biofuel dan bioetanol yang berbasis lahan tadi justru meningkatkan ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria.

“Jadi tidak tuntas menyinergikan isu energi dan lingkungan ini,” katanya.

Padahal program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial terkait erat dengan dua hal tadi, penyelesaian ketimpangan penguasaan lahan dan konflik agraria, kata Yuyun. (Antaranews.com)

 

Editor : Melki Pangaribuan


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home