Loading...
INDONESIA
Penulis: Eben Ezer Siadari 20:24 WIB | Senin, 24 November 2014

Warga Malaysia Iri Indonesia Punya Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo (kanan) dan Perdana Menteri Malaysia, Najib Abdul Razak dalam foto selfie di Istana Negara Senin 20 Oktober 2014. (Sumber: akun facebook Joko Widodo).

KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM – Sebagian besar pemimpin negara Malaysia selama ini berasal dari elit politik yang memiliki hubungan dekat dengan struktur feodal lama. Dari enam tokoh yang pernah dan sedang menjabat perdana menteri, hanya Mahathir Mohammad yang dianggap berlatar-belakang masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu Malaysia membutuhkan sosok seperti Jokowi, sosok pemimpin yang diyakini mampu memutus mata rantai feodalistik masa lalu.

Pandangan ini disampaikan seorang warga Malaysia bernama Hafiz Noor Shams dalam kolomnya pada Malaysia Today dengan judul Where is Our Jokowi.

“Sebagian besar pemimpin nasional kami selama bertahun-tahun berasal dari lingkungan elit yang memiliki ikatan erat dengan struktur feodal Malaysia yang lama,” tulis Hafiz, sehari-hari bekerja sebagai ekonom di Asean Confidential, sebuah lembaga riset yang berafiliasi kepada Financial Times.

Perdana Menteri pertama Malaysia, Tunku Abdul Rahman adalah pangeran dari Kedah. Sedangkan penggantinya, Tun Razak, berasal dari keluarga kesultanan Pahang. Ada pun PM yang ketiga, Tun Hussein Onn, berasal dari keluarga Menteri Besar dari Johor.

Menurut Hafiz, PM keempat, Mahathir Mohamad dan PM kelima, Abdullah Ahmad Badawi, memang tergolong berlatarbelakang keluarga kebanyakan. Namun, mengingat kakek Abdullah adalah ahli hukum Islam negara Penang dan ayahnya sendiri adalah ulama terkenal, Hafiz menilai, Abdullah tidak dapat digolongkan berasal dari orang kebanyakan. Apalagi Penang tidak memiliki Sultan dan hukum yang tertinggi adalah hukum agama. Jadi Abdullah, menurut lulusan Michigan University ini, termasuk golongan elit feodal juga.

Demikian halnya dengan PM yang menjabat saat ini, PM yang keenam, yaitu Najib Abdul Razak. Latar belakang kebangsawanannya tidak diragukan lagi sebab dia adalah putra dari PM kedua Malaysia.

Sistem Feodal Lemahkan Demokrasi

Hafiz menilai, demokrasi di Malaysia tengah melemah dengan iklim politik yang didominasi oleh elit feodal. Dewasa ini, kata dia, setiap kritik terhadap Sultan dianggap sebagai hasutan. Panggung politik Malaysia menurut dia, tengah disiapkan bagi keberlanjutan dinasti feodal.

Ini membawa dia pada kenangan ketika Mahathir Mohamad memerintah. Hafiz mengatakan, hanya Mahathir Mohamad yang berani mengambil kebijakan berani melawan kekuatan masa lalu dengan menantang mereka yang berada di puncak piramid feodalisme.

Pada 1993, pemerintahan Mahathir Mohamad mencabut kekebalan hukum para keluarga kerajaan Malaysia yang sebelumnya dijamin negara. Langkah ini telah mengikis kekuatan feodal dalam masyarakat Malaysia. Dan yang lebih penting hal itu telah membawa pesan agar monarki Malaysia berubah.

Mahathir, tulis Hafiz, telah merintis jalan menuju struktur masyarakat yang lebih adil. PM keempat itu dapat dikatakan pembawa modernitas bagi Malaysia dengan memukul feodalisme. Sayangnya, di mata Hafiz, berbagai kemajuan yang dulu sudah dibuat Mahathir kini seakan dibatalkan.

“Saya khawatir bila kita terus dipimpin oleh mereka yang datang dari latar belakang elit yang sama, demokrasi kita akan melemah,” tulis Hafiz. “Malaysia yang ideal bagi saya adalah negara yang menuju kesetaraan bagi semua. Sementara struktur feodal justru melakukan hal sebaliknya, dengan hanya mendukung kelompok tertentu saja,” tutur dia.

Iri kepada Indonesia

Dengan alasan itulah Hafiz merindukan hadirnya sosok seperti Jokowi di Malaysia. “Bagi saya, Jokowi merupakan simbol terputusnya hubungan dengan kekuatan masa lalu,” kata Hafiz.

Dalam pandangan dia, Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam 10-15 tahun terakhir, bangkit dari negara diktator menjadi salah satu negara paling demokratis di kawasan. Setiap langkah Indonesia, di mata Hafiz, adalah gerakan maju dengan memutus hubungan dengan masa lalu. Indonesia melangkah tanpa beban.

“Saya iri kepada Indonesia karena itu,” tulis Hafiz. Dan, dalam pengertian demikian, kata dia, Malaysia membutuhkan Jokowi. “Kami membutuhkan Jokowi-nya Malaysia untuk memutuskan kaitan dengan feodalisme masa lalu.”


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home