Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 10:56 WIB | Minggu, 29 Januari 2017

WCC Mencari Masa Depan untuk Minoritas di Irak

Ilustrasi: Salah satu bangunan ibadah bersejarah yang dihancurkan ISIS. (Foto: alarabiya.net).

BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Empat belas anggota delegasi yang dikoordinir World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia pada hari Selasa (24/1) menyelesaikan kunjungan di berbagai wilayah di Irak, antara lain Baghdad dan wilayah Kurdistan utara guna mencari solusi bagi masa depan masyarakat yang rentan di Irak.

Seperti diberitakan oikoumene.org, hari Kamis (26/1), delegasi menyerukan tanggap darurat, dan dukungan lembaga donor internasional untuk mengamankan, menstabilkan dan membangun kembali masyarakat yang terkena dampak.

Mereka bertemu dengan sejumlah pimpinan politik senior dari kedua pemerintah federal Irak di Baghdad, dan Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) di Irbil, selain itu mereka juga bertemu anggota masyarakat parlemen yang mewakili minoritas, kepala Misi Bantuan PBB untuk Irak, perwakilan komunitas agama di Irak, kepala gereja dan orang muda Kristen di negara itu.

Uskup Agung “Church of Sweden” atau Gereja Swedia, Antje Jackelen yang juga ikut dalam delegasi WCC tersebut menyambut komitmen diungkapkan oleh para pemimpin politik baik di Baghdad dan Irbil untuk melestarikan keragaman budaya, etnis dan agama negara.

“Setelah mendengarkan cerita-cerita dari orang-orang Kristen yang mengungsi dan Yazidi, kami menghargai peran penting warga dan pemerintah  Kurdistan dalam menerima dan menawarkan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang dari berbagai komunitas yang berbeda yang harus meninggalkan kediaman mereka dari kejaran ISIS pada pertengahan 2014,” kata  Jackelen. 

Anggota lain delegasi, Sekretaris Jenderal “Middle East Council of Churches” atau Dewan Gereja Timur Tengah, Michel Jalakh mengemukakan gereja, masjid dan lembaga keagamaan lainnya memainkan peran yang sangat penting dalam menerima dan merawat  pengungsi di Kurdistan, terutama di tahap awal krisis.

Krisis kemanusiaan yang terjadi akibat pendudukan yang dilakukan ISIS di Sinjar, Mosul dan Niniwe yang berlangsung sejak pertengahan 2014 mengakibatkan wilayah Kurdistan menjadi tuan rumah bagi lebih dari tiga juta orang pengungsi.

Setelah delegasi menerima briefing dari Koordinator Kemanusiaan PBB di Irak,  moderator Komisi WCC dari Gereja Urusan Internasional, Frank Chikane mengamati dukungan donor internasional sangat tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan secara terus-menerus, akibatnya masyarakat yang tinggal di wilayah Kurdistan membawa beban mereka sendiri.  

Anggota masyarakat yang ditargetkan oleh ISIS – termasuk Yazidi dan Kristen – tetap sangat rentan. Banyak anggota komunitas ini dengan sarana untuk melakukannya – terutama Kristen – terus  meninggalkan daerah apalagi ISIS merampas keragaman budaya dan agama di Irak, dan mengobrak-abrik Kristen  yang telah hadir lebih dari 1.700 tahun di wilayah itu.  

Meskipun pihak militer berhasil memukul mundur ISIS dalam beberapa pekan terakhir dan merebut kembali beberapa kota Kristen di Niniwe,  Uskup Agung Katolik Kaldea Irak, Bashar Warda dan perwakilan pemerintah memperingatkan anggota delegasi bahwa hingga sat ini tidak ada perkembangan signifikan yang dapat menjamin  keselamatan Kristen dan minoritas lainnya.  

"Keamanan adalah kebutuhan yang paling penting yang kita miliki,” kata Bashar Warda dalam pertemuan di Irbil.

“Membangun kembali gereja adalah hal terakhir yang harus dipikirkan bersama. Kami ingin pertama membangun rumah untuk orang-orang kami sehingga mereka dapat hidup dengan martabat, dan selanjutnya mereka membutuhkan infrastruktur di desa-desa. Tapi semua ini hanya mungkin jika kita bisa memiliki keamanan,” kata Bashar Warda.

Delegasi bertemu beberapa pemimpin politik di seluruh negeri, termasuk Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dan Presiden Fuad Masum. Di wilayah semi-otonom Kurdistan, delegasi bertemu dengan menteri kabinet dan wakil perdana menteri Qubad Talabani.

Delegasi juga bertemu dengan para pejabat PBB, pekerja kemanusiaan, anggota parlemen di Baghdad dan Irbil, dan aktivis politik.

Delegasi WCC berbagi temuan dari studi yang dilakukan bersama-sama dengan lembaga kemanusiaan “Norwegian Church Aid”.

Mereka membicarakan penanganan kebutuhan khusus bagi para pengungsi di wilayah tersebut.

Norwegian Church Aid mulai bekerja pada bulan Desember 2016 dan dalam laporan projek mereka yang berjudul “The Protection Needs of Minorities from Syria and Iraq” atau “Kebutuhan Perlindungan Minoritas dari Suriah dan Irak” menjelaskan tentang masalah di daerah tersebut, sekaligus memberi rekomendasi khusus secara detil untuk mengamankan masa depan keanekaragaman sosial dan agama di wilayah tersebut. 

Direktur urusan internasional WCC, Peter Prove mengemukakan dalam setiap diskusi  yang dilakukan dengan pihak lain selalu diperkuat dengan penelitian.

"Dalam setiap diskusi,  kami menemukan beberapa isu, seperti bentuk pemerintahan Irak yang tepat bagi masyarakat yang terkena dampak di Niniwe, dan  apa yang diperlukan bagi orang Kristen untuk merasa aman kembali ke tempat asal mereka," kata Prove.  

Sekretaris Jenderal WCC, Olav Fykse Tveit mengatakan bahwa hal yang terpenting adalah faktor keamanan bagi penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut.

“Ini berarti bukan hanya keamanan fisik, tetapi juga kepastian hukum dan konstitusi, serta keamanan dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ini adalah prasyarat yang diperlukan untuk membangun kembali komunitas ini di tempat aslinya,” kata Tveit.

Tveit mengatakan perjalanan tersebut merupakan kesempatan penting bagi delegasi untuk mendengar aspirasi, tetapi juga waktu untuk menunjukkan solidaritas dan dukungan dari gereja-gereja di seluruh dunia untuk rakyat Irak, terutama bagi yang menderita kekerasan ekstrem dari kegiatan teroris.

Tveit mengutarakan kunjungan ini memberi kesempatan kepada delegasi untuk bertanya apa yang dapat dilakukan WCC untuk membantu mengamankan masa depan Irak, sehingga masyarakat Irak tidak merasa bahwa mengungsi adalah satu-satunya pilihan hidup.  

"Kami telah melihat dan mendengar tentang  pertanyaan ini, dan hal ini harus dimunculkan  sebagai upaya bersama baik dari gereja-gereja maupun dari aktor politik. Pemerintah Irak perlu melihat bahwa sekarang adalah waktunya  membangun kembali Irak, untuk membangun kepercayaan baru di komunitas tersebut sehingga di masa depan mereka dapat tetap menjadi bagian dari mosaik besar Irak,” kata Tveit. (oikoumene.org)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home