Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 15:26 WIB | Minggu, 11 Agustus 2013

World Vision Serukan Bantuan bagi Pendidikan Anak-anak Pengungsi Suriah

World Vision di tengah anak-anak pengungsi Suriah (Foto: World Vision Deutcsland)

SURIAH, SATUHARAPAN.COM – Perang saudara di Suriah telah berlangsung lebih dari dua tahun dan telah menimbulkan kerusakan besar di semua aspek kehidupan, pemerintahan dan negara. Perneditaan terutama pada warga sipil.

Menjelang bulan Ramadhandan perayaan Idul Fitri sempat diserukan untuk gencatan sejata, namun kontak senjata dan serangan tidak pernah berhenti. Bahkan di akhir ramadhan dan dalam suasana Idul Fitri serangan dari militer dan kelompok pemberontak terus terjadi.

“Tidak ada orang yang suasana hatinya fokus pada libur keagamaan ini,” kata aktivis revolusioner Suriah seperti dikutip media Al-Arabiya. “Tidak ada, bahkan juga di Damskus, di mana rezim yang berkuasa mengontrol wilayah itu.” Dan baru-baru ini serangan udara kembali dilakukan oleh militer.

Perserikatan Bangsa-bangsa mencatat bahwa lebih dari 100.000 kematian terjadi selama perang. Sekitar empat  juta warga Suriah mengungsi di dalam negeri negeri mereka sendiri, dan sekitar 1,8 juta jiwa meninggalkan kampung halaman. Mereka sekarang menjadi pengungsi di Yordania, Libanon, Turki dan Irak, serta beberapa negara lain.

Mengungsi di Negara Tetangga

Conny Lennenberg adalah direktur regional  Timur Tengah dari World Vision, sebuah organisasi kemanusiaan Kristen yang didedikasikan dan bekerja untuk anak-anak. Lembaga ini mengandalkan bantuan dari perorang  dan lembaga  untuk menanggapi laporan media yang mendalam atas bencana kemanusiaan di Suriah.

Namun, kata Conny kepada dw.de hal tersebut belum terjadi. "Meskipun Anda bisa melihatnya di TV setiap malam, entah bagaimana orang belum cukup tergerak oleh kesengsaraan dan penderitaan anak-anak. Hal ini merupakan tragedi besar bagi kami," kata dia tentang kurangnya tanggapan internasional atas penderitaan rakyat Suriah.

PBB dan lembaga-mebaga di bawah PBB sudang sangat sering menyampaikan kondisi mengerikan di Suriah dan di antara para pengungsi, serta dengan gencar menyerukan negara-negara lain untuk memberikan bantuan kemanusiaan.

Namun upaya untuk dialog yang belum pernah terwujud, dan ancaman kekerasan yang tinggi, lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan pun sulit menjangkau rakyat Suriah yang terjebak dalam perang saudara ini.

World Vision Jerman telah menginvestasikan lebih dari 1,5 juta euro (setara US$ 2 juta atau Rp 20 miliar) sejak krisis dimulai, serta projek lanjutan senilai € 700.000 (US$ 934.000 / Rp 9,34 miliar).  Sebagian besar sumber daya ini diberikan ke Libanon, di mana sebagian besar pengungsi perang sipil Suriah sekarang tinggal.

Conny menggambarkan bahwa Libanon adalah negara dengan penduduk kurang dariempat juta jiwa. Wilayahnya hanya tiga perempat ukuran negara bagian Connecticut,  Amerika Serikat. Namun sekarang menampung lebih dari satu juta warga Suriah. Mereka tinggal di tenda-tenda di kamp-kamp sementara, kadang-kadang dalam kondisi yang mengerikan.

Sekolah Darurat

Menurut World Vision, masalah yang serius adalah pendidikan untuk anak-anak pengungsi Suriah. Lembaga ini terutama berusaha menyediakan kebutuhan dasar, termasuk fasilitas sanitasi, air bersih di kamp pengungsi di lembah Bekaa yang dibantu Kantor Luar Negeri Federal  Jerman.World Vision juga menyalurkan voucher makanan.

Organisasi ini juga mencoba membantu dengan pelatihan dan pendidikan bagi anak-anak pengungsi. "Tantangannya adalah bahwa sebagian besar anak-anak Suriah hanya berbicara bahasa Arab, sementara anak-anak di Lebanon sebagian besar diajarkan dalam bahasa Inggris atau Perancis," kata Christoph Waffenschmidt, ketua World Vision Jerman.

Dia tengah mengambil liburan musim panas dengan membantu mengajar anak-anak pengungsi di  Lebanon di sebuah sekolah yang kosong. Para guru dari anak-anak pengungsi sebagian besar telah melarikan diri dari  Suriah.

Krisis Pendidikan

World Vision menyebutkan, hanya 38 persen dari anak-anak pengungsi bersekolah di tingkat dasar, sementara hanya dua persen di sekolah lanjutan. Waffenschmidt memperingatkan bahwa trauma perang akan disusul krisis pendidikan. Banyak anak-anak dan remaja yang meninggalkan rumah dan sedikit dari mereka yang melihat prospek hidupnya secara positif.

"Bahkan setelah segera mengakhiri perang, Suriah akan menderita konsekuensi untuk waktu yang lama," kata Waffenschmidt.

Dalam membantu lebih  pada anak pengungsi, World Vision mencari dukungan dari negara-negara dan warga negara di seluruh dunia.  "Kami mememberi perhatoian besar pada pengungsi di Lebanon," kata Waffenschmidt. Dia memperkirakan bahwa beberapa kamp telah dihuni dua kali lipat dari daya tampungnya sejak tahun lalu.

World Vision meminta masyarakat internasional untuk tidak meninggalkan Suriah dan negara-negara tetangga yang menampung pengungsi. Langkah-langkah utama bagi para pengungsi anak adalah pendidikan dalam bahasa Arab di kawasan yang aman dari kekerasan dan eksploitasi. (dw.de / un.org)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home